Ngarot, Tradisi Memohon Kesuburan Tani Khusus Perawan dan Perjaka

Ngarot, Tradisi Memohon Kesuburan Tani Khusus Perawan dan Perjaka
info gambar utama

Hari itu, lembayung matahari pun belum terpancar. Namun kehidupan di Desa Lelea, Kecamatan Lelea, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, sudah mulai ramai. Para bujang dan cuwene—sebutan untuk para pemuda dan pemudi di Indramayu—sudah bergegas untuk mengenakan pakaian adat mereka masing-masing.

Terutama para cuwene yang sejak pukul 04.00 pagi tadi sudah mengantre untuk memakai riasan serta memasangkan segala perhiasan adat dari ujung kepala hingga ujung kaki. Bedak, gincu merah, tidak lupa riasan kelopak mata, secara apik dibubuhkan ke wajah setiap cuwene. Baju kurung atau baju kebaya, selendang Juwan, serta perhiasan emas harus tersemat rapih pada tubuh para cuwene.

Sedangkan riasan para bujang cenderung lebih sederhana karena mereka hanya mengenakan baju komboran berwarna hitam dan celana pangsi, serta kain untuk pengingat kepala yang mereka sebut sidamukti.

Bagi para cuwene, riasan paling penting adalah hiasan rangkaian bunga di kepala para cuwene. Rangkaian bunga kenangan, melati, cempaka, karniyem pundah, dan beberapa kembang yang terbuat dari kertas ini dirangkai dan dibentuk sedemikian rupa yang nantinya disematkan ke setiap kepala para cuwene.

Tidak boleh sembarang orang yang boleh menyematkan ‘’mahkota’’ bunga ini kepada para cuwene. Hanya mereka yang dianggap dan dipercaya memiliki kemampuan secara magis calam memasang cunduk bunga itu. Ini karena konon cunduk bunga ini sebagai tanda bahwa para cuwene yang mengikuti pawai nanti adalah para gadis yang masih suci alias masih perawan.

‘’Kalau mereka sudah tidak suci lagi, gadis yang ikut Ngarot akan ketahuan dari bunganya yang layu. Wallahu alam,’’ begitu kata warga Lelea.

Tradisi Ngarot Adalah…

Tradisi Ngarot
info gambar

Kalau sudah tiba waktu hari Rabu, pekan ketiga bulan November atau Desember, warga Desa Lelea akan berbondong-bondong mempersiapkan suatu ritual spesial yang sudah mereka lakukan secara turun-temurun itu.

Tradisi itu disebut tradisi Ngarot, yang merupakan upacara adat yang memiliki arti ucapan syukur terhadap datangnya musim tanam. Hari Rabu, pekan ketiga merupakan hari keramat dan dianggap hari baik untuk melakukan tradisi ini, sekaligus simbolisasi hari baik untuk menanam padi. Jadi, tradisi ini harus dilakukan pada hari Rabu, khususnya Rabu Wekasan.

Istilah Ngarot sendiri berasal dari bahasa Sunda yaitu ngaleueut yang artinya minum. Namun, Ngarot juga terdapat dalam bahasa Sansekerta yaitu ngaruat yang artinya bebas dari kutukan dewa.

Upacara Ngarot terdiri dari tiga bagian yaitu arak-arakan, seserahan, dan pesta pertunjukan. Setelah persiapan selesai, para bujang dan cuwene nantinya akan diarak dan dikawal menuju rumah Kuwu atau Kepala Desa sebelum dikawal untuk pawai berkeliling desa sampai ke perbatasan desa yaitu Desa Tamansari.

Bapak Kuwu beserta Ibu Kuwu akan berada di barisan paling depan. Diikuti oleh para cuwene, lalu para pemusik tajidor. Di barisan selanjutnya baru barisan para bujang yang kemudian disusul oleh iring-iringan pamong desa laki-laki yang diiringi oleh kesenian reog dan kesenian genjring (rebana). Baru di barisan paling belakang akan diikuti oleh keluarga dari para bujang dan cuwene.

Mikirun budak kena kumaa… (Memikirkan anak nantinya bagaimana…)

Kajen boga harta kudu tetep usaha… (Walaupun mempunyai harta harus tetap usaha…)

Kur ngora ulah poya-poya… (Ketika muda jangan berfoya-foya)

Kamberan kolot ulah sengsara… (Agar di masa tua tidak sengsara…)

Jelma laki kerja ewena usaha… (Mencari kekayaan bersama-sama…)

Neangan pekaya rukun runtut… (Mencari kekayaan bersama-sama)

Aturan agama kudu diturut… (Aturan agama harus dilaksanakan…)

Selamat dunia jung akheratna… (Selamat di dunia dan di akhiratnya…)

Itulah pembacaan petuah kekolot Lelea dahulu. Petuah itu dipercaya pertama kali diungkapkan oleh Ki Buyut Kapol, seorang tokoh yang terkenal loyal dan telah banyak memberi pengaruh di Desa Lelea pada abad ke-17. Ki Buyut ini pula yang pertama kali menciptakan budaya Ngarot dengan rela memberikan sawah seluas 26.100 meter persegi kepada masyarakat Lelea.

Nantinya sawah itu harus dijaga oleh seluruh warga Lelea karena tidak ada yang berhak memiliki sawah ini atas nama perseorangan.

Mengapa Harus Disimbolisasi Kepada Para Perawan dan Perjaka?

Tradisi Ngarot
info gambar

Para peserta budaya Ngarot yang merupakan pemuda-pemudi ini ternyata memiliki arti yang mendalam. Terutama pada prosesi seserahan. Ada beberapa tahap seserahan, yaitu:

  • Penyerahan benih padi oleh Kuwu kepada bujang.

Maksudnya agar bibit padi tersebut ditanam oleh para bujang supaya mendapat hasil panen yang melimpah.

  • Penyerahan kendi berisi air putih oleh istri Kuwu kepada cuwene.

Maksudnya agar benih padi yang ditanam tidak pernah kekurangan air sebagai air obat penyubur tanah sehingga padi yang ditanam memiliki hasil yang melimpah.

  • Penyerahan alat pertanian berupa cangkul dan pedang oleh Raksa Bumi—atau pamong pengurus sawah dan tanah desa—kepada bujang.

Maksudnya agar para bujang bisa menyuburkan tanaman padi. Terutama sawah warisan Ki Buyut Kapol.

  • Penyerahan pupuk oleh tokoh masyarakat atau tetua Lelea kepada bujang.

Maksudnya adalah agar pupuk tersebut dapat disebar di sawah ketika menggarap sawah dan para bujang mampu menyuburkan tanaman padi itu.

  • Penyerahan ruas bambu kuning, daun andong, daun kelaras, dan daun pisang klutuk wuluh oleh Lebe—para pamong pengurus pernikahan di desa—kepada bujang.

Maksudnya adalah agar dedaunan tersebut ditancapkan di tengah-tengah persawahan sehingga tanaman padi terhindar dari hama dan penyakit.

Secara keseluruhan para bujang dan cuwene dianggap masih memiliki tenaga yang lebih kuat untuk bisa menyuburkan sawah-sawah yang ada di Lelea. Sehingga itulah alasan mengapa hanya para pemuda dan pemudi yang masih suci yang berhak mengikuti prosesi ini.

Setelah seserahan selesai, maka resmi sudah tradisi Ngarot yang ditutup oleh hiburan-hiburan yang sudah disediakan para pamong. Para cuwene biasanya menyaksikan kesenian tari topeng, sedangkan para bujang telah disediakan hiburan kesenian ronggeng ketuk dan tanjidor. Tak jarang para bujang juga dipersilahkan untuk ikut menari.

Menariknya, budaya Ngarot juga kerap dijadikan sebagai ajang pertemuan jodoh. Semakin berkahlah Desa Lelea!

--

Sumber: Penerapan Nilai-Nilai Kearifan Lokal Tradisi Ngarot dalam Pembelajaran Sosiologi (2018), Ayu Rianti, Universitas Negeri Yogyakarta | voinews.com

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Dini Nurhadi Yasyi lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Dini Nurhadi Yasyi.

DY
MI
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini