Sejarah Hari Ini (3 September 1945) - Angkatan Muda Kereta Api Rebut Stasiun KA dari Tangan Jepang

Sejarah Hari Ini (3 September 1945) - Angkatan Muda Kereta Api Rebut Stasiun KA dari Tangan Jepang
info gambar utama

Setelah Indonesia memproklamirkan kemerdekaan pada 17 Agustus 1945, pihak pemuda berapi-api merebut sejumlah jawatan/perusahaan yang diduduki militer Jepang.

Para pemuda dari berbagai aliran yang berkumpul di Menteng 31 kemudian membentuk Komite van Aksi (Panitia Aksi) yang membentuk program kerja yang disiarkan dalam bahasa Indonesia dan bahasa Daerah.

Program kerja dengan nama Suara Rakjat No. 1 yang terdiri dari tiga lembar itu sebagai berikut:

1. Negara kesatuan Indonesia telah berdiri 17 Agustus 1945 dan rakyat telah merdeka, bebas dari pemerintahan bangsa asing
2. Semua kekuasaan harus di tangan negara dan bangsa Indonesia
3. Jepang sudah kalah dan tak ada hak untuk menjalankan kekuasaan lagi di atas bumi Indonesia
4. Rakyat Indonesia harus merebut senjata dari tangan Jepang
5. Segala perusahaan (kantor, pabrik, tambang, perkebunan dll) harus direbut dan dikuasai oleh rakyat Indonesia dari tangan Jepang

Untuk merealisasikan program kerja tersebut Komite van Aksi membentuk Angkatan Pemuda Indonesia (API) sebagai gerakan pemuda revolusioner bersenjata di Menteng 31 pada 1 September 1945.

Angkatan Pemuda Indonesia lalu mengorganisasi massa ke dalam dua underbouw, yakni Barisan Rakyat (petani) dan Barisan Buruh.

Dalam melancarkan aksi awalnya yang nyata, Johar Nur dari Komite van Aksi menemui pemuda-pemuda buruh kereta api yang tergabung dalam Angkatan Muda Kereta Api (AMKA).

Pada 2 September 1945, Johar Nur melakukan pertemuan dengan Legiman Haryono selaku perwakilan untuk membicarakan pengambilalihan jawatan kereta api dari Jepang.

Rapat lantas digelar di sebuah rumah dekat Stasiun Manggarai, Jakarta, pada siang hingga malam hari.

Adapun yang hadir pada saat itu ialah Johar Nur, Maruto Nitimihario, Armansyah, Ma'riful, Pandu Kartawiguno, Kusnandar, dll.

Dalam hasil rapat tersebut mereka sepakat pelaksanaan perebutan kekuasaan kereta api di seluruh Jakarta akan dimulai pukul sebelum waktu zuhur pada 3 September 1945.

Pada hari H, aksi dari API dan AMKA pun digelar sekitar pukul pukul 09.30 hingga pukul 12.00 siang.

Dalam suasana euforia kemerdekaan bulan September 1945, Stasiun Manggarai diambil alih oleh puluhan ribu demonstran massa pemuda dan buruh kereta api setelah melakukan aksi long march dari Stasiun Jakarta-Kota.

"Dengan sedikit mendapat perlawanan dari pegawai-pegawai Jepang yang sudah bingung dan bimbang, maka pada jam 1.00 siang selesailah pengoperan kekuasaan dari Jawatan Kereta Api di Jakarta-Kota, Bengkel Manggarai, Depot Jatinegara dan seluruh kota Jakarta," jelas yang tertulis dalam Kotapradja Djakarta Raja yang diterbitkan Departemen Penerangan Indonesia.

Saat pengambilalihan stasiun, para pemuda dari berbagai elemen perjuangan tumpah ruah di Manggarai.

Kereta kayu ini merupakan kereta kayu yang dahulunya beroperasi mengangkut penumpang, pada jaman kemerdekaan kereta kayu ini mengangkut para tentara nasional untuk mobilisasi dari satu kota ke kota lain. Pekik “Merdeka atau Matie” dituliskan dalam kereta ini untuk membangkitkan semangat pejuang dalam menghadapi penjajah.
info gambar

Aksi mencoret-coret semboyan perjuangan pun dilakukan di badan kereta untuk menyuarakan kemerdekaan Indonesia dari belenggu penjajahan.

Suromo, seorang anggota Persatuan Juru Gambar Indonesia (Persagi), menuturkan dirinya pernah ikut aksi mencoret-coret semboyan perjuangan di Manggarai bersama pemuda pejuang lain.

"Yang ikut coret-coret bukan saya saja, wah banyak pemuda. Semuanya. Saya ikut mencoret dalam bahasa Inggris itu apa 'freedom', apalagi terus itu 'Handsoff', yah macam-macam setahu saya. Seluruh kereta api yang ada di Stasiun Manggarai kita coret-coret. Kereta api baik gerbong dan lokomotifnya menjadi kanvas berjalan baik dalam bentuk lukisan burung merpati ala Pablo Picasso, atau rantai-rantai terlepas dari tangan manusia merdeka," terang Suromo dalam buku Dekolonisasi Buruh Kota dan Pembentukan Bangsa karya Erwiza Erman dan Ratna Saptari.

---

Referensi: Departemen Penerangan Indonesia, "Kotapradja Djakarta Raja" | Erwiza Erman dan Ratna Saptari, "Dekolonisasi Buruh Kota dan Pembentukan Bangsa" | Depdikbud RI, "Sejarah Revolusi Fisik Daerah DKI Jakarta" | Lasmidjah Hardi, Irna H.N. Hadi Soewito, "Samudera Merah Putih, 19 September 1945: Latar Belakang, Peristiwa IKADA, dan Dampaknya"

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

Terima kasih telah membaca sampai di sini