Pandemi Belum Pergi, Apa Kabar Maskapai-Maskapai Asia Tenggara?

Pandemi Belum Pergi, Apa Kabar Maskapai-Maskapai Asia Tenggara?
info gambar utama

Di berbagai negara di seluruh dunia, pandemi tetap menjadi penyebab utama beratya ekonomi. Tak terkecuali di kawasan yang selama ini tumbuh positif, yakni Asia Tenggara. Salah satu sektor yang begitu terpukul akan pandemi ini adalah dunia penerbangan komersial. Maskapai-maskapai penerbangan dari 10 negara Asia Tenggara melakukan berbagai rupa cara untuk tetap bertahan dengan mengindari pengurangan karyawan secara besar-besaran, pun tetap berupaya bersiap diri mengantisipasi jika penerbangan komersial sudah bisa dilakukan kembali secara masif.

Namun, yang ditunggu masih belum datang. Pandemi masih mencengkeram hebat, dan para maskapai pun harus terus berusaha kuat. Sampai kapan?

Malaysia Airlines Bhd (MAB) adalah salah satu dari dua maskapai penerbangan di Asia Tenggara yang menderita. Setelah selesai memberlakukan lockdown dan beberapa lockdown terbatas di berbagai wilayah, kini Malaysia kembali diserang gelombang kedua Covid19. MAB yang penuh dengan beban hutang sedang dalam pembicaraan dengan berbagai lessor dan kreditor untuk merestrukturisasi hutang mereka, tetapi mengatakan bahwa maskapai nasional negeri jiran tersebut kehabisan uang pada bulan November lalu. MAB saat ini dimiliki oleh sovereign wealth fund (SWF) Khazanah Nasional, dan beberapa hari lalu bocor surat dari Khazanah yang menyatakan akan berhenti mengucurkan dana bagi MAB dan sebagai gantinya, Khazanah akan mendukung financial menopang maskapai regionalnya, Firefly.

Pada 15 Oktober lalu, perusahaan induk MAB, Malaysia Aviation Group, mengonfirmasi bahwa Firefly akan memulai operasi pesawat jetnya pada kuartal pertama 2021, dengan 10 pesawat Boeing 737-800 yang kemungkinan di'pinjamkan' oleh MAB. Melihat perubahan pola perjalanan yang akan banyak ke jarak pendek dan liburan domestik, Firefly akan mengoperasikan pesawat-pesawat tersebut dari bandara Penang, bergabung dengan armadanya yang terdiri dari 12 unit pesawat ATR72-500.

Maskapai FireFly Boeing 737-800. Andalan baru Malaysia? | World Airlines News
info gambar

Maskapai berbiaya rendah terbesar di Asia Tenggara, AirAsia, juga menghadapi tantangan yang serupa. Pelru di ingat, AirAsia adalah salah satu maskapai yang memesan pesawat baru dengan jumlah terbanyak di dunia, yakni Airbus A320neo dan A330neo. Kini AirAsia terpaksa menunda pengiriman pesawat-pesawat tersebut dan sedang dalam pembicaraan untuk mendapatkan pinjaman lebih lanjut serta berusaha merestrukturisasi hutang. AirAisia juga telah menutup AirAsia Jepang, menghapus 49% sahamnya di Thai AirAsia X, dan membekukan sepenuhnya operasional AirAsia X Indonesia. CEO dan pendiri Grup AirAsia Tony Fernandes kini berusaha untuk mengembangkan produk-produk digital dan juga e-commerce untuk membantu perusahaan melewati krisis, membuka restoran, dan mempromosikan layanan belanja dan pengiriman uang secara online.

Sebelum pandemi, ada desas-desus bahwa Malaysia Airlines dapat bergabung dengan AirAsia, kini kemungkinan tersebut hampir pasti tak ada lagi, karena tidak mungkin ada investor yang akan melakukan lindung nilai (hedge) pada dua maskapai dengan hutan yang menggunung.

Kabar lain juga datang dari Vietnam, negara yang sedang menikmati pertumbuhan fantastis dalam industri penerbangan komersial. Di masa pandemi ini, maskapai-maskapai Vietnam sempat berharap bahwa nasib baik akan menghampiri mereka setelah negara tersebut berhasil mengendalikan penyebaran Covid19 di bulan-bulan awal. Mereka berharap penerbangan domestik akan kembali normal, dan menutup kerugian-kerugian yang disebabkan pandemi. Harapan tinggal lah harapan. Pada bulan Juli 2020, Covid kembali mengganas di salah satu kota terbesar Vietnam, Da Nang dan memaksa pemerintah memberlakukan kembali larangan penerbangan komersial. Belum selesai, bukan Oktober topan Molave yang paling dahsyat dalam 20 tahun terakhir melanda Vietnam selama beberapa minggu berturut-turut, yang menyebabkan pembatalan penerbangan massal.

Meskipun menjadi salah satu pasar penerbangan paling cemerlang di Asia Tenggara beberapa tahun belakangan, kementerian perhubungan Vietnam telah menghentikan persetujuan maskapai baru sampai industri tersebut pulih sepenuhnya.

Thailand yang bergantung pada pariwisata dan maskapai nasional Thai Airways, terkulai lemas ketika pandemi menyerang dan penerbangan internasional ditutup. Pada bulan September 2020, Thai Airways menerima persetujuan dari pengadilan negara tersebut untuk menyusun rencana reorganisasi bisnis, yang tidak akan ditinjau hingga kuartal pertama 2021. Sementara itu, Thailand telah menerima kedatangan gelombang pertama turis asing di bawah sistem visa turis khusus, di mana penumpang dari negara-negara "berisiko rendah" dapat memasuki negara tersebut untuk masa tinggal lama hingga 270 hari.

Thai Airways mencoba menjembatani kesenjangan pendapatan dengan menawarkan restoran bertema maskapai penerbangan, mengatur tur berbayar, dan bahkan menjual jaket pelampung kedaluwarsa yang telah direnovasi menjadi tas tangan dan dompet.

Di Singapura, pemerintah berfokus pada pembangunan green lane dan air travel bubble dalam upaya untuk memulai sektor penerbangan, sambil tetap waspada terhadap kebangkitan virus. Salah satu yang paling dinantikan adalah jembatan udara dengan Hong Kong, yang memungkinkan perjalanan bebas karantina diizinkan untuk kedua sisi, termasuk untuk rekreasi dan non-penduduk. Lonjakan mendadak dalam kasus Covid19 di Hong Kong memaksa peluncuran jembatan udara ditangguhkan tanpa batas waktu. Baik Singapura maupun Hong Kong adalah dua negara yang tidak memiliki pasar domestik, jadi jembatan udara tersebut akan menjadi sangat penting bagi kedua negara dan juga akan menguji berapa banyak permintaan perjalanan internasional.

Singapura juga secara proaktif membuat pengaturan bebas karantina secara timbal balik atau pun sepihak dengan negara-negara termasuk Jepang, Selandia Baru, Brunei dan, yang terbaru, Australia dan Cina. Singapore Airlines (SIA) berhasil mengumpulkan tambahan dana S $ 1,3 miliar melalui investor swasta pada November 202, menambah total S $ 12,7 miliar yang dikumpulkan sejak April 2020, tanpa dana talangan langsung dari pemerintah.

Mengantisipasi permintaan kargo udara ke timur laut AS, SIA juga melanjutkan penerbangan komersial nonstop terpanjang di dunia pada bulan November 2020, dari Singapura ke New York-JFK. Penerbangan sejauh 8287 nautical miles tersebut menggunakan Airbus A350-900 standar. Memanfaatkan jaringan transit maskapai yang kuat ke Asia dan Australia, SIA diharapkan menjadi yang pertama keluar dari krisis setelah permintaan penumpang ke AS pulih dengan rute eksklusif ini.

Pasar penerbangan terbesar Asia Tenggara, yakni Indonesia, juga sangat terdampak dengan merebaknya Covid19. Maskapai terbesar Indonesia, Lion Air, telah merumahkan 2600 karyawan, AirAsia Indonesia 873 karyawan, dan maskapai plat merah Garuda Indonesia merumahkan 825 karyawan. November lalu, Garuda Indonesia juga mengumumkan kerugian fantantis, yakni $ 1 milyar (kira-kira Rp. 14 Trilyun).

Bandara Soekarno-Hatta, menunggu bangkit | Trens Asia
info gambar

Perlahan, penerbangan domestik mulai dibuka meski dengan protokol kesehatan yang ketat, dan jumlah penumpang dibatasi. Pemerintah Indonesia sendiri sudah menghapus passenger service charge (PSC) yang selama ini dibebankan kepada penumpang, yang membuat harga tiket lebih murah. Bandara-bandara di Indonesia juga sudah bersiap beroperasi normal, meski dengan jumlah penerbangan dan jumlah penumpang yang jauh lebih sedikit dibanding dengan sebelum pandemi. Asosiasi Maskapai Penerbangan Nasional Indonesia (INACA) memproyeksikan jumlah penumpang pesawat mencapai sekitar 45,8 juta pada akhir tahun 2020, turun 40 persen dari tahun lalu.

Jalan kepulihan masih panjang, namun semoga vaksin yang telah datang di Indonesia belum lama ini, akan membawa perubahan. Semoga pandemi segera berlalu, dan sektor penerbangan bengkit dan kuat, lebih dari sebelumnya.


Referensi:

Chen Chuanren Based in Singapore, et al. “ANALYSIS: A Mix of Fates For Southeast Asian Carriers.” Aviation Week Network, 2 Dec. 2020, aviationweek.com/air-transport-month/analysis-mix-fates-southeast-asian-carriers.

“Thai Airways Earning over S$431,700 a Month from Selling Fried Dough Sticks.” Mothership.SG - News from Singapore, Asia and around the World, mothership.sg/2020/10/thai-airways-fried-dough-sticks/.

Cirium2020-10-15T06:11:00+01:00. “Khazanah Banking on Firefly If MAB Restructuring Fails: Report.” Flight Global, 15 Oct. 2020, www.flightglobal.com/strategy/khazanah-banking-on-firefly-if-mab-restructuring-fails-report/140616.article.

Anwar, Muhammad Choirul. “Terancam Bangkrut, Ini Deretan Maskapai RI Yang Lakukan PHK.” News, 14 Aug. 2020, www.cnbcindonesia.com/news/20200814111927-4-179808/terancam-bangkrut-ini-deretan-maskapai-ri-yang-lakukan-phk.

The Jakarta Post. “Indonesian Airline Garuda Posts $1 Billion Loss by End of Q3 amid Weak Demand.” The Jakarta Post, www.thejakartapost.com/news/2020/11/10/garuda-posts-1-billion-loss-by-end-of-q3-amid-weak-demand.html.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Akhyari Hananto lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Akhyari Hananto.

Terima kasih telah membaca sampai di sini