Bubur India, Seabad Tradisi Kuliner Berbuka Masyarakat Pekojan Semarang

Bubur India, Seabad Tradisi Kuliner Berbuka Masyarakat Pekojan Semarang
info gambar utama

Pada Ramadan tahun ini, tradisi menyajikan kuliner khas berbuka puasa Bubur India, di Masjid Jami Pakojan kembali diadakan. Seperti diketahui, pada tahun lalu tradisi ini tidak bisa diadakan karena pandemi Covid-19.

Mengutip Ayo Semarang, Takmir Masjid Jami Pekojan, Taskirin mengaku, senang akhirnya tradisi ini diizinkan kembali. Pasalnya tahun lalu Masjid Jami Pekojan tampak sepi karena tidak ada buka bersama dengan makan bubur.

''Alhamdulillah sudah dibolehkan. Semoga situasi makin membaik,'' ungkapnya.

Taskirin memang terlibat langsung dalam pembuatan Bubur India yang akan disajikan ke jamaah. Ia akan menuang beras dan bahan-bahan ke dalam kuali tembaga besar yang siap di atas perapian kayu.

Dirinya kemudian mulai mengaduk bahan-bahan tersebut selama 2 jam. Memasaknya pun menggunakan api yang berasal dari kayu, bukan gas.

Bubur ini memang begitu khas karena terdiri dari rempah seperti jahe, serai, kayu manis, garam, santan, dan daun salam. Kemudian dalam penyajiannya ditambah kuah sayur krecek, wortel, dan telur.

Lauk untuk setiap harinya berbeda sesuai dengan bahan yang ada, atau donatur yang memberi.

''Beras sekitar 20 kg, untuk 150 mangkuk yang di sini, kan ada yang minta di luar juga,'' imbuh ketua Takmir Masjid Jami Pekojan Semarang, Ali Baharun, pada kesempatan yang sama.

Sekali memasak Bubur India bisa disajikan sebanyak 500 porsi. Tapi untuk berbuka puasa disajikan hanya 250 porsi. Sebagian akan diberikan kepada orang-orang yang tidak mampu.

Dikarenakan untuk porsi yang banyak, bubur India ini dimasak di dalam kuali yang besar dan membutuhkan 23 kg beras setiap harinya selama Ramadan.

Berawal dari pedagang Gujarat

Ternyata tradisi dengan menyuguhkan takjil saat berbuka puasa dengan Bubur India sudah ada sejak lebih dari 100 tahun lalu. Berawal dari pedagang dari Gujarat, India, dan Pakistan datang dan menetap di Petolongan.

Tradisi menyajikan Bubur India saat berbuka puasa memang sudah mengakar kuat di Pekojan. Makanan khas ini selalu dinanti warga sekitar masjid yang terletak di Jalan Petolongan I.

Juru masak Bubur India di Masjid Jami Pekojan, Ahmad Ali mengaku, dirinya merupakan generasi ke-4 dalam melestarikan bubur pekojan ini.

Awalnya, Bubur India dibawa leluhur salah seorang sesepuh warga Pekojan bernama Anas Salim. Sayangnya, Anas Salim baru saja wafat beberapa bulan yang lalu. Anas merupakan pewaris ke-3 setelah mendapat resep dari sang kakek Harus Rofii dan Salim Harun, sang ayah. Keluarganya memakai penguat rasa untuk bubur India.

''Kakek Abah Salim datang ke Indonesia sekitar tahun 1800 atau sudah 120-an tahun yang lalu,'' tambah Ahmad.

Meski namanya Bubur India, karya kuliner tersebut bukan berasal dari negara yang terkenal dengan Bollywood ini. Konon, menu orisinal bubur itu diracik oleh pedagang asal India saat menyebarkan agama Islam di Kota Semarang, bertahun-tahun silam.

Pendatang yang menetap di pekojan

Bubur India mulai dihidangkan sejak tahun 1878 ketika pedagang dari India, Gujarat, dan Pakistan, datang dan menetap di Petolongan, Semarang. Mereka kemudian membangun Masjid Pekojan.

Para pendatang Gujarat memang terkenal sebagai pedagang sekaligus pendakwah. Mereka terus melakukan dakwah dari India-Pakistan kemudian masuk ke Indonesia. Perjalanan komunitas Koja pun berlanjut sampai ke tepi Pantai Semarang dan tiba di salah satu sudut kawasan Mataram yang kini dikenal dengan Kampung Petolongan.

"Di sinilah, awal mula orang-orang Koja berdagang sarung, tasbih sampai beragam rempah yang dibawa langsung dari tanah kelahirannya," ucap Ahmad Ali.

Dahulunya, Kampung Pekojan juga merupakan tempat penyembelihan kambing di Kali Angke yang lazim dikonsumsi warga keturunan Arab. Kampung ini terletak di Jalan MT Haryono, Pekojan, Purwodinatan, Semarang, atau persisnya sebelum Bundaran Bubaan.

Selain Bubur India, daerah Pekojan pun memiliki Masjid Djami yang konon dahulunya dipercaya sebagai peninggalan leluhur. Masjid Pekojan merupakan simbol penting kaum muslim di Pekojan Semarang hingga kini.

Nama Pekojan sendiri konon diambil dari "koja" yang merupakan sebutan untuk keturunan Pakistan. Di Semarang, komplek Pekojan, berdampingan rukun dengan perkampungan bisnis lainnya seperti Pecinan (Cina), Kauman dan Bustaman (Arab), dan Kawasan Kota Lama (Belanda).

Baca juga:

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Rizky Kusumo lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Rizky Kusumo.

RK
MI
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini