Mengenal Bima, Wilayah Terpanas di Indonesia dan Segala Polemik Kisah Sejarahnya

Mengenal Bima, Wilayah Terpanas di Indonesia dan Segala Polemik Kisah Sejarahnya
info gambar utama

Sebagai salah satu daerah yang terletah di Pulau Sumbawa, Nusa Tenggara Barat, secara umum Bima masih terbagi lagi menjadi dua pemerintahan, yaitu kabupaten dan kota. Kota Bima sendiri berdiri sebagai daerah otonom melalui Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 tahun 2002.

Bima yang memiliki keindahan garis pantai di Sumbawa ini ternyata menyimpan beberapa kisah unik dan berbagai polemic sejarah yang menarik untuk diulas. Berikut beberapa fakta dan informasi menarik yang GNFI himpun tentang Kota Bima.

Wilayah Terpanas di Indonesia

Wilayah Terpanas Indonesia
info gambar

Kota Bima memang sudah dikenal warga Nusa Tenggara Barat, bahkan terkenal di Indonesia sebagai wilayah paling panas di Indonesia. Terik matahari di Kota Bima diketahui bersinar dari musim kemarau hingga musim hujan. Intensitas terik mataharinya bahkan pernah mencapai 39 derajat Celsius.

Capaian suhu tersebut pernah terjadi pada 2014 silam dan sudah terkonfirmasi Kepala Stasiun Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Bima, Daryanto, pada 13 Oktober 2014. Dampaknya sepanjang hari masyarakat Kota Bima merasakan suhu panas tersebut.

Meski begitu, suhu ini pun dimanfaatkan oleh beberapa masyarakat Bima untuk bertani seperti menanam jagung dan tanaman keras lainnya yang dapat bertahan di cuaca panas.

Nama Bima yang Berasal dari Ungkapan Bismillah. Benarkah?

Islam di Bima
info gambar

Salah satu penulis Lontar.id bernama Ardian mengisahkan tentang asal-usul nama Bima. Sebenarnya jauh sebelum ajaran Islam datang, kehidupan keseharian masyarakat Bima masih dipengaruhi oleh ajaran Hindu dan Budha. Meski sebenarnya belum ada literatur yang menegaskan kapan kedua jaran itu menjadi agama masyarakat Bima.

Cikal bakal lahirnya Kerajaan Bima, dikisahkan Ardian, berawal dari Maharaja Pandu Dewata yang mempunyai lima putra, yaitu Darmawangsa, Sang Bima, Sang Arjuna, Sang Kuta, dan Sang Dewa. Salah satu putranya, Sang Bima, yang sedang berlayar pada akhirnya mendarat di pulay yang diberi nama Pulau Satonda.

Sebagian kecil masyarakat Bima ternyata percaya bahwa asal muasal nama Bima bukan dari nama Sang Bima. Sebelum Sang Bima datang dan mampu mendirikan Kerajaan Bima, wilayah ini dulunya dikenal dengan Mbojo.

Mbojo sendiri mengandung makna teologis keagamaan dan kultural. Atas dasar makna keagamaan tersebut, masih ada yang percaya bahwa asal muasal nama Bima diambil dari Alquran yaitu Bismilah. Yang kemudian ditafsirkan lebih sederhana sebagai sesuatu yang mencerminkan nilai-nilai kebudayaan Islam yang sudah dipengaruhi oleh nilai-nilai Islam.

‘’Memang terbilang masih sedikit orang yang mengaitkan kata Bismillahirrahmanirrahiim dengan sebutan nama Bima,’’ pungkas Ardian dalam tulisannya berjudul Menyoal Nama Bima, dari Sang Bima atau Basmalah? (2019) dalam laman Lontar.id.

Polemik Asal-Usul Kelahiran Bima yang Berasal dari Kerajaan Dompu

Museum Istana Asi Mbojo, Bima
info gambar

Berbagai budaya, bahasa, tradisi, adat, hingga kuliner yang menjadi ciri khas Bima sebenarnya masih menjadi perdebatan antar masyarakat mereka sendiri. Terutama antara masyarakat BIma dan Dompu. Salah satu yang kerap terbawa emosi adalah masing-masing kelompok masyarakat merasa bahwa kerajaan mereka yang lebih dulu ada.

Maksudnya, masyarakat Bima merasa bahwa dahulu kerajaan Bima yang lebih dulu terbentuk di tanah mereka. Begitu pun dengan masyarakat Dompu yang merasa bahwa asal usul Bima yang sekarang ini tka lepas dari keberadaan Kerajaan Dompu.

Meski begitu, dikutip Info Dompu pada laman Kumparan.com, dibandingkan Bima, bukti-bukti peninggalan Kerajaan Dompu—yang dulu disebut Dompo—seperti istana, memang lebih sedikit dan tak berbekas.

Kisah berawal dari datangnya pemerintah kolonial Belanda ke Kupang. Sultan Dompu Muhammad Sirajuddin beserta anak dan cucunya dibuang oleh pemerintah kolonial untuk melumpuhkan kekuasaan istana. Kisah berlanjut saat Jepang masuk ke Indonesia yang kala itu merobohkan tempat tinggal sultan.

Ini dilakukan karena tidak ada yang merawat bangunan tersebut. Namun kini lokasi Istana Kesultanan Dompu itu dibangun RSUD Dompu yang sekarang.

Dari bukti-bukti arkeologis dan artefak sejarah, kehidupan masyarakat Dompu sudah ada sejak 6500 tahun sebelum Masehi. Sedangkan berdasarkan catatan naskah Bo Sangaji Kai, yang dianggap sebagai sumber sejarah Bima, Kerajaan Bima baru didirikan pada 1420 Masehi atau sekitar abad ke-14 atau 15 Masehi.

Meski begitu, kedua kelompok masyarakat ini masih saling klaim tentang keberadaannya masing-masing. Apalagi masyarakat Bima merasa bahwa kelompok mereka yang paling banyak memberikan pengaruh besar akan wilayahnya.

Gajah Mada yang Dipercaya Sebagai Orang Bima

Gajah Mada di Bima
info gambar

Sebagian orang Bima ternyata percaya bahwa Gajah Mada merupakan orang Bima. Sekilas hal ini mungkin dianggap janggal. Pasalnya kala itu BIma merupakan daerah yang letaknya sangat jauh dari pusat Kerajaan Majapahit di Kediri, jawa Timur.

Meski begitu, jejak-jejak keberadaan Sang Mahapatih ini ternyata ‘’berserakan’’ di berbagai tempat di wilayah Bima. Salah satunya adalah kuburan Gajah Mada yang berada di daerah Donggo. Sampai awal zaman kemerdekaan, kuburan itu masih sering ‘’diupacarai’’ masyarakat sekitar.

Beberapa arca purbakala yang identik dengan ke-Jawa-an Sang Mahapatih pun ditemukan di daerah Donggo. Seperti batu yang berbentuk lesung yang masyarakat menyebutnya Wadu Nocu atau Batu Lesung. Lalu ada pula Tolo Wadu Tunti atau Sawah Batu Tulis.

Masyarakat Bima meyakini bahwa Wadu Nocu merupakan lokasi kuburan Gajah mada. Keyakinan yang diwariskan secara turun-temurun lewat cerita ini juga diperkuat oleh kenyataan bahwa kuburan Gajah Mada tidak pernah ditemukan di Jawa.

Dalam kitab Jawa Kuno Pararaton pun disebutkan bahwa di akhir masa hidup Pati Gajah Mada, ia pergi meninggalkan Keraton Majapahit ke arah timur di Pulau Sumbawa, seperti Taliwang, Dompu, Sapi, Sanghyang Api, dan Bima.

Percayakah Kawan GNFI kalau kisah terakhir Patih Gajah Mada berakhir di Bima?

--

Sumber: Portal.BimaKota.go.id | JurnalPalopo.Pikiran-Rakyat.com | Liputan6.com | Travel.Kompas.com | Lontar.id | Kumparan.com

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Dini Nurhadi Yasyi lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Dini Nurhadi Yasyi.

Terima kasih telah membaca sampai di sini