Huntu Art Disk, Berdayakan Desa Lewat Kesenian

Huntu Art Disk, Berdayakan Desa Lewat Kesenian
info gambar utama

Huntu Art Disk yang disingkat Hartdisk adalah sebuah komunitas seniman yang bermarkas di desa Huntu Selatan, Kecamatan Bulango Selatan, Kabupaten Bone Bolango, Provinsi Gorontalo.

Hartdisk sendiri adalah komunitas para perupa Gorontalo sejak 2017 yang awalnya adalah studio lukis dan ukir yang pada akhirnya komunitas ini menjadi inklusif dengan menggandeng warga dan komunitas terkait lainnya sampai saat ini.

Desa Huntu Selatan dimana studio para pemuda ini berada, tak jauh berbeda dengan desa-desa lainnya di Provinsi Gorontalo. Tanaman seperti padi, ubi jalar, pisang, jagung, kelapa, dan sagu masih digemari oleh para petani desa. Sawah dan kebun kecil tampak selalu menjadi celah antara rumah warga di sana.

Setiap hari, warga selalu memproduksi kuliner lokal, olahan dari hasil panen sawah dan kebun mereka, seperti nasi kuning, binte biluhuta ( sup jagung yang diberi rempah-rempah dan kelapa parut), popolulu ( ubi jalar yang dicampur gula merah), diniyohu (bubur sagu yang dicampur gula merah dan kelapa muda), ilabulo ( sagu yang diberi bumbu serta tambahan jeroan daging dan telur ayam), dan pisang goreng.

Namun, potensi yang dimiliki desa ini tidak terpasarkan dengan baik, cenderung kalah saing dengan usaha-usaha urban yang ada di kota-kota. Masalah lainnya adalah kerusakan lingkungan yang akan berdampak pada ketersediaan sumber daya alam lokal.

Dari sinilah, kaum muda yang bergabung dalam komunitas ini mulai menapaki untuk mengangkat Desa Huntu Selatan agar lebih berdaya. Melalui kegiatan kesenian, masyarakat desa mulai dilibatkan. Potensi masyarakat dicatat dan diberi peluang untuk berperan pada setiap kegiatan yang dilakukan.

Tahun ini Hardisk kembali melakukan kegiatan yang melibatkan potensi desa. Kegiatan seperti ini telah dilakukan sejak tahun 2018. Dalam kegiatan tahun ini, Hartdisk didukung PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) melalui program corporate social responsibility (CSR) PLN Peduli, dengan membuat rangkaian kegiatan yang bernama Energi Desa "Geliat untuk Peradaban".

Kegiatan itu dimaksudkan sebagai program edukasi yang berlatarkan seni rupa dan kriya yang berbentuk pelatihan, lokakarya dan kerja seni lainnya yang bersinergi dengan alam.

"Kegiatan kami memang berfokus pada kelestarian lingkungan dan kearifan lokal. Desa ini sejak dulu mempunyai potensi, kami hanya membantu mengemasnya dengan kegiatan seperti ini," ujar Awal, salah satu penggagas kegiatan.

Sementara dari pihak PLN, mendukung kegiatan ini karena melihat sejumlah manfaat yang akan dirasakan baik oleh pihaknya sendiri, terlebih oleh masyarakat sebagaimana apa yang ingin dicapai oleh program PLN Peduli.

“PLN berkomitmen untuk ikut serta dalam pembangunan masyarakat baik melalui proses bisnisnya maupun dari program pembangunan yang hadir di tengah-tengah masyarakat seperti pemberdayaan masyarakat berkelanjutan,” ujar Gatut Pujo Pramono, Manajer PLN Unit Pelaksana Pengendalian Pembangkit (UPDK) Gorontalo didampingi Reynold Gobel, Manajer Bagian SDM PLN UPDK Gorontalo.

“Semoga dengan bantuan CSR PLN Peduli untuk komunitas Huntu Art Distrik dalam memberdayakan masyarakat desa pada kegiatan edukasi workshop karya seni, pasar seni dan studi pangan yang sehat, dapat berdampak nyata terhadap pencapaian SDGs, yakni desa yang sehat dan sejahtera,” kata Gatut melanjutkan.

Ada lima program yang digarap dalam rangkaian kegiatan tersebut, yakni Lokakarya Seni Kriya, Studio Pangan Warga, Pengarsipan Karya Seni, Pasar Seni Warga dan Revitalisasi Studio Hartdisk.

Semua kegiatan itu bertujuan sebagai sarana promosi potensi desa, pengembangan kreativitas warga, peningkatan daya saing desa, pelestarian budaya dan lingkungan, wadah

Selama dua bulan, dari Agustus sampai September 2020, walau di tengah pandemi Covid-19, Desa Huntu Selatan diramaikan dengan kegiatan-kegiatan tersebut. Namun tentu saja, seluruh kegiatan dilaksanakan dengan menaati ptotokol kesehatan.

Pada 18 – 26 Agustus, ada dua lokakarya seni kriya yang dibuka secara gratis bagi siapapun yang ingin mengikutinya. Lokakarya pertama membuat cendera mata dari tempurung oleh perupa Pipin Idris. Lokakarya kedua membuat tulisan dan gambar papan kutipan oleh perupa Yayat Gokilz.

Sedangkan 4 program lainnya berlangsung selama September ini. Pasar Seni Warga misalnya, dibuka setiap hari Minggu sejak pekan pertama dan akan berakhir pada Minggu, 27 September 2020.

Berbeda dengan pasar konvensional lainnya, di pasar ini transaksi menggunakan keping tempurung sebagai alat tukar, dan tidak menggunakan kemasan plastik sekali pakai. Di pasar ini, warga desa berkesempatan mempromosikan hasil pertanian dan kuliner mereka secara luas kepada pengunjung dari berbagai kalangan.

Pengunjung dianjurkan membawa botol minum, tempat makan, dan tas belanjaan sendiri. Sedangkan para pedagang menggunakan daun pisang dan anyaman bambu sebagai kemasan dagangannya.

"Tujuan kami memakai kepingan tempurung sebagai alat tukar itu, selain unik, juga karena bisa memudahkan pedagang agar tidak lagi sibuk dengan uang kembalian, transaksi menjadi lebih mudah. Juga hal ini baik dilakukan, mengingat uang tunai menjadi salah satu potensi penyebar virus corona. Sedangkan larangan kemasan plastik sekali pakai adalah langkah dan kampanye kami untuk mengurangi sampah plastik yang menjadi krisis lingkungan saat ini." kata Awal.

Not Khatulistiwa yang sempat viral di media sosial. Sepetak sawah dibentuk seperti not balok musik ( Foto: Hartdisk)
info gambar

Berkaitan dengan Pasar Seni Warga yang ditujukan sebagai promosi potensi desa, Studio Pangan Warga menjadi semacam pelatihan untuk belajar dan berbagi pengalaman mengenai kuliner lokal dan khas Gorontalo, serta pengetahuan dalam mengolah pangan yang sehat dan aman.

Studio Pangan Warga ini mengundang para pembicara yang ahli di bidangnya, ahli gizi Dr. Arifasno Napu, M.Si., ahli keamanan pangan Prof. Fransiska Rungkat, M.Sc., Ph.D., dan pegiat pangan lokal Amanda Katili Niode, M.Sc., Ph.D.

Sebelum kegiatan ini, tahun sebelumnya Hartdisk juga melaksanakan festival panen padi "Maa Ledungga", pameran seni rupa dari media padi sawah “Not Khatulistiwa” oleh seniman Iwan Yusuf.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

Terima kasih telah membaca sampai di sini