Kisah Komikus Indonesia yang ‘’Kaya Raya’’ Karena Angkat Kisah Nusantara

Kisah Komikus Indonesia yang ‘’Kaya Raya’’ Karena Angkat Kisah Nusantara
info gambar utama

Besar dari keluarga yang suka dengan dongeng, cerita, dan kisah-kisah tentang Nusantara membuat Sweta Kartika seolah sudah menyadari arah masa depannya. Apalagi Bapaknya, yang terkenal sebagai pendongeng cerita wayang dan seorang illustrator handal memang membesarkan Sweta dengan sikap keras untuk terus tekun menggambar.

Bahkan saat Sweta bingung untuk menentukan jurusan kuliah apa yang hendak ia ambil, Bapaknya bilang, ‘’Nggak usah kuliah juga nggak apa-apa karena merasa sudah ada bekal [bisa] menggambar. Saya sangat beruntung sangat di support sampai hari ini,’’ ungkap pria asal Kebumen yang kini menetap di Bandung itu.

Bapak seorang pendongeng wayang, Ibu seorang pendongeng pendekar. Kalau harus memilih, Sweta mengaku tidak terlalu tertarik untuk cerita wayang.

‘’Nggak tau kenapa, saya merasa itu terlalu fantasi. Kalau [kisah] pendekar itu lebih dekat, lebih keren karena [adegan] berantem. Kalau wayang lebih kepada value,’’ungkap Sweta.

‘’Ketika Bapak saya bercerita tentang wayang, ceritanya saya tidak tertarik tapi visualnya saya tertarik. Kodratnya sebagai orang kampung pasti dekat dengan budaya,’’ lanjutnya.

Nama Sweta kini lebih banyak dikenal sebagai komikus yang selalu mengeluarkan ciri khasnya. Komik-komik hasil karya Sweta kerap sangat kental dengan visual ke-Nusantara-an. Sebut saja komik berjudul Pusaka Dewa dan Journal of Terror yang merupakan komik horor yang kental akan budaya Jawa. Dimulai dari percakapan bahkan bahasa umpatan-umpatan Jawa pun disajikan dengan aksara Jawa.

Adapun komik bergenre gama romance berjudul Grey dan Jingga, ada pula Nusantara Ranger tentang para pemuda yang dating dari berbagai pulau di Indonesia yang mendapatkan kekuatan hewan yang mewakili dari pulau-pulau tersebut. Tugas mereka adalah melindungi dari ancaman monster.

Sekilas mirip dengan kisah Power Ranger, namun bedanya kisah ini sangat kental ke-Indonesia-annya.

Mengangkat Kisah Keris yang Bikin Penasaran

Komik Keris
info gambar

Komik berjudul Pusaka Dewa adalah komik yang menceritakan tentang keris, salah satu senjata dan pusaka Indonesia. Saat menjadi pembicara dalam bincang Membumi Lestari x Good News From Indonesia (GNFI), 1 Desember 2020 lalu, Sweta mengaku bahwa menyelesaikan komik ini adalah untuk memenuhi kepuasan batinnya yang ingin mengakrabkan keris ke generasi muda.

‘’Ketika dirilis komiknya, orang tuh pada kaget, ini menarik kok senjata ada namanya,’’ tutur Sweta dalam bincang-bincang bertajuk Wayang, Komik, dan Literasi Visual Nusantara itu.

Bagi Sweta yang lahir dan tumbuh di tengah masih kentalnya budaya wayang dan kisah-kisah Jawa, Sweta tahu persis bahwa bukan hanya bagian-bagian dari kerisnya saja yang memiliki arti, siapa yang memegang keris itu juga memberi pengaruh—alias kekuatan—yang berbeda meski kerisnya sama.

‘’Saat saya ke Yogya mengerjakan tugas akhir, saya menemukan Empu generasi terakhir, penempa keris kerator terakhir dan saya merasa, waduh ini sudah masa-masa kayak gini sudah mau berakhir. Saya mau minimal orang tahu dan akrab dulu [dengan keris],’’ tuturnya kala menjelaskan kisah di balik layar komik yang kini juga tersedia kartu permainannya itu. Nama permainannya ‘’Keris Tanding’’.

Menghadapi kenyataan seperti itu Sweta merasa bahwa dirinya harus ambil andil dengan membuat cerita tentang keris. Sweta ingin membuat layaknya pintu yang menarik untuk orang lain agar mereka bisa masuk dan ingin mengetahui tentang keris.

‘’Saya bikin cerita fantasinya. Bikin cerita sendiri ada keris-kerisnya, tapi tidak sebagai elemen utama, tidak jadi penggerak cerita. Saya bikin keren karyanya. Saya effort mengerjakannya. Dengan begitu, orang non-Jawa pasti akan effort sedikit baca nama-nama kerisnya. Jadi orang itu lidahnya harus sudah biasa dengan nama-nama keris itu,’’ jelasnya.

Indonesia Butuh Para ‘’Pendekar’’ Untuk Sadar Bahwa Kita Kaya Raya

Tak mau sendiri, Sweta juga kini tengah mengembangkan sebuah padepokan para komikus dengan mendirikan perusahaan rintisan melalui Studi Wanara di Bandung. Sweta sadar bahwa sudah banyak orang yang memiliki ketertarikan atau bahkan memilih untuk kembali ke akar. Yang artinya banyak dari mereka yang memilih untuk mengangkat kisah dan nilai berlatar Nusantara.

Bagi Sweta, negeri ini paling tidak harus punya banyak karya, banyak kisah, banyak komik sendiri dulu. ‘’Makin spesifik, makin bagus. Banyak aja dulu karyanya. Hajar aja dulu. Spesifik untuk suka di satu [kisah] itu bagus,’’ katanya.

Hal itu pula yang pada akhirnya membuat Sweta menyebut para komikus di padepokannya sebagai ‘’pendekar’’.

‘’Pendekar yang harus menciptakan jurus, yaitu judul komik, dan kamu harus rawat itu. Ini tentang kehormatan. Ini jadi seperti berteater di Padepokan Ragasukma. Ketika mereka memperkenalkan diri sebagai Pendekar Ragasukma, langsung menempatkan diri sebagai kreator dan pendekar,’’ jelas Sweta.

Sweta Kartika
info gambar

Bagi Sweta, penting untuk para komikus ini membuat karya yang menjadi pijakan untuk membuat pembaca tertarik mengejar tentang kebenaran budaya negeri ini.

‘’Budaya itu bukan klenik. Budaya itu budidaya, pola hidup, yang kita ramu menjadi satu. Dan kalau semuanya kita riset, memang basic dari semua ini adalah kesenian. Zaman dulu kesenian itu untuk Tuhan. Seni dan Tuhan itu dekat sekali. Ini jadi bekal dan pondasi dari pola pikir dan pola karya untuk menentukan ide ke depannya seperti apa.’’

Sweta ingat kala ia ke Jepang, ada yang bertanya seperti ini, ‘’Indonesia itu bangsanya banyak. Mereka menyebutnya bangsa. Kalau Timur Tengah bangsanya satu, negaranya banyak. Nah, gimana caranya kamu mengambil satu karakter yang menggambarkan Indonesia, misalnya karakter Jawa, tanpa membuat yang lain iri?’’

Seperti diberi sebuah tamparan yang meleset, Sweta mengaku bingung menjawab pertanyaan itu. ‘’Lagian kenapa harus iri?’’ pungkasnya.

Baru dari situ, Sweta sadar.

‘’Dari duu kita sudah punya semboyan ‘Bhinneka Tunggal Ika’. Jadi kita merasa kalau beda-beda dalam satu itu keren. Beda-beda dalam satu ikatan itu keren. Jadi kita nggak merasa iri karena terwakilkan sebagai Indonesia. Kita mau ngebelah-belah Indonesia gimana pun caranya nggak bisa. Orang asal muasalnya sudah satu. Pasti sulit.’’

‘’Dan kita tidak pernah sadar kalau kita seperti itu bentuknya. Saya sadar, oh iya ya itu kekayaan kita. Kekayaan kita itu keberagaman. Makanya saya jarang bikin komik yang karakternya tunggal, pasti karakternya banyak. Jadi memang kebiasaan itu saya bawa ke cara saya bernarasi.’’

‘’Itu kekuatan kita. Pesan saya, coba angka itu. Dan orang akan bingung kenapa kita bisa sehebat ini.’’

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Dini Nurhadi Yasyi lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Dini Nurhadi Yasyi.

Terima kasih telah membaca sampai di sini