Kuah Beulangong, Sajian Kuliner Khas Serambi Mekkah yang Hanya Boleh Dimasak Kaum Pria

Kuah Beulangong, Sajian Kuliner Khas Serambi Mekkah yang Hanya Boleh Dimasak Kaum Pria
info gambar utama

Berburu kuliner sudah menjadi fenomena biasa menjelang waktu berbuka. Di Indonesia, menu berbuka puasa yang dijajakan oleh para pedagang pun tak terlepas dari kuliner tradisional khas setiap daerah.

Seperti halnya kuliner tradisional dari Negeri Serambi Mekkah, Aceh, dikutip dari Antarafoto.com (15/4/2021), Kuah Beulangong atau kari kambing menjadi menu berbuka puasa yang dijajakan para pedagang di Meulaboh, Aceh Barat.

Menu favorit berbuka puasa yang dimasak kaum pria

Beberapa orang pria sedang memasak Kuah Beulangong atau Kari Aceh, konon sajian kuliner ini hanya boleh dimasak oleh kaum laki-laki © Kabupaten Aceh Besar
info gambar

Orang yang terlibat dalam proses pemasakan pun konon kabarnya hanya boleh dilakukan oleh kaum pria saja. Tak hanya itu, cara mengaduk Kuah Beulangong juga punya ciri khas, yakni diaduk berlawanan dengan arah jarum jam sambil bersalawatan.

Kuliner berkuah tersebut menjadi salah satu menu favorit berbuka puasa masyarakat Aceh terutama masyarakat Meulaboh.

Selain sering dihidangkan saat berbuka puasa, kuah beulangong juga menjadi menu yang wajib disajikan pada acara Maulid Nabi, Tahun baru Islam, Idul Adha dan Idul Fitri. Hal ini karena sepiring kari Aceh memiliki nilai sejarah yang kental dengan masyarakat setempat.

Kari Aceh itu lahir dari perpaduan cita rasa asing dan bumbu rempah Indonesia. Di dalamnya ada proses perpaduan dua atau lebih kebudayaan, yang akhirnya menghasilkan cita rasa khas.

Biji ganja sempat menyatu dalam Kuah Beulangong

Dahulu, biji ganja kerap dimasukkan sebagai bumbu pelengkap kari © Kumparan
info gambar

Jejak sejarah kari Aceh puncaknya terlihat pada abad ke-17, saat kesultanan Aceh mengundang para pedagang India ke daerahnya. Bumbu kari yang telah dibawa oleh pedagang India pun, lantas dimodifikasi oleh masyarakat setempat dengan perpaduan bumbu dan bahan Nusantara. Seperti, memasukan daun jeruk, daun salam, lengkuas, kemiri, cengkeh, dan berbagai jenis asam.

Bahkan tak ketinggalan, dahulu ganja juga kerap dimasukkan sebagai bumbu pelengkap kari. Sebelum tanaman itu terlarang di Indonesia, para leluhur negeri Serambi Makkah menjadikan pohon ganja sebagai tanaman wajib di kebun rumah.

Memang diakui masyarakat setempat juga, biji ganja yang dihaluskan bersama bumbu lainnya bukanlah sebagai gaya-gayaan. Biji itu mampu membuat empuk daging, hingga enak dikunyah, membuat rasa masakan lebih sedap, dan bahkan menjadi semacam pengawet makanan alami.

“Makanannya tidak cepat basi dan dulu tidak ada kulkas, leluhur kita paham itu. Biasanya juga ampuh untuk memasak ayam atau bebek yang sudah tua, yang dagingnya sudah sangat kenyal, biji ganja bisa membuatnya lembut.” Ungkap Pemerhati sejarah dan budaya Aceh, Tarmizi dalam Kumparan.com (9/7/2019).

Tentang ganja sebagai bumbu, Tarmizi pun mengatakan bahwa campuran tersebut tertuang dalam kitab Tajol Mulok, warisan Kesultanan Aceh bertarikh abad ke-18 Masehi.

Transformasi Beulangong kini murni berkuah rempah

Tanpa campuran biji ganja, Beulangong kini murni berkuah rempah © Tagar.id
info gambar

Walaupun kari Aceh kini tanpa bumbu ganja, kuliner tradisional ini tidak kehilangan jati dirinya. Masakan berkuah ini masih tetap eksis, bahkan pada 2008, menurut Kemendikbud RI, kari Aceh yang berbahan dasar daging kambing atau disebut kuah beulangong telah ditetapkan sebagai salah satu Warisan Budaya Tak Benda Indonesia.

Kuahnya yang kini murni dari rempah-rempah segar telah meresap pada daging sebagai bahan utama pada pembuatan kari Aceh. Membutuhkan waktu sekitar dua jam untuk memastikan bumbu meresap pada daging.

Selain itu, dalam proses pemasakan kuah beulangong juga mempunyai keunikan tersendiri. Seperti, campuran daging dan rempah akan dimasak dalam kuali besar hingga bisa menampung lebih dari 200 porsi.

Referensi: Kumparan.com | Kemendikbud.go.id | Antarafoto.com

Baca juga:

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Iip M. Aditiya lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Iip M. Aditiya.

IA
MI
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini