Pandemi, Literasi dan Regenerasi Kesadaran Sedari Dini

Pandemi, Literasi  dan Regenerasi Kesadaran Sedari Dini
info gambar utama

Pandemi Covid 19 telah banyak memberikan dampak terhadap permasalahan yang ada di Indonesia. Salah satunya adalah mengenai minimnya literasi yang dari tahun ke tahun semakin menurun. Sebelum pandemi hadir, minat untuk membaca sudah sangat kurang ini dibuktikan dengan data dari Kompas.com yang menyebutkan bahwa hanya 1 dari 1.000 orang Indonesia yang memiliki minat baca tinggi.

Padahal literasi adalah salah satu hal yang akan sangat membentuk cara berpikir seseorang dan memberikan kemampuan menganalisa sesuatu. Bukan hanya itu saja, literasi juga merupakan modal awal bagi generasi muda dalam mengerjakan hal baru seperti pekerjaan yang akan digeluti karena dari situlah potensi seseorang diuji. Dampak yang diberikan juga tak main-main, kualitas dan pola pikirnya juga akan berbeda. Orang-orang yang memiliki literasi yang baik akan mempunyai wawasan yang luas sedangkan yang tidak akan cenderung berpikir pendek.

Pada masa pandemi seperti saat ini masyarakat diharuskan untuk bekerja dari rumah dan anak-anak diwajibkan untuk sekolah secara online. Mereka dituntut untuk belajar secara mandiri dan mengerti dengan apa yang disampaikan melalui video yang dikirimkan oleh pengajar. Bukan hanya di kota yang mengalami hal ini termasuk juga di desa. Mereka yang berada di daerah dengan seluruh aspek kehidupan mereka tidak mendukung secara finansial maupun teknologi.

Di tengah situasi saat ini, mereka juga diharuskan untuk belajar secara mandiri tanpa adanya peran pengajar yang mendampingi. Wajar saja jika itu menjadi hal yang cukup sulit untuk dilakukan, mengingat kemampuan untuk menyerap pelajaran yang harus dilakukan dengan sendiri tanpa ada orang dewasa yang mendampingi.

Relawan yang membimbing anak-anak untuk mewarnai | Foto: Mona Destiana
info gambar

Sebut saja Desa Natai Raja yang terletak di Kabupaten Kubu Raya Kalbar. Desa yang hanya berjarak 2 jam dari kota ini kini mereka memiliki masalah yang lebih kompleks, seperti sinyal Internet yang telah masuk ke Desa akan tetapi tanpa literasi atau edukasi yang baik maka datangnya internet bukan menjadi sebuah bantuan tapi makin merusak anak-anak Desa.

Ini bisa terjadi karena tidak ada orang dewasa yang mendampingi saat belajar daring maka, yang terlihat adalah mereka nongkrong hingga tengah malam hanya untuk bermain game, media sosial, serta melihat kehidupan orang-orang di luar yang mereka tidak mengetahui proses bagaimana bisa berhasil tapi “ngotot” ingin seperti itu.

Mereka hanya akan berjalan di tempat dan memikirkan tentang bekerja dan mencari uang dan pada akhirnya akan kehilangan satu bagian utama yang terpenting yaitu mengembangkan diri. Akibatnya tanpa mengembangkan diri kualitas seseorang tersebut menjadi menurun.

Gambaran ini menunjukkan bagaimana kondisi literasi di pedalaman bukan karena kondisi pedalamannya. Tetapi, suatu bentuk representasi anak di pedalaman yang diharuskan untuk belajar dengan kemauan sendiri. Kalau mereka memiliki dorongan untuk belajar mengembangkan kemampuan diri, tentunya itu hal yang mudah untuk dilakukan.

Namun apabila kemampuan mereka masih minim, hal ini pastinya menjadi suatu masalah yang akan merugikan. Dampak kekurangan literasi juga bisa terlihat dari cara berbicara tanpa melihat data dan fakta serta wawasan menjadi lebih sempit.

Melihat hal itu, ternyata di masa pandemi ini banyak aktivis generasi muda yang menyadari akan permasalahan literasi di aspek pendidikan di Indonesia. Hal inilah yang mendorong pembentukan rumah baca dan kegiatan kunjungan bagi anak-anak yang berada di pedalaman. Bahkan yang paling terdekat di Kota Pontianak sudah ada beberapa komunitas yang mendirikan rumah baca sebelum pandemi Covid 19 melanda, Sebut saja Komunitas Love Borneo yang telah membangun 17 rumah baca di pelosok Kalbar.

Raynaldo Ginting selaku pendiri dari rumah baca ini mengajak relawan yang terdiri dari pemuda/pemudi untuk tiap minggunya bergiliran untuk mengajar dan mengadakan kegiatan yang mengasah pola pikir anak-anak yang berada di Desa. Saat pandemi mereka juga menggunakan protokol kesehatan seperti masker dan jumlah relawan yang berkunjung juga lebih dikurangi.

Relawan yang mengajari anak-anak
info gambar

Sekitar 40 anak yang terdiri dari usia 7 hingga 15 tahun telah bergabung di rumah baca tersebut. Berbagai permainan menarik ditawarkan untuk menarik minat baca mereka seperti story telling yang dibawakan dengan atribut yang menarik seperti meminta anak-anak menjadi pemeran dari cerita yang dibawakan atau menceritakan kisah melalui boneka panggung beserta atribut yang mendukung.

Selain itu ada juga permainan scribble, tak lupa relawan juga mengajak mereka untuk bercengkarama sekedar membahas buku apa yang telah mereka baca dan sukai. Buku yang dibahas juga ringan seperti buku anak-anak yang bergambar atau dongeng. Respon yang berikan juga cukup positif seperti mereka yang tidak pernah menyukai yang namanya buku cerita akhirnya pelan-pelan mulai tertarik dan membacanya.

Gerakan melek literasi harus dimulai sejak awal meski tidak mudah agar terjadi regenerasi. Hanya bermodalkan buku, waktu dan tenaga saja itu sudah sangat membantu. Literasi tidak bisa dilakukan seorang diri saja, perlu adanya komunitas yang mendukung adanya pergerakan tersebut. Komunitas literasi yang beranggotakan kaum muda akan menolong generasinya untuk mengubah perilaku dan sehingga dapat lebih kritis terhadap suatu bacaan.

Untuk menumbuhkan kesadaran mengenai bacaan bukan hanya dilakukan oleh satu individu saja akan tetapi bisa dilakukan dalam bentuk komunitas literasi yang kegiatannya dapat melatih dan membangun kebiasaan untuk membaca dan menulis. Semoga, generasi muda dapat mengemban harapan besar yang disandarkan dipundaknya yaitu kedepannya bisa mengabarkan informasi dengan kemampuan literasi yang lebih baik.*

Sumber: Kompas | Suaramerdeka | Thecoversation

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

Terima kasih telah membaca sampai di sini