Kerajinan dan Seni, Daya Tarik Desa Legong Keraton

Kerajinan dan Seni, Daya Tarik Desa Legong Keraton
info gambar utama

#WritingChallengeGNFI #CeritadariKawanGNFI

Provinsi Bali dikenal sebagai salah satu pulau yang masih memegang erat tradisi dan kebudayaan. Di setiap kabupaten atau kota yang ada di Bali, memiliki tradisi dan kebudayaan yang beragam sehingga menimbulkan kesan unik dari masing-masing daerah.

Dusun di daerah Bali dikenal dengan nama Banjar. Di salah satu di sudut Kota Denpasar terdapat sebuah Dusun Banjar Binoh Kaja atau yang dikenal dengan nama lain Desa Legong Kraton, merupakan salah satu dusun yang terletak di Desa Ubung Kaja, Denpasar Utara.

Kebudayaan yang telah diwarisi oleh Banjar Binoh Kaja sangat banyak. Mulai dari seni tari, seni tabuh, kerajinan, adat istiadat, dan lainnya. Kerajinan yang masih digandrungi oleh masyarakat Binoh Kaja adalah gerabah. Gerabah Binoh memiliki makna yang amat mendalam bagi warga Binoh sendiri.

Pada era penjajahan Jepang, pengiriman gerabah Binoh ke Bangsal di daerah Dalung digunakan sebagai alat komunikasi oleh para pejuang. Dalam pengiriman inilah muncul kata sandi “ratna” yang digunakan oleh para pejuang pada masa penjajahan tersebut untuk bergerilya.

Pada masa penjajahan yang lekat dengan perkembangan pertanian, gerabah menjadi menjadi industri rumah tangga yang dikerjakan oleh wanita. Umumnya, digunakan sebagai perkerjaan sampingan oleh ibu-ibu di Binoh yang hasilnya biasanya digunakan sebagai alat rumah tangga dan untuk perlengkapan upacara agama.

Foto: Cuplikan Film Dokumenter
info gambar

Gerabah Binoh memiliki ciri khasnya yaitu setiap gerabah memiliki ukuran yang berbeda-beda, walaupun masih dalam jenis yang sama hal ini dikarenakan penyesuaian ukuran gerabah dengan postur tubuh pengrajinnya.

Keunikan yang lain juga tercermin dari cara pembuatannya yang masih menggunakan peralatan tradisional tradisional sehingga proses pembuatan gerabah ini mulai dari proses pengadonan bahan baku hingga produk siap jual memerlukan waktu kurang lebih selama 1 minggu. Ada beberapa jenis gerabah khas Binoh yaitu

Jeding sering difungsikan sebagai tempat air atau beras dan apabila di tempat suci sering digunakan untuk wadah air suci/tirta. Pot digunakan dalam kegiatan berkebun oleh masyarakat.

Pane biasanya digunakan dalam upacara agama dan dapat difungsikan sebagai alat rumah tangga. Bengko berfungsi sama seperti pot dan sebagai wadah untuk meletakan tanaman. Paso digunakan untuk alat rumah tangga, biasanya digunakan untuk wadah mengaduk lawar.

Cobek digunakan untuk alat rumah tangga. Gebeh yang berfungsi hampir mirip dengan pot dan juga bengko. Perbedaan gebeh dan bengko terletak pada hiasannya, gebeh tidak memiliki hiasan khusus seperti bengko.

Foto: Cuplikan Film Dokumenter
info gambar

Dalam perkembangannya, gerabah Binoh kian digandrungi hal ini terbukti dari pengiriman gerabah ke berbagai negara. Salah satunya Four Session di Singapura. Hal ini membuktikan bahwa kerajinan khas Binoh Kaja ini sangat diminati oleh dunia internasional.

Kerajinan tangan ini terancam hampir punah dikarenakan belum adanya regenerasi yang sanggup untuk membuat jenis gerabah ini sesuai dengan ciri khas Binoh. Banyak anak muda yang berasal dari Banjar Binoh yang bersama-sama menggaungkan kerajinan tangan yang lekat dengan nilai perjuangan kemerdekaan ini ke masyarakat luas, agar generasi muda semakin sadar akan potensi daerah yang dimiliki.

Kerajinan gerabah sendiri bagi masyarakat Bali selalu digunakan sebagai sarana upakara selain itu juga dapat digunakan sebagai wadah air suci (tirta). Selain itu, seni tari dan tabuh sebagaimana kita ketahui merupakan ciri khas yang dimiliki setiap daerah di Bali.

Antusiasme masyarakat lokal sangatlah berbanding terbalik dengan antusiasme wisatawan asing terhadap kesenian daerah. Kemajuan teknologi sebagai dampak globalisasi harus mampu dimanfaatkan untuk memningkatkan minat demi melakukan upaya pelestarian kebudayaan.

Lahirnya Seni di Desa Legong Kraton

Tari Gambuh | Foto: Youtube Made Akira
info gambar

Selain kerajinan, ada pula seni yang juga mendarah daging di Binoh, yaitu seni tari dan seni tabuh. Binoh menjadi pusat pengembangan seni tari dan tabuh. Pada awalnya, tarian yang berkembang di Binoh adalah Tari Gambuh dan Gambang. Namun, tarian ini tidak bertahan lama karena kurangnya regenerasi penari Gambuh dan Gambang sehingga tarian ini tenggelam oleh zaman. Pada tahun 1910, perkembangan tabuh di Binoh beralih ke Semara Pegulingan.

Gamelan Semara Pegulingan memiliki keunikan yaitu menggunakan pengait tali rotan untuk membantu para warga membawa gamelan ke pura dan memiliki tangga nada yang unik. Gamelan pelegongan yang ada di Binoh ini juga memiliki nilai sejarah yang amat kental, yaitu gamelan ini berada di Binoh karena adanya hubungan antara Puri Tain Siat dengan Krama Binoh.

Pada awal perkembangan Semara Pegulingan ini Binoh menjadi sebuah perguruan karena sejumlah tokoh besar, seperti Ida Bagus Bode, I Wayan Lotering, I Wayang Kale, I Gusti Putu Made Geria, I Gede Geruh adalah tokoh yang membangun dan menghidupkan gamelan ini. Gamelan Binoh memiliki ciri khas, yaitu jenis gamelan saih lima dengan gantungan rotan disetiap ujungnya. Pada tahun 1967 gamelan palegongan ini nyaris lenyap/dileburkan karena dampak pengaruh gong kebyar.

Namun, berkat peran seniman muda, yaitu I Wayan Sinti gamelan ini tetap dipertahankan, dan tetap berkembang pesat yang perkembangannya dipimpin oleh Djesna Winada dengan menata lagu pengambuhan yang sudah ada. Eksistensi Semara Pegulingan Binoh sangatlah tercermin hingga sekarang. Lantunan tabuh harmonis selalu dilantunkan di setiap upacara keagamaan.

Banyak generasi muda yang masih meneruskan warisan leluhur yang menyejukkan hati ini dan Warga Binoh memiliki kesempatan untuk memainkan alunan lagu yang memikat hati para pendengarnya disetiap kegiatan kunjungan kenegaraan dan pagelaran seni. Semara Pegulingan Binoh saat ini sering dimainkan oleh generasi ketiga dan keempat sehingga kelestarian budaya ini tetap terjaga dengan baik.

Setelah perkembangan Semara Pegulingan, seni tari juga mengalami perkembangan. Seni tari yang berkembang di Binoh adalah seni tari legong, pada tahun 1976-1977 Dra. Gusti Agung Susilawati, bersama dengan Ni Ketut Reneng (alm), dan Ni Ketut Arini Alit, S.ST. merupakan tokoh yang terlibat dalam proyek penggalian tari legong yang dipusatkan di Binoh, dengan bantuan dana dari Richard Wallis warga berkebangsaan Amerika.

Tari Legong | Foto: Redaksi9
info gambar

Sebagai peñata tabuh pada waktu itu adalah Guru Besar I Wayan Lotring, I Gusti Putu Made Geria, I Wayan Beratha, I Wayan Sinti, dan sesepuh klasik banjar Binoh Kaja I Wayan Djiwa, I Wayan Brata, Nyoman Suandi,Made Sumadi,dan Djesna Winada.

Legong di Binoh memiliki fungsi sebagai tari bali-balihan, yaitu berfungsi sebagai tari hiburan. Legong khas Binoh mulanya sering dipentaskan di Banjar Binoh Kaja dan banyak sekali wisatawan dari mancanegara yang datang untuk menyaksikan Legong khas Binoh ini.

Menurut beberapa sesepuh Binoh, gelungan yang biasa dipakai oleh penari legong merupakan hadiah dari wisatawan yang berkunjung. Tari legong yang berkembang di Binoh adalah Tari Legong Kraton, Legong Jobog, Legong Kuntul, Legong Semarandana, Legong Goak Macok, Legong Playon.

Tarian ini telah diwarisi oleh beberapa generasi hingga sekarang, dalam menjaga kebudayaannya Banjar Binoh Kaja mendirikan sebuah sekaa tabuh dan sanggar tari yang dikenal dengan Sekaa Semara Pegulingan Binoh Kaja dan Sanggar Tari Mudra Cruti yang masih aktif hingga saat ini. Biasanya disetiap hari minggu dan Sanggar Tari Mudra Cruti melakukan latihan untuk menciptakan regenerasi baru yang masih memegang pakem legong khas Binoh.

Banyak prestasi yang telah diraih oleh Banjar Binoh Kaja terutama dalam bidang kesenian, salah satunya adalah Legong Binoh yang telah diakui sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) Indonesia pada tahun 2019.

Dalam upaya pelestarian kebudayaan terutama seni tari, tabuh, dan gerabah di Banjar Binoh Kaja, pemerintah dan warga desa terus menggalakkan program-program yang mengkhusus pada seni dan gerabah salah satunya dalam bidang seni adalah adanya program kerja desa, yaitu Pentas Budaya Desa Ubung Kaja, dan pembinaan sekaa gong dan tari.

Pelestarian gerabah digalakkan dengan memantapkan sektor gerabah dan pembuatan sebuah film dokumenter dengan judul “Wajah Wanita Gerabah”. Diharapkan mampu menarik minat wisatawan, untuk berkunjung dan turut berpartisipasi dalam pelestarian kebudayaan terutama seni tari, tabuh, dan gerabah khas Binoh.*

Referensi: isi dps | kebudayaan kemdikbud | Wawancara dengan beberapa tokoh di Banjar Binoh Kaja

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

Terima kasih telah membaca sampai di sini