Masjid Cipaganti, Tertua di Bandung Utara dan Sempat Dikunjungi Soekarno

Masjid Cipaganti, Tertua di Bandung Utara dan Sempat Dikunjungi Soekarno
info gambar utama

Masjid Cipaganti merupakan salah satu bangunan ibadah yang cukup menarik di Kota Bandung, Jawa Barat. Tempat ibadah ini menarik bukan hanya dari sisi sejarah, tapi juga memiliki arsitektur yang indah dan menarik. Sayangnya, informasi mengenai Masjid Cipaganti ternyata belum banyak diketahui orang, bahkan oleh orang Bandung sendiri.

Masjid Cipaganti ini terletak di Jalan R.A.A. Wiranatakusumah No. 85, dulu bernama Jalan Cipaganti. Pada zaman Belanda, Jalan Cipaganti bernama Nylandweg. Peletakan batu pertama pembangunan Masjid Cipaganti dilakukan pada 7 Februari 1933 atau 11 Syawal 1351 Hijriah. Setahun kemudian atau 27 Januari 1934, masjid yang berdiri di atas lahan seluas 2.675 meter persegi ini diresmikan.

Masjid ini dibangun oleh arsitek Belanda Prof Kemal C.P. Wolff Shoemaker yang juga merupakan professor di Technische Hogeschool Bandoeng atau yang sekarang dikenal sebagai Institut Teknologi Bandung (ITB).

Shoemaker adalah arsitek asal Belanda yang karya-karyanya masih dipertahankan sampai sekarang dan sebagian besar menjadi ikon Kota Bandung, seperti Gedung Asia Afrika, Vila Isola, Gereja Kathedral, Gereja Bethel, Vila Merah, dan Hotel Preanger.

Ia cukup terkenal dengan desain-desain bangunan yang memadukan unsur budaya timur dan barat, begitu pula dengan desain Masjid Raya Cipaganti. Masjid Raya Cipaganti memiliki nuansa art-deco khas Eropa dengan sentuhan seni tradisional Jawa dan dilengkapi dengan pengaruh dan kaligrafi Timur Tengah.

Sebelum mengalami renovasi, Masjid Raya Cipaganti memiliki kemiripan dari segi arsitektur dengan Gereja Bethel, yaitu dari pintu utama yang menjorok dan disangga dengan dua pilar di kanan dan kirinya.

Bangunan masjid yang berwarna lembut dan dikelilingi pilar-pilar dari bata juga merupakan ciri khas arsitektur Eropa. Sampai saat ini, nuansa Eropa masih terasa pada Masjid Raya Cipaganti sejak memasuki halaman depan masjid.

Bangunan masjid pertama itu menjadi bagian tengah masjid sekarang. Kaligrafi di pintu masuk, kalimat hamdalah di sokoguru, plafon, dan desain interior tetap dibiarkan seperti sejak 1933.

Masjid Raya Cipaganti terletak pada posisi yang strategis dan agak terpisah dari bangunan lainnya serta dikelilingi taman yang luas. Ciri khas desain dan arsitektur Eropa lainnya dapat ditemukan pada lampu gantung antik yang digantung di langit-langit ruang utama masjid. Lampu klasik Eropa tersebut terbuat dari logam berwarna kuning dan dihiasi dengan kaligrafi di sisi-sisinya.

Masjid di pemukiman warga eropa

Masjid yang awalnya bernama Masjid Kaum Cipaganti ini merupakan masjid pertama sekaligus tertua yang dibangun di wilayah Bandung Utara. Berdiri di daerah sekitar yang merupakan Een Western Enclave atau daerah pemukiman elite khusus bangsa Eropa dan bangsawan pribumi.

Pembangunan Masjid Cipaganti dicetuskan karena saat itu tak ada bangunan yang bisa digunakan oleh kaum muslim di wilayah Bandung Utara untuk melaksanakan kegiatan keagamaan.

Keberadaan Masjid Cipaganti tak bisa dilepaskan dari nama besar seorang pengusaha susu terkenal di Bandung asal Italia, yaitu PA Ursone. Beliaulah yang berjasa mewakafkan tanah untuk pembangunan masjid ini melalui istrinya yang bernama Nyi Oerki. Tujuan awalnya adalah untuk memfasilitasi umat muslim yang bekerja di perusahaan susu milik Ursone agar lebih mudah dalam beribadah.

Ide pendirian masjid ini datang dari para tokoh Bandung yang merasa tak ada masjid representatif di wilayah tersebut. Akhirnya, diputuskan akan didirikan masjid di tepi Jalan Cipaganti (kini Jalan R.A.A. Wiranatakusumah).

Pembangunan dimulai setelah turun bantuan berupa biaya dari Bupati Bandung Raden Tumenggung Hasan Soemadipradja, serta sumbangan dari golongan bumiputra. Peletakan batu pertama dilakukan oleh Hassan Soemadipradja dengan diiringi oleh Patih Bandung Rg. Wirijadinata, dan Kepala Penghulu Bandung Raden Haji Abdoel Kadir.

Pembangunan masjid ini tak tanggung-tanggung. Pembuatan ornamen keramik dilakukan oleh Keramich Laboratorium Bandung, sedangkan pembuatan ornamen kayu dilakukan oleh murid-murid pribumi dari Sekolah Teknik Haminte (Gemeentelijke Ambachtsschool).

Bangunan yang tampak saat ini adalah hasil renovasi dan pengembangan pada masa pemerintahan Walikota Ateng Wahyudi, yang dilaksanakan pada 2 Agustus 1979 hingga 31 Agustus 1988.

Dikunjungi Soekarno dan wisatawan mancanegara

Sejak awal pendiriannya, Masjid Cipaganti telah menjadi cikal bakal penyebaran dan pusat studi Islam di kawasan Bandung utara. Dahulu, mahasiswa ITB (Institut Teknologi Bandung) merupakan jemaah yang sering bertandang ke masjid ini, karena lokasinya paling dekat dari ITB. Selain para pelajar, ternyata masjid ini menyimpan banyak cerita sejarah.

Keberadaan Masjid Cipaganti sendiri adalah saksi bisu sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia. Banyak sumber menyebutkan masjid ini pernah menjadi markas persembunyian tentara Pembela Tanah Air (PETA) sekitar 1950-an.

Tak hanya sebagai markas, dalam perjalanannya banyak terlibat tokoh nasional seperti Ir. Soekarno. Berbagai sumber menyebutkan, presiden pertama Indonesia itu seringkali menggunakan masjid ini sebagai tempat pembicaraan penting ketika beliau berada di Bandung. Tujuannya, merencanakan kemerdekaan.

Menurut pengurus Dewan Keluarga Masjid (DKM) Besar Cipaganti, Agus (53), kisah Soekarno pernah salat di Masjid Cipaganti sudah menjadi buah bibir di masyarakat.

"Setahu saya memang begitu. Dulu beliau pernah salat di sini," kata Agus yang dikutip dari Liputan6, Minggu (18/8/2019).

Masjid ini juga sering dikunjungi oleh wisatawan lokal hingga mancanegara, selain warga Malaysia, wisatawan mancanegara yang kerap berkunjung ke Masjid Cipaganti ialah mereka yang datang dari Belanda. Umumnya, wisatawan asing, bukan bertujuan ibadah.

Namun mereka datang untuk mengetahui sejarah bangunan. Hal ini tidak terlepas dari bangunan Masjid Cipaganti yang merupakan karya arsitektur berkebangsaan Belanda yaitu CP Wolff Schoemaker.

Saat ini, tidak hanya terdapat bangunan masjid. Di area Masjid Raya Cipaganti juga berdiri TK Alquran, sekretariat DKM dan kantor biro perjalanan haji dan umrah.

Pada bulan Ramadan, masjid makin ramai. Beberapa kegiatan, mulai tarawih berjamaah, tadarus Alquran, salat, dan ceramah Subuh, iktikaf, takjil gratis, buka bersama, sampai bazar buku, hingga pelatihan pemulasaraan jenazah. Menjelang Idul Fitri, madjid menyediakan zakat fitrah dan sholat Idul Fitri.

Baca juga:

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Rizky Kusumo lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Rizky Kusumo.

RK
MI
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini