Mulai Oktober, Google Meet Gratisan Maksimal Cuma Sejam

Mulai Oktober, Google Meet Gratisan Maksimal Cuma Sejam
info gambar utama

Kawan GNFI, siapa tak kenal aplikasi Google Meet? Aplikasi yang populer sejak pandemi merebak di Indonesia. Google menggratiskan fitur premium layanan video telekonferensi tersebut untuk semua pengguna yang memiliki akun Gmail. Salah satu fitur premium yang bisa dinikmati adalah panggilan video dengan durasi yang tidak terbatas.

Tapi tahukah kawan, semua pemilik akun Gmail hanya bisa menggunakan Google Meet secara cuma-cuma tanpa batas waktu (unlimited) hanya terbatas hingga 30 September 2020 saja. Informasi itu tertulis pada halaman resmi Google Meet.

Hingga saat ini saat memasuki minggu ketiga bulan September 2020, Google tampaknya belum mengubah kebijakannya terkait fitur premium di Google Meet tersebut.

Saat GNFI kroscek ke laman resmi Google Meet, di sana masih tertulis bahwa batas waktu fitur premium yang bisa diakses pengguna gratis hanya sampai 30 September. Itu artinya, mulai 1 Oktober 2020 layanan gratis Google Meet bakal dibatasi.

fitur google meet
info gambar

Dalam laman itu dijelaskan bahwa apikasi Google Meet mencantumkan keterangan durasi telkonferensi gratis 24 jam hanya bisa diakses hingga 30 September 2020. Di atas keterangan itu juga tertulis bahwa durasi maksimum telekonferensi gratis dibatasi hanya 1 jam saja. Jumlah peserta rapat pun maksimum dibatasi hingga 100 orang saja.

Berapa ongkos langganan Google Meet

Lantas, bagaimana caranya agar pemakaian Google Meet bisa lebih dari 1 jam? Pengguna G-Suite Essential bisa berlangganan Google Meet dengan membayar 8 dolar AS per bulan atau sekitar Rp118.000 yang akan mendapat durasi rapat maksimum 300 jam dengan 150 peserta. Namun Google juga membuka peluang untuk kustomisasi jumlah peserta yang tentunya soal harga bakal disesuaikan.

Di Indonesia, Google Meet masuk salah satu aplikasi video konferensi yang bisa diakses siswa dan pengajar menggunakan kuota belajar yang disubsidi pemerintah. Google Meet sebelumnya bernama Hangouts Meet yang kemudian diubah menjadi Meet.

Sebagai informasi, perubahan itu disesuaikan dengan penambahan kapasitas pengguna Google Meet selama pandemi. Google juga menambahkan beberapa fitur baru untuk Meet, seperti tampilan galeri, yang meletakkan semua peserta telekonferensi tampil pada sebuah bingkai besar. Tampilan ini mirip dengan yang dimiliki aplikasi Zoom.

Pengguna layanan telekonferensi di Indonesia

Dalam catatan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo), penggunaan aplikasi telekonferensi di Indonesia naik pesat hingga 443 persen sejak pandemi virus Corona. Hal ini terkait dengan sistem kerja di pelbagai perusahaan yang memanfaatkan layanan itu untuk terus berkomunikasi dengan karyawan, pimpinan, klien, dsb. Lazim kita kenal dengan sebutan Work from Home (WFH).

"Ketika wabah dan ada teknologi, masyarakat jadi bisa memanfaatkan teknologi untuk kepentingan sosial, ekonomi, bahkan pendidikan," kata Staf Ahli Menteri Bidang Hukum Kementerian Komunikasi dan Informatika, Henri Subiakto, dalam Webinar "Diseminasi Informasi di Era Pandemi", Minggu (21/6/2020).

Lain itu, pengguna layanan ini juga datang dari kalangan pelajar dan guru guna menjalani sistem Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) yang diterapkan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud). Pihak kementerian juga melihat ada kenaikan yang signifikan untuk telemedicine, yakni konsultasi kesehatan jarak jauh dengan menggunakan aplikasi.

Henri menyebutkan, sebelum pandemi Covid-19, pengguna telemedicine dari berbagai aplikasi yang ada di Indonesia mendekati 4 juta. Saat ini, pengguna berbagai aplikasi telemedicine sudah melebihi angka 15 juta.

Kebiasaan baru seperti WFH dan PJJ menimbulkan tantangan baru, terutama dari segi jaringan telekomunikasi, internet cepat, dan internet aman, yang menjadi semakin penting untuk menunjang perubahan ini. Salah satu pekerjaan yang sedang berusaha diselesaikan Kominfo adalah memperluas jaringan 4G ke seluruh wilayah di Indonesia.

Menurut data Kominfo, sekira 12.548 desa atau kelurahan yang belum mendapatkan jaringan 4G, sebanyak 9.113 lokasi merupakan daerah terdepan, tertinggal, dan terluar (3T). Lokasi 3T merupakan kewajiban Kementerian Kominfo untuk membangun, melalui Badan Aksesibilitas dan Informasi. Sementara lokasi non-3T adalah tanggung jawab operator seluler, sebanyak 3.435 desa/kelurahan.

Daerah-daerah tersebut sebenarnya sudah mendapatkan jaringan seluler, namun hanya sebatas jaringan 2G, yang digunakan untuk menelepon dan mengirim pesan SMS. Henri menilai perlu kiranya meningkatkan kapasitas menara seluler dari 2G menjadi 4G di daerah-daerah tersebut.

Kominfo menargetkan pemerataan sinyal 4G ke lebih dari 12 ribu lokasi itu bisa rampung minimal pada 2022. Secara umum, Indonesia total memiliki 83.218 desa/kelurahan, dari jumlah tersebut yang sudah terjangkau jaringan 4G sudah sebanyak 70.670 desa/kelurahan.

Baca juga:

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Mustafa Iman lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Mustafa Iman.

Terima kasih telah membaca sampai di sini