Inilah Tutul, Desa Paling Produktif yang Tenar di Mancanegara

Inilah Tutul, Desa Paling Produktif yang Tenar di Mancanegara
info gambar utama

Indonesia terkenal sebagai negara dengan ragam hasil produksi yang berkualitas. Beberapa barang ini pun telah diekspor dan dipasarkan ke luar negeri. Salah satu daerah yang cukup banyak mengekspor produk adalah Desa Tutul, Kecamatan Balung, Kabupaten Jember. Desa ini terkenal dengan para pengerajin aksesoris.

Dari 9.989 warga di Desa Tutul, lebih dari 1.000 orang berprofesi sebagai perajin. Mereka memproduksi beragam aksesoris, terutama kayu yang diolah menjadi tasbih, gelang, kalung, cangklong rokok, dan lain-lain.

Karena itulah pada 2013 lalu, Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Muhaimin Iskandar, berkunjung ke Desa Tutul, Kecamatan Balung, Jember. Saat itu Cak Imin panggilan akrabnya menetapkan desa ini sebagai yang paling produktif di Indonesia.

Pemerintah menetapkan desa tersebut bukan tanpa alasan, hal ini karena minimnya angka pengangguran di desa tersebut.

Ditambah lagi, desa tersebut mampu menyedot tenaga kerja dengan 1.057 home industri. Bahkan penghasilan warganya cukup tinggi, yaitu Rp5,6 juta per bulan.

"Desa Tutul merupakan sebagai desa paling produktif tingkat nasional. Penetapan desa produktif adalah awalan agar semua program pembangunan akan diarahkan ke desa," kata Cak Imin yang dilansir dari Sindonews, Sabtu (19/1/2013).

Desa Tutul sendiri merupakan desa yang sudah lama dikenal dengan produktifitasnya dalam membuat kerajinan manik-manik. Pasar kerajinan tangan ini bahkan sudah bisa memiliki jaringan mulai dari Arab Saudi hingga negeri Eropa dan Amerika.

Sejarah perajin Desa Tutul

Menjadi perajin memang sudah mendarah daging bagi warga desa ini. Beberapa studi menyebut, pembuatan kerajinan di desa ini sudah berlangsung sejak 1970-an.

Saat itu warga desa banyak menemukan tumpukan-tumpukan kayu yang hanya dimanfaatkan sebagai kayu bakar. Dalam perjalanannya, tumpukan kayu itu begitu banyak itu, oleh beberapa orang, kemudian diolah dan dimanfaatkan untuk menjadi produk kreatif.

Awalnya mereka membuat gelang dan tasbih. Setelah dipasarkan rupanya sambutan pasar bagus. Dari situlah kemudian warga lain ikut memanfaatkan sisa-sisa kayu itu untuk dibuat aksesoris.

Tak hanya aksesoris, dalam perkembangannya, mereka juga membuat kerajinan berbahan kayu seperti sendok, garpu, piring, nampan, mangkuk, cangkir, dan suthil (spatula).

Biasanya pengrajin kebanjiran pesanan pada saat musim haji, karena digunakan sebagai oleh-oleh untuk sanak saudara. Harga tasbih kayu tergolong murah yakni mulai Rp 50.000 per kodi sampai Rp60 ribu untuk bahan kayu kukun.

Sedangkan tasbih kayu paling mahal dari bahan kayu gaharu Rp 300.000 per buah untuk ukuran besar. Sedangkan per kilogramnya tasbih gaharu bisa mencapai Rp1 juta.

Desa Tutul memang berjarak sekitar 25 km dari Kota Jember. Letaknya yang jauh dari kota, mendorong warganya untuk bangkit memaksimalkan keahlian mereka dalam meningkatkan ekonomi.

Biasanya pengrajin melimpahkan order kepada warga sekitar yang mayoritas ahli membuat kerajinan tasbih dan acsesories. Setiap kayu yang diterima pengrajin sudah digergaji dan dipotong-potong dalam ukuran tertentu.

Proses mulai kayu digergaji sampai dihaluskan berbentuk bulatan tasbih dan diberi pewarna kemudian menjadi untaian tasbih membutuhkan waktu sekitar satu minggu.

Masing-masing warga punya kesibukannya sendiri, ada yang mengoperasikan mesin, ada pula yang sedang memotong kayu. Sehingga ketika memasuki desa tersebut suara bising dan gemuruh mesin itu terdengar hingga ke jalan utama desa.

Dengan rata-rata kesibukan dan hasil nya adalah kerajinan tangan dari kayu, maka warga Desa Tutul tersebut membuat sebuah plang besar di jalan masuk desa bertuliskan, "Selamat Datang di Sentra Industri Kecil (Handicraft)".

Pada tahun 2010 pemesan dari luar negeri datang sendiri ke Desa Tutul itu. Hingga dikenal hingga mancanegara dan sudah menembus pasar ekspor seperti Arab Saudi, Australia, Amerika, Eropa, dan beberapa negara Asia Tenggara lainnya.

Menembus pasar mancanegara

Keberhasilan hasil produksi Desa Tutul yang menembus pangsa luar negeri memberikan berkah tersendiri. Salah satunya adalah warga memiliki penghasilan yang menggiurkan.

Dikuitip dari Beritabaik, salah satu pengerajin di Desa Tutul bernama Ida Giawati berhasil meraih omset hingga Rp150 juta. Ia sendiri telah merintis usaha kerajinan sejak 2001, seperti aneka aksesoris berbahan kayu berbentuk tasbih, kalung, cincin, slongsong kris, pipa rokok, hingga peralatan dapur.

Saat awal merintis usaha, ia memiliki tiga pekerja. Namun, kini ia memiliki 20 pekerja, sekarang mereka membantunya mengerjakan pembuatan aksesoris untuk dikirim ke Pakistan, Malaysia, Singapura, Tiongkok, dan Korea.

Dengan banyaknya yang menjadi pengrajin, maka pengangguran yang selama ini menjadi momok pun bisa diminimalisir. Bahkan, tingkat migrasi warga di desa itu pun minim karena banyak pekerjaan yang tersedia di desa tersebut.

Seperti halnya Nur Bahagio, warga Desa Tutul yang sempat diwawancarai menceritakan bahwa dia sudah mulai menggeluti di bidang kerajinan tangan ini, sejak duduk di bangku SMP pada 2015 hingga saat ini.

Sementara itu, pemilik usaha JBC Craft, Sohibur Rohman, pria kelahiran 1986 yang telah menjalani usaha selama 3 tahun belakangan ini menyebut usahanya mulai bangkit setelah ditempa pandemi.

“Sempat terkendala pada bulan April 2020 karena pandemi Covid-19, saat lockdown awal, pengiriman kerajinan melalui jasa pengiriman barang ditutup di Kota Jember Jawa Timur, dan sekarang sudah mulai normal kembali.”

Baca juga:

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Rizky Kusumo lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Rizky Kusumo.

RK
MI
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini