Kongres Pemuda 2020: Harus Sepakat dan Percaya Kalau Kita Bisa Menang

Kongres Pemuda 2020: Harus Sepakat dan Percaya Kalau Kita Bisa Menang
info gambar utama

Sembilan puluh dua tahun yang lalu, pemuda-pemudi Indonesia berkumpul mengikrarkan sumpah pemuda. Ikrar sumpah pemuda diwakilkan pemuda dari berbagai latar belakang dan daerah. Dengan semangat Bhinneka Tunggal Ika, Sumpah Pemuda berharap agar Indonesia merdeka.

Kini, peringatan Sumpah Pemuda melalui Kongres Sumpah Pemuda 2020 akan mengangkat harapan apa yang pemuda inginkan untuk Indonesia? Kalau dulu para pemuda ‘’dipersatukan’’ oleh musuh besar yaitu penjajah, lalu ‘’musuh’’ yang seperti apa yang bisa mempersatukan pemuda pada masa sekarang?

Pada Studium Generale Sesi 1 Kongres Sumpah Pemuda 2020 (Senin, 26/10/2020) bertajuk ‘’Melihat Potensi Anak Muda Melalui Gerakan Perubahan’’, semua dikupas tentang hal apa yang bisa mempersatukan pemuda pada masa sekarang.

Tak dipungkiri, pada era digital masa kini pemuda-pemudi kerap dikaitkan dengan perkembangan digital atau sederhananya dengan pertumbuhan perusahaan rintisan (startup). Tidak salah, namun Andhyta F. Utami yang akrab disapa Afu, sebagai Co-Founder Think Policy Society ini memiliki pandangan lain.

‘’Pemuda itu bukan satu demografi yang kayak blackbox. Ada intersectional dari identitas tertentu yang dapat disalurkan dengan representasi yang berbeda-beda. Representasi pemuda itu yang masih cenderung diwakili oleh satu demografi yang sama atau cenderung tidak datang dari akar rumput,’’ papar Afu.

Padahal, Afu melihat dari sisi policy atau kebijakan publik, ada banyak pemuda-pemudi ini yang bisa dimanfaatkan dan dimaksimalkan, sesuai dengan kapabilitas dan kesempatan yang mereka dapatkan.

Terutama bagi mereka yang sudah masuk di dalamnya, seperti mereka yang bekerja menjadi pegawai negeri sipil (PNS), bekerja di kementerian, government relation di sektor swasta, sampai kepada mereka yang bekerja di lembaga swadaya masyarakat yang memengaruhi proses pengambilan keputusan kebijakan publik.

‘’Anak muda yang sudah di dalam sistem ini bisa lebih memiliki kapasitas meskipun pengaruhnya masih kecil, tapi mereka sudah berkontribusi secara langsung. Makanya kami ingin benar-benar invest karena lima tahun ke depan, mereka yang akan memegang kebijakan publik itu,’’ jelas Afu.

Hal yang harus ditekankan adalah pemuda-pemudi kini mempunyai intersectional identity issues. Afu mencontohkan bahwa ada mereka yang datang dari kelas sosial ekonomi yang berbeda, ada yang mewakili gender berbeda, serta ada pula dari identitas ras atau suku yang berbeda.

Sehingga apa yang dipahami oleh mereka bisa berbeda-beda. Namun siapapun representasi pemuda-pemudi itu bisa menjadi perwakilan. ‘’Kalau kecenderungan keterwakilannya datang dari startup maka apapun masalanya, solusinya akan kembali pada teknologi startup. Haha,’’ gelak Afu.

Bahkan tak sedikit dari mereka justru terjebak oleh pamor ketika anak muda mampu mendirikan startup yang telah digelontorkan dana yang tak sedikit oleh para investor. Bagi Sofian Hadiwijaya, CTO Warung Pintar yang juga menjadi teman diskusi, ia memang merasa miris akan keadaan itu. Sangat disayangkan ketika kekuatan pemuda-pemudi itu hanya dikeluarkan untuk mencari ketenaran.

‘’Sebenarnya balik lagi ke inti, apa sih yang mau di solve? Kalau kata Jack Ma, kalau produk kita ini bermanfaat, dengan sendirinya membuat akan namanya melejit. Bukan dicari-cari, bukan dibuat-buat. Kalau saya menyiasati itu dengan mencari mentor karena kadang anak muda belum terlalu punya banyak pengalaman. Dan kadang-kadang terlalu childish karena kita belum makan asam garamnya dunia,’’ papar Sofian.

Yang terpenting menurut Sofian adalah biarkan implikasi dari startup yang dia buat bicara dan mengangkat nama mereka.

Jadi, Apa yang Harus Dilakukan Pemuda Saat Ini?

‘’Kalau misalnya bertanya kapan waktu yang paling tepat untuk para pemuda itu bersatu dan membantu negara ini, maka jawabannya adalah sekarang. Banyak sekali PR bagi pemuda yang punya potensi maksimal untuk membantu negara ini,’’ papar Satya Radjasa, Managing Director Korn Ferry.

Satya menengaskan bahwa para pemuda-pemudi kini harus memiliki common purpose yang baik, ‘’Terutama terkait potensi-potensi negatif pasca pandemi. Karena nantinya akan sangat berbeda.’’

Terkait kompetensi apa yang harus dimiliki, Satya selalu menegaskan, ‘’Pemuda harus memiliki learning agibility yang baik, yaitu continuously learn, unlearn, relearn. Semua pasti dibutuhkan dalam jangka waktu yang cepat.’’

Sedangkan Pangeran Siahaan, CEO Asumsi.co lebih menegaskan bahwa apapun yang terjadi dengan negeri ini, dalam histori dan peradabannya, dunia ini seperti halnya memain kartu yang kemudian dikocong ulang.

‘’Krisis inilah yang terjadi di awal abad ke-20, perang dunia, krisis 1998, krisis 2008, dan yang kita alami sekarang. Di satu sisi memang kita prihatin karena banyak dampak yang terasa bagi banyak orang, tapi di sisi lain ini adalah kesempatan bagi kita untuk datang dengan solusi, dengan momentum tanding yang seperti ini,’’ jelas Pangeran.

Pangeran pribadi sangat percaya kepada pemuda-pemudi Indonesia yang telah membawa bangsa ini sebagai bangsa dengan kreativitas pemuda yang tak terbatas.

‘’Kita nggak pernah kekurangan cara untuk solusi sebuah masalah. Kita punya modal yang cukup. Sekarang kita perlu sepakat saja dan percaya bahwa kita bisa menang sebagai sebuah bangsa,’’ tegas Pangeran.

Selamat Hari Sumpah Pemuda, Kawan GNFI!

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Dini Nurhadi Yasyi lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Dini Nurhadi Yasyi.

Terima kasih telah membaca sampai di sini