(Benar-benar) Menunggu Kiprah Besar SEA Today, Saluran Internasional dari Indonesia

(Benar-benar) Menunggu Kiprah Besar SEA Today, Saluran Internasional dari Indonesia
info gambar utama

Suatu pagi di Bandara Internasional Abu Dhabi, Uni Emirat Arab, pada 2010. Saya sedang menunggu untuk boarding pesawat yang akan membawa saya ke London. Sangking paginya, TV di ruang tunggu baru saja menyala, dan menayangkan iklan selama beberapa saat, sebelum akhirnya merelay siaran dari sebuah negara tetangga Indonesia. Channel NewsAsia, stasiun berita internasional yang dikelola oleh MediaCorps, BUMN milik Singapura.

Saya sungguh tidak menyangka, bahwa "jangkauan pengaruh" Channel NewsAsia (CNA) sudah jauh menembus batas-batas Asia Tenggara. CNA tak hanya lagi membanggakan bagi rakyat Singapura, tapi sudah menjadi semacam referensi bagi orang-orang dari bagian dunia yang lain untuk ‘melihat’ Asia, dari kacamata (yang diinginkan pemerintah) Singapura.

Cobalah kita jalan-jalan ke Thailand, Malaysia, Australia, Vietnam, Kamboja, China, Philippine, Palau, Papua New Guinea, Hongkong, atau bahkan negara yang jauh seperti Solomon Islands, lalu hidupkan TV di hotel kita (yang ada TV satelit/kabelnya), dan kita akan menemukan Channel NewsAsia.

Dan ini tentu saja sangat menguntungkan bagi Singapura. Stasiun TV ini belum lama dibentuk oleh MediaCorp milik pemerintah Singapore, baru tahun 2001, tapi sudah direlay secara luas oleh banyak negara di dunia. Bahkan dalam banyak kesempatan, CNA ditempatkan sejajar dengan saluran-saluran dunia yang lain yang jauh lebih dulu besar, seperti BBC, CNN, dan Al Jazeera. Beberapa tahun lalu, menurut survey dari Ipsos, CNA telah menjaring penonton terbanyak untuk saluran berita yang fokus pada berita-berita Asia Pasifik.

Sumber
info gambar

Cukup spektakuler perkembangan CNA. Saluran ini betul-betul dimulai dari bawah, yang konon awalnya hanya ada beberapa meja dan ruangan yang tidak terlalu besar, dan kini sudah menjelma menjadi salah satu kekuatan media Asia yang disegani.

Diakui atau tidak, dengan memiliki CNA, Singapura yang kecil mungil menjadi seolah seukuran raksasa yang kuat, dan disegani. Saluran ini tentu saja memiliki peran strategis yang luar biasa, selain memperkenalkan Singapura yang modern, bersih, maju, kaya, juga membentuk opini begitu banyak orang di berbagai belahan dunia mengenai isu apa saja. Dan mudah diduga, opini yang mengarah pada keuntungan jangka panjang Singapura dan berbagai kepentingannya.

Dengan penontonnya yang lintas negara, lintas ekonomi, tentu CNA leluasa membangun reputasi Singapura, membangun hubungan baik dengan pihak-pihak yang menguntungkan negaranya, pun juga 'meruntuhkan' reputasi negara lain yang 'menganggunya', jika perlu.

Sungguh, kuat sekali singapura dalam hal ini dengan pengaruh medianya. Tetangga kita yang lain, Malaysia, rupanya tidak mau kalah dengan tetangga kecilnya itu. Namun dengan pendekatannya berbeda, sedikit lebih costly.

Jika Singapura menciptakan saluran ala BBC/CNN, Malaysia menginvasi Asia dengan acara-acara di channel-channel internasional yang sudah ada. Jangan kaget jika kita melihat berita dan promosi-promosi Malaysia lewat National Geographic, TLC, AFC, Bio, Disney Junior, History Channel, LI, Discovery Channels, dan masih banyak lagi.

Tentu Malaysia keluar uang yang tidak sedikit untuk promosi besar-besaran seperti itu. Namun ini sepadan dengan hasilnya, karena lebih efektif menjaring committed viewer, ketimbang dengan hanya memasang iklan tentang Malaysia.

Malaysia berhasil memoles story yang sebenarnya biasa-biasa saja, menjadi sebuah konten yang 'meriah' dan menghibur di kanal-kanal tersebut. Dan ini rasanya sudah membuahkan hasil. Dalam study "World's Best Countries 2020" yang dilakukan oleh BAV Group, The Wharton School of the University of Pennsylvania, dan US News World Report, posisi Malaysia lebih unggul dibandingkan Indonesia di dalam hal adventure, citizenship, pengaruh budaya, kewirausahaan, warisan budaya, menjadi penggerak di era sekarang, dan kualitas hidup rakyatnya.

Tentu saja, hal ini menggambarkan kenyataannya. Dan tentu saja, hal ini tak berarti bahwa misalnya, Malaysia lebih memiliki warisan budaya dibandingkan Indonesia. Namun, Malaysia lebih bisa dan mumpuni dalam mempromosikan apa saja budaya yang mereka punya, dan kemudian memengaruhi orang lain. Inilah pentingnya membangun reputasi, membangun branding, mengembangkan promosi yang cantik dan berkelanjutan.

Bagaimana dengan Indonesia. Kalau boleh jujur, Indonesia masih memakai cara-cara lama dalam membangun brandingnya. Dan rasanya, perlu banyak lagi yang harus dikerjakan. Mimpi-mimpi besar mendengungkan kekayaan Indonesia, menceritakan kisah-kisah paling indah dari negeri kepulauan terbesar di dunia, dengan budaya terhebat, dengan alam yang indah, kaya dan beragam. Dibarengi dengan kisah-kisah modernitas, dinamisme, dan lain-lain. Kira-kira seperti itu mimpinya.

Mimpi itu, kini dimulai dengan langkah kecil dengan meluncurnya SEA Today, atau Southeast Asia Today oleh Telkom. SEA Today merupakan kanal berita dengan target audiens publik internasional, yang dikelola oleh PT Metra Digital Media (MDM), anak usaha Telkom yang bergerak di bidang digital content media.

''Sudah saatnya kita dipandang dunia. Sudah saatnya kita bangkit, seperti para Pemuda yang bangkit menyatukan Indonesia di 28 Oktober 1928,'' ujar Menteri BUMN Erick Thohir dalam peluncuran SEA Today Rabu lalu (28/10/2020).

“Media yang baik adalah media yang bisa memberikan inspirasi dan persepsi yang baik, terutama meningkatkan citra Indonesia di mata dunia,” tambahnya.

Tak ketinggalan, Menteri Pariwisata & Ekonomi Kreatif Wishnutama menyampaikan SEA Today ini dapat menjadi sarana baru untuk memperkuat komunikasi publik mengenai pariwisata dan ekonomi kreatif ke khalayak internasional.

Di tahap awal, SEA Today direncanakan akan didistribusikan ke mancanegara melalui kemitraan dengan media internasional di 10 negara, beberapa diantaranya adalah Amerika Serikat, Inggris dan Korea Selatan. Secara sederhana, mungkin kita bisa berharap bahwa dalam satu dekade ke depan, SEA Today mampu mengenalkan Indonesia secara lebih luas lagi, dikenal dengan makanan yang enak, lebih banyak warga dunia yang bisa dengan cepat menunjukkan letak negara kita di dalam peta global, makin terbebas dari negative stereotype dan prasangka buruk, lalu orang-orang dari Indonesia juga makin disukai di dunia, dan produk-produk dari negara kita makin dikenal dan dibeli.

Benar-benar berharap.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Akhyari Hananto lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Akhyari Hananto.

AH
MI
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini