Tenun Songket Silungkang, Fesyen Tradisonal yang Tembus Museum Rekor Indonesia

Tenun Songket Silungkang, Fesyen Tradisonal yang Tembus Museum Rekor Indonesia
info gambar utama

#WritingChallengeGNFI #CeritaDaerahdariKawan

Sudah kurang lebih 5 tahun berlalu semenjak diadakannya Sawahlunto International Songket Carnival (SISCa). Produk kerajinan tenun songket Silungkang memang menjadi magnet pariwisata Sumatra Barat, khususnya di Kota Sawahlunto. Tenun songket Silungkang menjadi perhatian berkat kegiatan SISCa yang diadakan pemerintah Sawahlunto pada 2015 lalu.

Keunikan acara yang melibatkan sekitar 1.500 peserta berpakaian tenun songket Silungkang ini akhirnya menjadi batu loncatan bagi Sawahlunto, untuk memperkenalkan hasil produk budayanya kepada masyarakat luar.

Ditetapkannya Kota Sawahlunto oleh Museum Rekor Indonesia (Muri) sebagai daerah yang tercatat menggunakan songket terbanyak, yakni dikenakan 17.290 warga pada 28 Agustus 2015 lalu, menjadi bukti kerja keras dari kegiatan SISCa. Penetapan tersebut juga berujung pada pengenalan Kota Sawahlunto yang lebih luas, tidak hanya dikenal sebagai “Kota Wisata Tambang yang Berbudaya", tetapi juga dikenal sebagai penghasil tenun songket Silungkang yang kainnya tak kalah estetik dan filosofinya dari batik dan kain tenun Indonesia lainnya.

Nah, menariknya lagi, ternyata sebelum acara peragaan busana SISCa diadakan, kain songket Silungkang sudah pernah, lho, berkiprah di gelanggang internasional pada Pekan Raya Ekonomi Eropa di Brussel pada 1910 silam. Dari catatan ini, kita sekaligus tahu ternyata kain songket Silungkang sudah lama lahir dan tumbuh di kalangan masyarakat, sebagai salah satu jenis kain tradisional kebudayaan Kota Sawahlunto.

Keistimewaan dari Tenun Songket Silungkang

Proses pembuatan tenun songket Silungkang dari Alat Tenun Bukan Mesin (ATBM). Sumber: Tempo.co
info gambar

Setiap daerah di Indonesia memang mempunyai ciri khas kain tradisonalnya. Perbedaan tersebut akhirnya memberikan keistimewaaan tersendiri karena dapat memperkaya ciri khas suatu daerah dengan motif yang beragam. Kain tenun songket yang dihasilkan oleh para pengrajin di daerah Kota Sawahlunto, tepatnya berada di Desa Silungkang menjadi salah satu bukti terciptanya ragam corak dan motif tenun yang mengagumkan.

Walaupun dibuat dengan alat tenun bukan mesin (ATBM), kain yang dihasilkan memiliki mutu yang tinggi. Mengenai lama proses pengerjaan kain juga tergantung dari tingkat kerumitan desain motifnya, kalau berbicara zaman dahulu maka teknik pengerjaannya begitu rumit karena merupakan kombinasi dari banyak motif. Belum lagi, ia juga hampir bisa tertuang pada seluruh bidang kain hanya untuk sehelai kain tenun songket.

Spesifiknya, metode pengerjaannya kain tenun songet Silungkang, yakni dengan menyisipkan benang lusi (benang dasar) di sela-sela benang pakan (benang hias) pembentuk kain. Untaian benang-benang dari tangan dingin para pengrajinlah yang pada akhirnya memberikan keindahan pada kain tenun songket Silungkang.

Keistimewaan lainnya dari kain tenun songket Silungkang terletak pada motif-motif yang sangat beragam. Masing-masing dari motif tersebut mempunyai nama dan maknanya tersendiri. Berikut uraian beberapa motif hiasnya.

1. Bada Mudiak (Ikan Teri Hidup di Hulu Sungai)

Filosofi motif yang pertama ini menggunakan cara hidup ikan teri yang terlihat selalu berkelompok dan selalu berjuang bersama mencapai hulu sungai. Dalam kata adat, ibarat bada mudiak ka hulu sarombongan (ikan teri serombongan ke hulu), buruang punai tabang sakawan (bagai burung punai terbang sekawan), yang artinya menggambarkan kehidupan rukun dan damai seia sekata.

Kebiasaan ikan teri yang kerap berenang mencapai hulu sungai untuk mendapatkan sumber air jernih pun tersirat makna nilai-nilai mendidik, yaitu untuk mendapatkan air yang jernih, kita harus kembali ke pangkal persoalan. Selain itu, makna Illahi juga tersembunyi dari kata hulu sungai ini bahwa untuk mencapai kebenaran haruslah kembali pada sumber yang sebenarnya, yakni kebenaran Tuhan.

2. Buah Palo Bapatan (Buah Pala yang Dipatahkan)

Filosofi motif yang kedua ini menggunakan salah satu bumbu rempah nusantara, buah pala. Ragam dan corak yang indah dari isi buah pala yang dibagi dua, akhirnya menjadi inspirasi terbentuknya motif songket Silungkang.

Tindakan membagi buah pala menjadi dua bagian juga menyiratkan nilai-nilai mendidik bahwa untuk menikmati keindahan dan rasa senang hendaknya kita saling berbagi. Sebab, keindahan dan rasa senang yang dinikmati oleh sekelompok kecil orang dan dibiarkan dalam lingkaran tertutup bukanlah keindahan yang utuh dan sempurna.

3. Saluak Laka (Alas Periuk Terbuat dari Lidi)

Filosofi motif yang ketiga ini menggunakan perumpaan anyaman yang berbentuk menyerupai bagian bawah periuk atau biasa disebut saluak laka. Anyaman yang terbuat dari jalinan lidi kelapa ini sangatlah rapi, di mana ujung lidinya tidak terlihat menjulur keluar semuanya tersembunyi ke bagian bawah.

Bentuk anyaman ini pada akhirnya menyiratkan pesan bahwa masyarakat yang bersatu atas dasar kerja sama dan keiklasan akan menjalin banyak kekuatan. Setiap individu dalam masyarakat tersebut juga tidak ada yang terlihat mendominasi atau merasa lebih berjasa dari yang lainnya.

Nah, itulah beberapa makna filosofi dari motif tenun songket Silungkang. Dari paparan di atas, Kawan juga bisa melihat bahwa kain tenun songket Silungkang tidak hanya menjadi bagian dari fashion tradisonal era kini. Namun juga menjadi produk peradaban bernilai tinggi yang menyingkap karakter masyarakat daerah melalui motif dan ragam corak kainnya.*

Referensi: Nurkhalila Fajrini, Iriana Bakti, dan Evi Novianti dalam Jurnal Ilmiah Ilmu Hubungan Masyarakat, Volume 2, No. 2, Februari 2018, hlm. 169-185 "City Branding Sawahlunto Kota Wisata Tambang Yang Berbudaya Melalui Event Sawahlunto International Songket Carnival (Sisca) 2016" | Genpi.id | Kebudayaan.kemendikbud.go.id

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

YG
MI
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini