Olah Depresi dengan Manajemen Stres Sebagai Soft Skill

Olah Depresi dengan Manajemen Stres Sebagai Soft Skill
info gambar utama

2017 lalu, dunia digemparkan dengan kasus bunuh diri yang dilakukan Jonghyun Kim, salah seorang member boyband asal Korea Selatan ‘SHINee’. Depresi menjadi salah satu penyebab ia mengakhiri hidupnya. Di tahun yang sama, musisi utama band Linkin Park, Chester Bennington juga mengakhiri hidupnya setelah mengalami depresi yang cukup lama, tanpa penanganan yang tepat.

Berdasarkan kasus di atas, ada persamaan krusial yang melatarbelakangi seseorang melakukan bunuh diri, yaitu depresi walau dengan alasan yang berbeda. Dilansir dari Psychology Today, penyebab nomor satu bunuh diri adalah depresi.

Ilustrasi Karyawan Stres | Foto: Unsplash
info gambar

Data dari World Health Organization (WHO) menyebutkan kurang lebih 20 persen individu mengalami masalah kesehatan mental. Jenis masalah kesehatan mental yang umum terjadi adalah depresi dan kecemasan. WHO juga menyatakan bahwa 75 persen gangguan mental emosional memang umum terjadi sebelum usia 24 tahun, atau dalam rentang usia remaja.

Di Indonesia sendiri, data dari Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 dan data rutin dari Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan, jumlah orang yang mengalami gangguan kesehatan mental terus mengalami peningkatan di Indonesia.

Menurut data tersebut, sekitar 14 juta orang yang berusia di atas 15 tahun mengalami gangguan kesehatan mental emosional, berupa gejala depresi dan kecemasan. Jumlah ini ada di kisaran 3 persen dari 450 juta penderita gangguan kesehatan mental di seluruh dunia berdasarkan data WHO.

Isu kesehatan mental masih terdengar asing dibandingkan isu kesehatan fisik. Pemberian imunisasi atau suntik untuk menangani sakit secara fisik, lebih nyata dilakukan sehingga orang awam mudah untuk mengenalinya. Sedangkan sifat gangguan mental yang lebih mudah disembunyikan dan tidak tampak jelas dari luar, atau dampaknya yang tidak terlalu terasa secara langsung membuat isu ini menjadi isu sekunder atau tidak terlalu penting.

Namun, hal itu tidak berarti kesehatan mental tidak sama pentingnya dengan kesehatan fisik. Kesehatan mental yang baik adalah suatu kondisi di mana seseorang mampu mengelola masalah yang dialami dengan baik, dapat beradaptasi, dapat mengendalikan diri, dan bersikap bijaksana dalam menghadapi masalah.

Stigma dianggap sebagai orang gila atau orang yang kurang dekat dengan agama sering dialamatkan kepada para penyintas. Hal ini yang kemudian menyebabkan banyak penyintas yang tidak mencari bantuan atas kondisi mereka. Semakin mereka tidak mendapatkan akses yang baik, maka akan semakin parah kondisi kejiwaannya.

Akhir-akhir ini, muncul fenomena self diagnosis di mayoritas masyarakat dengan kesadaran isu kesehatan mental. Self diagnosis adalah upaya mendiagnosis diri sendiri berdasarkan informasi yang didapatkan secara mandiri, misalnya dari teman atau keluarga, bahkan pengalaman sakit di masa lalu. Hal ini sangat keliru karena orang yang bisa memberikan diagnosis hanya tenaga profesional.

Adapun langkah untuk menghindar self diagnosis, pertama menceritakan keadaan yang dialami kepada keluarga, teman, dan kerabat yang dipercayai. Setelah itu cari pertolongan profesional, dalam hal ini ke arah psikolog. Psikolog akan melakukan penilaian berdasarkan gejala-gejala yang dialami, lalu memberikan diagnosis.

Cintailah diri sendiri | Foto: Unsplash
info gambar

Maka dari itu, penting bagi individu untuk memiliki manajemen stres yang baik. Manajemen stres pun termasuk salah satu jenis soft skill yang saat ini harus dimiliki tiap individu, terutama remaja.

Banyak pula remaja yang sering menghadapi banyak kesulitan karena emosi masih labil. Untuk itu, dalam hal ini, manajemen stres sebagai soft skill merupakan solusi bagi remaja untuk menjaga kesehatan mental. Manajemen stres dapat dilakukan dengan melakukan kegiatan yang positif, mengatur waktu dengan baik, dan mengolah emosi serta pikiran dengan baik.

Tidak hanya remaja, setiap individu penting untuk bisa memanajemen stres. Dengan begitu, emosi dan pikiran dapat stabil. Segala aktivitas yang dilakukan pun menjadi lebih terarah dan memiliki tujuan hidup yang jelas.* (YUS)

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Kawan GNFI Official lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Kawan GNFI Official.

Terima kasih telah membaca sampai di sini