Mengembangkan Metode Pembelajaran Teori TRIKON Ki Hajar Dewantara

Mengembangkan Metode Pembelajaran Teori TRIKON Ki Hajar Dewantara
info gambar utama

Penulis: Ega Krisnawati

Siapa tak kenal Ki Hajar Dewantara? Seorang pahlawan nasional yang dikenal sebagai Bapak Pendidikan Nasional. Ki Hajar Dewantara berasal dari lingkungan keluarga Kadipaten Pakualaman di Yogyakarta, yang merupakan salah satu kerajaan pecahan Dinasti Mataram selain Kasunanan Surakarta, Kasultanan Yogyakarta, dan Kadipaten Mangkunegaran.

Ia bersekolah di ELS (Sekolah Dasar Belanda), lalu melanjutkan ke STOVIA (Sekolah Dokter Bumiputera). Kendati demikian, akibat terserang penyakit Ki Hajar Dewantara tidak bisa menyelesaikan masa pendidikannya.

Ki Hajar Dewantara juga dikenal sebagai tokoh pergerakan nasional. Dalam sejarah pergerekan Indonesia, masyarakat Indonesia juga diperkenalkan dengan istilah Tiga Serangkai, E.F.E Douwes Dekker, Tjipto Mangunkoesoemo, dan Ki Hajar Dewantara. Mereka mendirikan partai yang dikenal dengan sebutan Indische Partij pada 25 Desember 1912.

Perjalanan politik dan pendidikan Ki Hajar Dewantara mempertemukannya dengan gagasan pendidikan Friedrich Wilhelm August (1782-1852) tentang permainan sebagai media pembelajaran dan gagasan Maria Montessori (1870-1952), yaitu memberi kemerdekaan kepada anaka-anak.

Kedua gagasan ini membuat Ki Hajar peduli dengan pendidikan dan mendirikan Perguruan Taman Siswa. Wujud nyata pelestarian dan pengembangan kebudayaan nasional Indonesia dari Ki Hajar Dewantara ialah dengan adanya teori TRIKON.

Ia mengatakan bahwa Indonesia harus berupaya agar bangsa lain tidak mengira bahwa bangsa Indonesia tidak mampu beradaptasi dengan pengaruh budaya asing. Kendati demikian, bangsa Indonesia juga harus bersikap selektif dengan budaya asing yang masuk ke negara ini. Tuturnya yang ditulis dalam laman Pasundan Ekspres.

Baca juga Wujud Nyata SDGs, Inilah Desa Mandiri Energi

Apa itu Teori TRIKON?

Pancasila | Opini.id
info gambar

Dikutip dari laman Universitas Sarjanawiyata Taman Siswa, teori TRIKON merupakan bagian dari istilah kontinyu, konvergen, dan konsentris. Teori ini disampaikan oleh Ki Hajar Dewantara dengan maksud untuk melestarikan dan mengembangkan kebudayaan nasional Indonesia.

Oleh karena itu, bangsa Indonesia perlu menunjukkan kepada dunia bahwa bangsa ini sudah merdeka dan berdaulat. Bangsa Indonesia perlu mengadaptasi sifat-sifat baik milik negara lain, tapi bukan menirunya.

Bangsa Indonesia mesti berani dan sanggup untuk mewujudkan Pancasila kepada seluruh dunia. Pesan ini pun berkaitan dengan teori Trikon.

Apa saja itu?

Istilah kontinyu, berisi harapan agar kaum muda dapat melestarikan kebudayaan asli Indonesia secara berkelanjutan dan berkesinambungan. Kebudayaan yang ada mesti dikembangkan adalah kebudayaan sesuai dengan perkembangan zaman. Istilah ini diwujudkan dengan cara memasukan mata pelajaran muatan lokal, melakukan upacara-upacara adat, dan mementaskan kebudayaan lainnya di daerah Indonesia.

Kemudian, istilah konvergen adalah upaya untuk mengembangkan kebudayaan nasional Indonesia dengan cara memadukan dengan kebudayaan asing yang dipandang dapat memajukan bangsa Indonesia.

Pemaduan ini diwujudkan dengan memilih dan memilah kebudayaan yang sesuai dengan kepribadian Pancasila. Dalam hal ini, tiap bidang pendidikan di Indonesia perlu selektif dengan pengetahuan baru yang masuk ke Indonesia. Lalu, memadukannya secara alami tanpa adanya paksaan sehingga pendidikan di Indonesia mesti adaptif dengan perubahan yang ada.

Yang terakhir, istilah konsentris dipahami sebagai upaya untuk bersatu dengan kebudayaan bangsa-bangsa lain secara global. Kendati demikian, pendidikan di Indonesia harus tetap berpegang dengan identitas kepribadian bangsa Indonesia yang sesuai dengan Pancasila.

Baca juga:

Penerapan Teori Trikon

Globalisasi | Unsplash
info gambar

Menurut laman SMA Taman Madya 1 Jakarta, teori TRIKON dapat diterapkan ke dalam berbagai unsur kebudayaan, baik yang berupa Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK), keimanan dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa (IMTAQ), etika susila, estetika dan seni, maupun dalam keterampilan hidup (life skill).

Maka dari itu, Ki Hajar Dewantara membuka pintu untuk globalisasi. Tapi, bukan untuk menelannya bulat-bulat. Bangsa Indonesia perlu menyaring secara cermat dan mengambil hal positif dari dunia yang merata dan telah menjadi suatu kampung global ini.

Referensi: Kemendikbud | Universitas Sarjanawiyata Taman Siswa | Pasundan Ekspres | SMA Taman Madya 1 Jakarta

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Kawan GNFI Official lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Kawan GNFI Official. Artikel ini dilengkapi fitur Wikipedia Preview, kerjasama Wikimedia Foundation dan Good News From Indonesia.

KO
MI
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini