Wapauwe, Masjid Kuno Peninggalan Islam yang Tak Lekang oleh Waktu

Wapauwe, Masjid Kuno Peninggalan Islam yang Tak Lekang oleh Waktu
info gambar utama

Kawan GNFI, penyebaran Islam di Nusantara tak terlepas dari kegiatan perdagangan di masa lalu. Melalui hubungan dagang juga terjalin pengenalan agama dan budaya Islam di Indonesia. Dalam catatan sejarah, pionir yang berjasa dalam mengenalkan ajaran Islam kepada penduduk Nusantara, yakni pedagang Muslim dari Arab, Gujarat, dan Persia.

Seiring dengan berjalannya waktu, ajaran agama islam telah menyebar keseluruh penjuru Nusantara. Makam, kaligrafi, hikayat, syair, dan masjid menjadi beberapa satu saksi bisu peninggalan Islam di masa lalu.

Seperti halnya, masjid kuno Wapauwe yang merupakan mesjid tertua di Maluku. Tempat ibadah tersebut selain menunjukkan bukti peninggalan islam, dari segi arsitektur juga menunjukkan keunikan konstruksi bangunan yang otentik dari masa lalu.

Masjid Wapauwe bukti sejarah Islam di Maluku

Masjid yang dulunya bernama Imam Rajali ini berganti nama menjadi Masjid Wapauwe dengan artinya, yakni masjid yang didirikan di bawah pohon Wapa. © Traveling Indonesia
info gambar

Masjid Wapauwe yang terletak di Desa Kaitetu, Kecamatan Leihitu merupakan masjid kuno di Maluku. Muhammad Arie Hulapessy menjadi imam pertama masjid ini, setelah wafat ia pun digantikan oleh Iman Rijali yang namanya kini diabadikan sebagai jalan di Kota Ambon.

Wapauwe didirikan tahun 1414 masehi, jauh sebelum kolonialisme datang ke Indonesia. Letak masjid ini dahulunya didirikan ditengah-tengah Gunung Wawane, tapi semenjak kedatangan Belanda pada 1614, masjid ini pun dipindahkan ke Kampung Tehala sekitar 6 km sebelah timur Gunung Wawane demi keamanan dari penjajah.

Daerah pemidahannya ini banyak ditumbuhi pepohonan mangga atau manga berabu yang didalam Bahasa Kaitetu disebut Wapa. Oleh karena itulah, Masjid yang dulunya bernama Imam Rajali pun berganti nama menjadi Masjid Wapauwe dengan artinya masjid yang didirikan di bawah pohon Wapa.

Alasan lain juga ada yang menyebutkan, bahwa pemindahan lokasi masjid dilakukan atas perintah Imam Rajali dengan pertimbangan agar lokasi masjid dekat dengan pusat penyebaran Islam di Desa Tahella. Meskipun dipindahkan, masjid ini tetap mempertahankan bentuk aslinya bahkan sampai saat ini yang dikabarkan telah mengalami beberapa kali renovasi.

Bahan material dari pelepah sagu

Bangunan induk Masjid ini menggunakan bahan material dari pelepah sagu, yang disebut gaba-gaba dengan setengah bagian tembok bercampur kapur. © Travelingyuk
info gambar

Konstruksi bangunan masjid ini tetap menggunakan prinsip arsitektur tradisional Indonesia, yakni tidak menggunakan paku sebagai penyambung bangunan, melainkan dengan pasak kayu.

Bangunan induk Masjid yang berukuran 10x10 meter ini menggunakan bahan material dari pelepah sagu, yang disebut gaba-gaba dengan setengah bagian tembok bercampur kapur. Keunikan lainnya juga dapat dilihat dari bentuk bagian kubah masjid yang tidak simetris dengan bangunan.

Memasuki bagian dalam masjid maka terlihat 4 pilar asli yang menyangga bangunan sejak didirikan. Bedug yang berumur sama dengan masjid ini terbuat dari kayu linggua memiliki panjang 2 meter, dengan permukaan bedugnya dari kulit rusa.

Selain itu, terdapat pula peninggalan sejarah berupa Mushaf Alquran buatan Mushaf Nur Cahya. Naskah Mushaf Alquran ini merupakan salah satu yang tertua di Indonesia yang dibuat dengan tulisan tangan di atas kertas berkualitas tinggi pada tahun 1500-an.

Benda-benda ini hingga kini menjadi pusaka Masjid Wapauwe, yang dijaga dan dirawat oleh penjaga masjid bermarga Hatuwe keturunan Imam Muhammad Arikulapessy.

Sumber Referensi:

Tempo.co | Buku Wisata Religi: Menjelajahi Keunikan Masjid dan Makam

Baca juga:

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Iip M. Aditiya lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Iip M. Aditiya.

IA
MI
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini