Ini Alasan Indonesia Tidak Jadi Tuan Rumah KTT G20 2023

Ini Alasan Indonesia Tidak Jadi Tuan Rumah KTT G20 2023
info gambar utama

Menjadi satu-satunya negara Asia Tenggara yang menjadi anggota Grour of 20 (G20) dunia, membuat kehadiran Indonesia dapat menjadi representasi untuk membawa kepentingan dan masalah-masalah yang dihadapi oleh negara-negara berkembang lainnya.

Indonesia yang diwakili oleh Presiden Joko Widodo, Menteri Keuangan Sri Mulyani, dan Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo setiap tahunnya wajib untuk hadir dan berpartisipasi pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20. Setiap tahun presidensi atau tuan rumah KTT digilir. Dan Indonesia seharusnya mendapat jadwal akan menjadi tuan rumah KTT G20 pada tahun 2023.

Namun pada tahun tersebut Indonesia tidak bisa menjadi tuan rumah.

Tukar dengan India

Presidensi India KTT G20
info gambar

Menteri Luar Negeri, Retno Marsudi menyampaikan alasan Indonesia tidak jadi menjadi tuan rumah KTT G20 2023 karena Indonesia akan bertukar dengan India. Hasilnya pemerintah Indonesia menyatakan bakal menjadi tuan rumah KTT G20 2022. Sedangkan India bakal mengetuai perhelatan ekonomi terbesar itu pada 2023.

‘’Mengingat pada 2023 kami akan memegang pimpinan ASEAN, Indonesia sudah berdiskusi dengan India,’’ kata Menlu Retno dikutip Kompas.com (22/11/2020).

Setelah KTT G20 2020 ini sudah berakhir dengan tuan rumah yaitu Arab Saudi, KTT G20 2021 nanti akan dilangsungkan di Italia. Meski dalam keadaan pandemi, KTT G20 2020 yang seharusnya dilaksanakan di Arab Saudi itu tetap dilaksanakan melalui virtual dan seluruh perwakilan presiden dari seluruh negara G20 hadir.

Pada perhelatan yang akan dilaksanakan pada 2022 mendatang itu, Indonesia akan menjadi Troika—tiga pihak yakni ketua sebelumnya, ketua saat ini, dan ketua mendatang—bersama Italia yang menjadi tuan rumah pada 2021 dan India yang menjadi tuan rumah pada 2023.

Mulai tahun 2021, pemerintah Indonesia sudah mulai bekerja sama dengan Italia yang akan mengangkat tiga tema besar yaitu People, Planet, dan Prosperity atau 3P. Tema People akan membahas upaya mengatasi kesenjangan dan mempromosikan kesempatan yang sama.

Tema Planet membahas pelaksanaan Paris Agreement mengenali lingkungan. Tempa Prosperity membahas upaya mempercepat teknologi baru dan transformasi digital sebagai sumber pertumbuhan kualitas kehidupan yang lebih baik.

Menkeu Sri Mulyani menjelaskan, tiga tema besar itu akan mencakup pembahasan mengenai finansial infrastruktur, regulasi finansial, dan inklusi finansial. Yang tentunya memiliki relevansi dengan agenda Indonesia di KTT tahun berikutnya. Sedangkan yang akan menjadi fokus pembahasan Indonesia pada forum ekonomi terbesar tahun 2022 mendatang adalah agenda pembahasan mengenai financial track.

‘’Di bidang finance track, presidensi Italia akan fokus kepada isu kesehatan, kerangka pertumbuhan yang kuat, infrastruktur financing, international financial architecture, financial regulation, financial inclusion, internasional taxation, dan green agenda,’’ papar Sri Mulyani mengutip laman Setkab.go.id.

Untuk mempersiapkan financial track tersebut, pemerintah Indonesia akan bekerja sama dengan lembaga-lembaga terkait di Indonesia, salah satunya Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, dan semua kabinet yang bisa mempersiapkan agenda-agenda di bidang keuangan ini.

Hasil Akhir KTT G20 2020

Hasil KTT G20 2020
info gambar

Pertemuan G20 Riyadh Summit 2020 di Arab Saudi yang berakhir pada 22 November 2020 lalu ini pada akhirnya menghasilkan deklarasi akhir para pemimpin negara anggota G20, sebagai berikut.

‘’Kami, para pemimpin negara-negara G20, bertemu untuk kedua kalinya di bawah kepemimpinan Saudi, bersatu dalam keyakinan kami bahwa aksi global yang terkoordinasi, solidaritas, dan kerja sama multilateral lebih diperlukan saat ini untuk mengatasi segala tantangan dan mewujudkan peluang di abad ke-21 untuk semua yang memberdayakan manusia, menjaga planet, dan membentuk batas baru,’’ tulis mereka dalam deklarasi resmi tertulis di Riyadh yang dikutip Okezone.com (23/11/2020).

Namun satu hal yang ditegaskan adalah bahwa satu deklarasi mengenai tindakan luar biasa yang harus segera diselesaikan dan diserukan para anggota ekonomi terbesar di dunia tersebut, yaitu mengatasi pandemi Covid-19 dan dampak kesehatan.

Penyelesaian pandemi ini tentu mencakup masalah sosial dan ekonomi yang terkait, termasuk melalui penerapan tindakan stabilitas fiskal, moneter, dan keuangan yang belum pernah terjadi sebelumnya. Untuk itu, mereka juga turut menyatakan dukungan soal Menu Opsi Kebijakan G20.

Itu merupakan deklarasi untuk meningkatkan akses peluang untuk semua negara yang dapat digunakan secara optimal untuk mendukung respons langsung terhadap pandemi Covid-19. Nantinya setiap negara akan menuju pemulihan yang kuat, berkelanjutan, seimbang, dan inklusif.

Selain itu ada satu hal pembahasan yang belum sampai pada titik kesepakatan para negara G20, yaitu mengenai perpajakan internasional. Para menteri keuangan negara anggota G20 bersama dengan The Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) sebenarnya sudah merumuskan prinsip-prinspi perpajakan internasional.

Sayangnya dalam pertemuan G20 Riyadh tahun 2020 ini belum ada kesepakatan. Sri Mulyani mengharapkan tahun depan, pada presidensi Italia, sektor ini dapat menemui titik kesepakatan. Ini karena ada upaya untuk menghilangkan Base Erosion and Profit Shifting (BEPS) yang saat ini masih banyak dilakukan.

--

Sumber: Kompas.com | Economy.Okezone.com | Setkab.go.id | Medcom.id

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Dini Nurhadi Yasyi lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Dini Nurhadi Yasyi.

Terima kasih telah membaca sampai di sini