Perkembangan Komik di Indonesia dari Era Cetak sampai Digital

Perkembangan Komik di Indonesia dari Era Cetak sampai Digital
info gambar utama

Komik selain untuk menghibur juga dapat dijadikan sebagai alat untuk menyampaikan gagasan atau ide dengan cara yang lebih interaktif menggunakan ilustrasi agar pesan yang disampaikan mudah dipahami oleh pembaca. Pada era sekarang ini, komik dapat dengan mudah diakses oleh siapa saja. Secara garis besar, ada dua yang sangat berpengaruh bagi perkembangan komik di Indonesia, yaitu era cetak dan era digital.

Mengenai kelebihan dan kekurangan komik Indonesia pada era cetak maupun digital, perbedaanya ada di kemudahan untuk mengakses. Sekarang siapa saja bisa mengunduh aplikasi komik digital. Meskipun ada komik yang berbayar, harganya pun masih lebih murah dibandingkan komik cetak. Walaupun begitu, masih banyak orang yang mau membeli komik cetak untuk dikoleksi. Aspek collectible ini yang tidak dimiliki komik digital, sehingga beberapa komik digital yang terkenal di Webtoon seperti Code Helix dan Virgo and the Sparkling juga memiliki versi cetak.

Berikut ini perkembangan komik Indonesia secara singkat dari era cetak sampai era digital menurut periodenya:

Era Cetak

Era cetak komik Indonesia adalah dimulai dari periode 1930 sampai 2000-an. Dalam periode komik-komik Indonesia bergantung pada media cetak seperti koran, majalah, dan buku untuk disebarluaskan dan dikenal oleh masyarakat.

Pada periode 1930-an komik Indonesia awalnya banyak muncul dalam bentuk komik strip di koran-koran. Komik-komik Indonesia karya para komikus Indonesia pada saat itu juga dapat ditemukan pada surat kabar Belanda. Karakter pertama komik Indonesia pada periode ini adalah Put On karya Kho Wan Gie. Put On merupakan jenis komik strip yang dimuat di majalah mingguan Sin Po pada 1931-1960.

Pada periode 1950-an, banyak komikus Indonesia mulai membuat versi Indonesia karakter-karakter dari komik Barat karena populernya komik Barat di Indonesia pada masa itu. Salah satu karakter superhero Indonesia yang terinspirasi dari karakter komik Barat pada periode ini adalah Sri Asih karya R.A. Kosasih yang merupakan adaptasi dari Wonder Woman.

Selain karakter superhero, diawal tahun 1950-an menandai kelahiran pertama buku komik Indonesia. Komik pertama Indonesia yang diterbitkan dalam bentuk buku ini berjudul Kisah Pendudukan Jogja karya Abdulsalam. Komik KisahPendudukan Jogja bercerita tentang agresi militer Belanda ke kota Yogyakarta pada tahun 1948-1949. Komik strip karya Abdulsalam ini terbit di harian Kedaulatan Rakyat hingga akhirnya dibukukan oleh harian Pikiran Rakyat.

Periode 1960-an sampai dengan 1970-an merupakan era kejayaan komik Indonesia. Pada periode ini, komik Indonesia beserta tokoh dan ceritanya memiliki ciri khas yang sangat digemari oleh masyarakat Indonesia. Sejumlah komik dan karakter yang hingga saat ini masih dikenal oleh masyarakat antara lain adalah Si Buta dari Gua Hantu, Jaka Sembung, Gundala Putra Petir, Godam, Sebuah Noda Hitam, Panji Tengkorak, dan serial Mahabharata.

Ada 3 tema besar pada periode ini, yaitu romantis, silat, dan superhero. Dalam membuat karakter superhero, dapat terlihat pengaruh komik Amerika pada karakter-karakter yang diciptakan. Dengan memadukan gaya Amerika lewat cerita dan nuansa lokal, membuat komik-komik karya komikus lokal juga dapat digandrungi masyarakat.

Pada periode 1980-an, dunia perkomikan Indonesia memasuki masa yang suram. Serbuan komik dari negara lain seperti Jepang, Hong Kong dan Eropa serta dibarengi dengan berkurangnya karya komikus Indonesia yang diterbitkan. Ada beberapa alasan mengapa kemunduran ini terjadi. Salah satunya adalah kalah bersaing di toko-toko buku yang membuat para komikus tanah air 'bergerilya' melalui komik strip dan karikatur di harian nasional. Salah satu komik strip yang cukup fenomenal masa itu dan masih setia hadir hingga hari ini adalah Panji Koming karya Dwi Koen.

Periode 1990-an sampai dengan 2000-an pasca reformasi, dunia perkomikan Indonesia berusaha bangkit kembali dengan dibukanya keran informasi yang sebebas-bebasnya, Penerbit besar seperti Gramedia pun mulai mencoba menerbitkan karya komikus lokal, seperti komik Imperium Majapahit karya Jan Mintaraga. Kemudian Mizan Komik juga menerbitkan Legenda Sawung Kampret karya Dwi Koen. Setelahnya karya-karya baru komikus lokal kembali bermunculan mencoba merebut pasar komik Indonesia.

Selain berjuang melalui penerbitan, para komikus Indonesia juga berjuang membangkitkan kembali perkomikan Indonesia melalui forum-forum dan komunitas-komunitas komik yang mulai tumbuh menjamur. Forum dan komunitas ini menjadi wadah bagi para komikus untuk menyebarluaskan karyanya. Dalam forum dan komunitas inilah para komikus mulai menggaet para pembaca dan peminat komik untuk membaca karya mereka. Tak jarang juga para komikus juga mendapatkan sponsor yang bersedia mendanai penerbitan buku komik mereka.

Era Digital

Era digital komik Indonesia dimulai pada periode setelah 2000an atau periode setelah reformasi. Karena makin mudahnya akses internet, banyak para komikus Indonesia masa kini lebih berfokus membuat dan menyebar luaskan karyanya secara digital. Banyak dari komikus pada periode ini bekerja secara independen, tidak bergantung pada penerbit besar, dan cenderung memproduksi serta menyebarkan karya dalam komunitas terbatas.

Urut dari kiri: Si Juki, Tahilalats, Eggnoid, Flawless, My Pre-Wedding
info gambar

Dunia perkomikan Indonesia mulai bangkit kembali dengan munculnya berbagai platform digital seperti Line Webtoon, Ciayo Comics, dan Ngomik.com. Karya-karya komikus Indonesia yang terkenal pada era ini yaitu Si Juki karya Faza Meonk, Tahilalats karya Nurfadli Mursyid, Eggnoid karya Archie The RedCat, Flawless karya Shinshinhye, dan My Pre-Wedding karya Annisa Nisfihani. Komik-komik Indonesia yang kini berfokus melalui platform digital justru dapat merambah popularitasnya hingga ke mancanegara.

---

Sumber: Interaktif Kompas | Kompasiana.com | Alabn.com | Detik.com

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

Terima kasih telah membaca sampai di sini