KAA di Bandung, dari Indonesia Menuju Solidaritas Dunia

KAA di Bandung, dari Indonesia Menuju Solidaritas Dunia
info gambar utama

Berakhirnya Perang Dunia II, nyatanya dunia tidak langsung baik-baik saja. Munculnya dua kekuatan ideologi, melahirkan babak baru bernama Perang Dingin.

Negara dunia ketiga yang mulai sadar dengan ancaman ini pun mulai menggalang kekuatan. Negara-negara yang baru saja merdeka ini pada akhirnya berencana menyelenggarakan pertemuan untuk memberikan pesan kepada dunia.

18 April 1955, Konferensi Tingkat Tinggi Asia Afrika diadakan di Bandung, Jawa Barat. Diselenggarakan oleh negara-negara seperti Indonesia, Burma (Myanmar), Ceylon (Srilanka), India dan Pakistan.

Setidaknya ada 25 negara-negara baru di Asia-Afrika yang diundang dengan semangat awal yang sama: menentang kolonialisme, imperialisme dan rasisme. yakni Afghanistan, Kamboja, Arab Saudi, Republik Rakyat Tiongkok, Irak, Iran, Laos, Lebanon, Yordania, Liberia, Mesir, Vietnam Selatan, Vietnam Utara, Suriah, Turki, Thailand, Yordania, Sudan Nepal, dan Jepang.

Negara-negara tersebut banyak berhaluan sosialis dan nasionalis, hanya keberadaan Jepang yang janggal karena tergabung dalam kekuatan negara Blok Barat. Jepang berdalih, keberadaannya merupakan representasi dari semangat Asia Pasifik.

Lahirkan Asia Baru dan Afrika Baru

Konferensi Asia-Afrika April 1955 ini merupakan rentetan pertemuan yang diselenggarakan sebelumnya. Berawal dari Konferensi Kolombo dilanjutkan dengan pertemuan 5 negara tersebut di Bogor, Jawa Barat pada Desember 1954 dan merestui Indonesia sebagai tuan rumah KAA.

Pada puncak acara, Presiden Soekarno, mengucapkan pidato pembukaan yang berjudul “Let a New Asia And a New Africa be Born” (Mari Kita Lahirkan Asia Baru dan Afrika Baru). Pidato yang berapi-api menyentak dan berani itu menggugah semua peserta KAA.

“Bahwa kita, peserta konferensi, berasal dari kebangsaan yang berlainan, begitu pula latar belakang sosial dan budaya, agama, sistem politik, bahkan warna kulit pun berbeda-beda, namun kita dapat bersatu, dipersatukan oleh pengalaman pahit yang sama akibat kolonialisme, oleh keinginan yang sama dalam usaha mempertahankan dan memperkokoh perdamaian dunia," ucapnya.

Hasil dari konferensi yang berlangsung selama 18-22 April 1955 itu tertuang dalam Dasasila Bandung dengan dorongan penghapusan kolonialisme dan hak bagi setiap bangsa untuk merdeka, anti-kekerasan dan musyawarah dalam mencapai kesepakatan. Dasasila Bandung diadaptasi oleh negara-negara baru merdeka sebagai haluan politik luar negeri mereka guna mendapatkan pengakuan dari wilayah tetangga.

Konferensi ini juga membuka kerjasama ekonomi dengan negara-negara lain. Khususnya dengan Republik Rakyat Tiongkok, konferensi ini membuka kesepakatan kebijakan rasial yang juga sedang memanas di wilayah Republik Indonesia, yakni tentang pengakuan orang-orang Tionghoa sebagai bagian dari Indonesia dengan penghapusan dwikenegaraaan.

Gerakan bebas aktif bukan netral

Setelah KAA, peta percaturan dunia secara global mulai berubah. Di Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB), negara non-blok mulai aktif menandingi eksistensi Blok Barat dan Blok Timur.

Pemimpin negara dunia ketiga seperti Sukarno (Indonesia), Gamal Abdul Nasser (Mesir), Kwame Nkrumah (Ghana), Jawaharlal Nehru (India), memprakarsai Gerakan Non-Blok. Josip Broz Tito, pemimpin Yugoslavia, satu suara untuk tidak bermazab ke Blok Barat maupun Blok Timur.

Padahal, Yugoslavia tidaklah terletak di benua Asia maupun Afrika. Tapi negara ini adalah kekuatan baru di Balkan saat Perang Dingin.

Awalnya, banyak negara netral ikut gerakan ini. Di Beograd, ibu kota Yugoslavia, pada 1 hingga 6 September 1961, Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Non-Blok pertama kali diadakan.

Tapi akhir tahun 1960-an, gerakan ini kehilangan pamornya. Banyak negara-negara anggotanya merapat ke Blok Barat maupun Blok Timur. Termasuk Indonesia yang dekat ke Amerika.

Namun, KAA membuktikan bahwa Indonesia pernah menjadi pemimpin dunia dengan menyatukan negara-negara berkembang. Memberi pesan perdamaian dan anti kolonialisme kepada Blok Barat dan Blok Timur.

Baca juga:

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Rizky Kusumo lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Rizky Kusumo.

RK
MI
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini