Asal-Usul Sungai Citarum, Sungai Terpanjang di Tanah Pasundan

Asal-Usul Sungai Citarum, Sungai Terpanjang di Tanah Pasundan
info gambar utama

Penulis: Ega Krisnawati

Siapa tak mengenal Sungai Citarum khususnya bagi masyarakat Jawa Barat? Sungai Citarum merupakan sungai terpanjang dan terbesar di Provinsi Jawa Barat dengan mengalir sepanjang 297 kilometer.

Dikutip dari laman Cita-citarum, Sungai Citarum mengalir ke arah utara melalui Cekungan Bandung dan bermuara di Laut Jawa. Sungai ini dikenal hampir membelah Jawa Barat dengan mata air yang bersumber dari Gunung Wayang, sebelah selatan Kota Bandung.

Sebagai informasi, istilah “Citarum” berasal dari dua kata, yaitu Ci dan Tarum. Dalam bahasa Sunda, Ci dipahami dengan Cai yang berarti air. Sementara istilah “Tarum” berasal dari nama kerajaan Hindu tertua dan terbesar di Jawa Barat, yaitu Tarumanegara. Berdasarkan catatan sejarah, pada abad ke-5 Jayashingawarman membangun sebuah dusun kecil di tepi sungai.

Ia membangun dusun kecil itu di tepi Sungai Citarum. Lantas, lambat laun dusun kecil itu berkembang menjadi Kerajaan Tarumanegara. Terdapat tujuh mata air di kawasan Situ Cisanti, yaitu Pangsiraman, Cikahuripan, Cikawedukan, Koleberes, Cihaniwung, Cisandane, dan Cisanti.

Mata air Pangsiraman adalah mata air paling besar. Masyarakat sering mengunjungi mata air ini untuk melakukan ritual mandi dan memohon doa. Sejak zaman dahulu, Sungai Citarum telah memegang peranan yang penting, terutama bagi kehidupan manusia.

Potret Sungai Citarum | Radar Bandung
info gambar

Baca Juga:Sungai Ciliwung, Keindahan Ratu dari Timur hingga Sumber Kehidupan

Tarum sejenis tanaman

Kendati demikian, menurut modul Foto dan Cerita dari Hulu Sungai Citarum, istilah “Tarum” berarti sejenis tanaman yang menghasilkan warna ungu atau nila. Tingginya nilai ekonomi tanaman tarum di sepanjang sungai, membuat banyak warga menjadikannya sebagai ladang perdagangan ekspor dari Tarumanegara. Hal ini disebabkan karena tarum atau nila adalah bahan pewarna biru yang sering digunakan untuk mewarnai jubah kebesaran para bangsawan, salah satunya kaisar Tiongkok.

Tidak hanya untuk warna biru, tanaman itu juga dapat digunakan untuk menghasilkan warna kuning dan merah. Pada zaman itu, warna biru, kuning, dan merah adalah warna yang paling disukai.

Pasalnya, ketiga warna itu memiliki makna yang istimewa. Dilansir dari laman Tagar.id, warna biru adalah lambang langit sekaligus menjadi warna yang paling sakral sehingga dapat dipakai pada acara-acara ritual keagamaan para kaisar.

Warna merah adalah lambang besi atau kekuatan. Warna ini biasanya digunakan pada saat berperang. Sementara warna kuning adalah lambang tanah yang berarti kebijakan.

Berdasarkan catatan sejarah, orang-orang Belanda menilai bahwa kualitas bahan pewarna tarum mengungguli bahan pewarna sejenis dari Italia dan hanya dapat dikalahkan dari tanaman nila India.

Terdapat peninggalan sejarah

Sungai Citarum pernah menjadi batas wilayah antara dua kerajaan, yaitu Kerajaan Galuh dan Kerajaan Sunda. Awalnya Kerajaan Sunda bernama Kerajaan Tarumanegara. Namun, diubah namanya pada tahun 670 Masehi. Kemudian, sejarah ini berulang pada abad ke-15. Sungai Citarum dijadikan sebagai batas administrasi antara Kesultanan Cirebon dan Kesultanan Banten.

Selain itu, di sana juga ada batu tulis sebagai peninggalan Kabupaten Bogor. Banyaknya peninggalan sejarah di Sungai Citarum, membuktikan bahwa kerajaan ini memiliki daerah pemerintahan yang cukup luas.

Daerah di sekitar Sungai Citarum, bernama Kampung Dangdeur, Bale Kambang Kabupaten Majalaya. Di daerah ini, banyak ditemukan masyarakat yang bekerja sebagai pengumpul, pemecah batu sungai, dan penambang pasir dari Sungai Citarum.

Umumnya, para pemecah batu mampu mengumpulkan hingga 20 ember batu per hari. Satu ember batu pecah akan dikenakan biaya sebesar Rp500 perak. Maka, dalam seminggu mereka dapat memperoleh upah sebanyak Rp100 ribu.

Kendati demikian, kedatangan truk pengambil batu datang ke desa dengan waktu yang sulit ditentukan. Sebagian besar suami dan istri di desa ini bekerja bersama sebagai pengumpul batu atau pasir dan pemecah batu.

Itulah asal-usul Sungai Citarum yang mungkin belum Kawan ketahui. Dengan mengingat sejarah Sungai Citarum, semoga kita bisa lebih peduli lagi untuk menjaga air sungai supaya tetap jernih dan sesuai dengan fungsi yang ada.*

Referensi: Cita-citarum | Foto dan Cerita dari Hulu Sungai Citarum | Tagar.id

Baca Juga:

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Kawan GNFI Official lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Kawan GNFI Official.

Terima kasih telah membaca sampai di sini