Dayok Nabinatur, Makanan Adat Teratur Berisi Petuah

Dayok Nabinatur, Makanan Adat Teratur Berisi Petuah
info gambar utama

Penulis: Rifdah Khalisha

Sumatera Utara, provinsi dengan jumlah penduduk terbesar keempat di Indonesia ini beragam warisan kuliner, mulai dari yang tradisional hingga modern. Tak terkecuali di daerah Simalungun dengan makanan adatnya, dayok nabinatur. Kuliner ini telah menjadi bagian dalam kehidupan masyarakatnya.

Dalam bahasa Simalungun, dayok berarti ayam dan nabinatur berarti yang diatur. Jadi, dayok nabinatur adalah masakan yang terbuat dari daging ayam dengan tambahan bumbu perasan batang (holat) sejenis pohon, seperti pohon sikkam. Lalu, penyajiannya dilakukan secara teratur.

Masyarakat Simalungun masih giat mewariskan kuliner ini dari generasi ke generasi. Maka tak heran bila masyarakat Simalungun yang merantau masih paham proses pembuatan dan penyajian dayok nabinatur. Mereka juga paham makna filosofis dari petuah-petuahnya.

Dahulu, kuliner ini hanya disajikan untuk raja-raja dan kaum bangsawan di zaman Kerajaan Simalungun. Juru masak yang meraciknya pun harus lelaki. Namun, seiring zaman, semua kalangan sudah bisa menikmati doyok nabinatur dan juru masak perempuan pun bisa meraciknya.

Doyok nabinatur tak hanya kerap ditemui pada acara-acara adat Simalungun, tetapi juga pada acara penting keluarga, seperti perayaan saat ulang tahun, wisuda kelulusan, menerima pekerjaan, mengantar anak merantau, dan sebagainya. Dalam acara keagamaan di gereja juga biasa menyajikan kuliner ini.

Pemilihan Bahan Dasar Ayam Kampung Jantan

Dayok nabinatur © Tagar.id
info gambar

Bukan tanpa alasan, masyarakat Simalungun memilih ayam sebagai bahan dasar makanan adat karena menganggap ayam punya sifat baik. Makna filosofis dari sifat ayam, bisa menjadi anutan manusia.

Misalnya, ayam rela menahan diri dan berpuasa saat mengerami telurnya, hal ini menunjukkan kegigihan ayam untuk mencapai tujuannya, yakni telur menetas dengan baik. Bahkan setelah menetas pun ayam akan selalu menjaga anaknya dalam lindungan sayapnya. Selain itu, ayam juga disiplin berkokok setiap subuh di waktu yang sama, tak mengenal musim dan cuaca.

Pengolahan doyok nabinatur biasanya memilih ayam kampung jantan. Hal ini karena masyarakat Simalungun meyakini bahwa ayam jantan melambangkan kegagahan, kekuatan, kerja keras, tahan banting, pantang menyerah, dan semangat. Kini, pemilihan bahan dasar sudah bisa menyesuaikan keinginannya.

Pengolahan dan Penyajian Secara Teratur

Dayok nabinatur © Instagram.com/orangkitabatak
info gambar

Kuliner ini memang istimewa, karena bisa menjadi sarana penyampaian nasihat luhur secara simbolik, baik saat pemotongan ayam, pengolahan, hingga penyajiannya. Maka dari itu, kuliner ini disebut binatur, karena semua proses harus dilakukan dengan cermat, runut, dan teratur.

Semua juru masak yang terlibat dalam pengolahan dayok nabinatur diharapkan jujur pada dirinya sendiri. Saat memotong ayam, harus mengikuti alur anatomi ayam, tidak boleh menyembunyikan daging walaupun hanya sepotong.

Kemudian, ayam akan diolah melalui dua proses memasak, yakni dipanggang dan digulai. Saat masih dimasak, juru masak tak boleh mencicipinya.

Tampilan Dayok Binatur perlu disajikan secara tersusun sesuai aturan adat. Hal ini mengandung makna pengharapan akan kehidupan yang teratur, bersatu, dan harmonis. Saling melengkapi antara satu dengan yang lainnya.

Setiap potongan daging ayam disusun di atas talam atau piring. Susuanannya teratur, menyerupai wujud ayam tersebut kala masih hidup. Bagi masyarakat Simalungun, ada sepuluh potongan daging ayam dalam doyok nabinatur yang disebut gori.

Pertama, menyusun sebagian potongan daging kecil-kecil (tok-tok). Lalu, di bagian depan ada kepala (ulu) yang disangga dengan tulang dada (tuppak). Di pinggir bagian kiri dan kanan ditaruh pangkal paha (tulan bolon) dan paha (tulan parnamur) sejajar dengan sayap (habong) dan ceker ayam (kais-kais).

Di bagian belakang ada ekor (ihur). Pada bagian tengah ada leher (borgok) yang diikuti urutan kepala (ulu), lalu bagian tubuh ayam yang menghasilkan sel telur (tuahni), dan rempelo (atei-atei atau dekke bagas).

Saat menyajikan, sebaiknya bagian-bagian tubuh ayam yang layak dimakan tetap utuh dan tidak hilang. Karena keutuhan ini bisa menjadi suatu gambaran pengingat manusia untuk membina hubungan yang saling membutuhkan.

Ada tradisi unik sebelum menyantap potongan dayok nabinatur. Apabila disajikan dalam acara ulang tahun anak, para keluarga akan berkumpul terlebih dahulu dan menyuruh sang anak untuk mensucikan dirinya dengan air pangir atau air perasan jeruk purut.

Sang anak membasuh mukanya dan rambutnya serta meminum air tersebut sedikit. Selanjutnya, orang tua dari anak tersebut akan memberi doa seraya memberikan piring berisi potongan-potongan daging ayam dayok nabinatur.

Petuah dan Makna Filosofis

Dayok nabinatur © Instagram.com/h7_picture
info gambar

Masyarakat Simalungun memegang kepercayaan bahwa dayok nabinatur bisa menjadi sarana menyampaikan doa berkat. Secara filosofis, orang yang menikmati dayok nabinatur akan menerima berkat dan menemukan keteraturan dalam hidup.

Maka tak heran jika orang tua menyertai doa-doa dan petuah saat menyerahkan dayok nabinatur. Makna petuah tersebut sangat berharga, baik dalam hidup berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

Petuah lainnya mengandung nilai-nilai luhur adat Simalungun. Dalam bermasyarakat, diharapkan dapat hidup dengan saling menghargai, membantu, mengasihi, bermanfaat, bekerja sama, dan berbagi. Kehidupan akan optimal jika setiap unsurnya bersatu menjadi kesatuan yang utuh dan menyeluruh.

Warisan Budaya Tak Benda Indonesia

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia telah menetapkan dayok nabinatur sebagai Warisan Budaya Tak Benda Indonesia (WBTB) Indonesia pada tahun 2016. Pengajuannya dilakukan oleh Balai Pelestarian Nilai Budaya Aceh (BPNB). Diakuinya dayok nabinatur menegaskan penghargaan setinggi-tingginya atas makanan khas leluhur Simalungun.

Ada banyak petuah yang bisa dipetik dari makanan khas Simalungun ini. Diharapkan masyarakat Indonesia bisa semakin bangga atas keragaman budayanya dan hidup secara rukun teratur. Dengan begitu, Indonesia bisa menjadi lebih kuat dalam menangkal serangan budaya luar yang bersifat destruktif.

Referensi: Kemdikbud | Pemerintah Indonesia | Merdeka

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Kawan GNFI Official lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Kawan GNFI Official.

Terima kasih telah membaca sampai di sini