Cerita Kejayaan NIAC Mitra, Klub Legendaris yang Kalahkan Arsenal

Cerita Kejayaan NIAC Mitra, Klub Legendaris yang Kalahkan Arsenal
info gambar utama

Pada 1983 Indonesia mendapatkan kesempatan berharga untuk dikunjungi salah satu tim bersejarah dari Inggris, Arsenal. Indonesia jadi negara terakhir dalam tur ''The Gunners'' di Asia.

Tiga pertandingan dilakoni Arsenal selama lawatan di Tanah Air. Namun, tak ada yang menyangka laga ketiga yang mereka lakoni akan terus dikenang baik oleh Arsenal maupun sepak bola Indonesia.

Saat itu NIAC Mitra sukses menekuk Arsenal dalam laga persahabatan di Surabaya, 1983. Disaksikan sekitar 30.000 penonton yang memadati Gelora 10 November, di terik siang yang menyengat, pertandingan dimulai pukul 2 siang.

Baca juga(16 Juni 1983) - Ketika Arsenal Kalah 0-2 di Surabaya

Sebelum melawan klub asal Surabaya itu, klub London Utara tersebut telah bersua dengan klub Perserikatan, PSMS Medan, dan PSSI Selection. Menghadapi dua kesebelasan ini Arsenal sanggup menang dengan skor telak, yakni 3-0 dan 5-0.

Namun, dominasi Arsenal berakhir setelah takluk dengan dua gol tanpa balas. Gol kemenangan NIAC Mitra dicetak oleh Fandi Ahmad (menit 37) dan Djoko Malis (menit 85).

"Saya sebenarnya hampir mencetak dua gol, tapi yang satu kena tiang. Gol bermula ketika Fandi Ahmad memberikan umpan terobosan kepada saya. Dan saat itu saya langsung berhadapan satu lawan satu dengan kiper. Mendapatkan kesempatan bagus, akhirnya saya lepaskan sepakan ke pojok gawang dan gol pun tercipta," kenang Djoko yang dikutip dari Fourfourtwo.

Arsenal diperkuat sejumlah pemain terbaiknya, seperti David O’Leary, Pat Jennings, Kenny Sansom, Brian Talbot, Alan Sunderland, dan Graham Rix. Karena kelelahan pasca melewati musim kompetisi yang panjang dan suhu cukup panas, mereka akhirnya tak berkutik di hadapan pasukan M Basri, pelatih NIAC Mitra.

Sementara itu NIAC Mitra, diisi pemain-pemain top sebut saja I Wayan Diana, Rudy Keltjes, Joko Malis, M. Zein "Mamak" Al Haddad, dan dua pilar, Fandi Ahmad dan David Lee.

"Kami mengalami kekalahan 2-0 (pada laga terakhir) dan saat itu kami sudah kelelahan, tidak keruan setelah menjalani musim yang panjang. Mungkin terlalu sering terkena sinar matahari (di Indonesia) untuk kami!" kata Neill mencoba menerangkan kekalahan yang dirasakan timnya kala itu. Demikian ungkapnya dalam laman resmi Arsenal.

Namun apapun yang terjadi, kemenangan tetaplah mutlak. NIAC Mitra adalah legenda karena menjadi satu-satunya klub asal Indonesia yang sukses mengalahkan Arsenal.

NIAC Mitra klub karyawan yang dominasi liga

NIAC Mitra memang klub legendaris. Di zamannya, klub raksasa ini paling paling sukses di era kompetisi Galatama. Jejak NIAC Mitra dimulai tahun 1979, ketika menjadi salah satu klub pendiri kompetisi sepak bola Galatama Indonesia bersama Pardedetex, Jayakarta, Indonesia Muda, dan Warna Agung.

Sebelum menjadi Niac Mitra, klub ini awalnya bernama Mentos Surabaya, sebuah perkumpulan sepakbola para karyawan yang bekerja di perusahaan milik Agustinus Wenas. Selanjutnya kesebelasan ini ditingkatkan ke jenjang yang lebih profesional karena mengikuti liga internal Persebaya, namanya diganti menjadi PS. Mitra.

Ingin lebih serius, Wenas kemudian membakukan nama klubnya menjadi NIAC Mitra Surabaya singkatan dari New International Amusement Center Mitra Surabaya. Banyak media menulis bahwa nama tersebut adalah bioskop milik Wenas.

Baca juga Kisah Indonesia Relakan Tiket Piala Dunia untuk Bela Palestina

NIAC Mitra kemudian bebenah dengan memantapkan skuad pemain. Ada pemain-pemain berkualitas saat itu seperti Djoko Malis, “Si Kepala Emas” Syamsul Arifin, Rudy William Keltjes, Rae Bawa, Dullah Rahim, Jaya Hartono, M.Zein Alhadad, Yessy Mustamu, Yudi Suryata, Hanafing, Fandi Ahmad, dan David Lee.

Dari luar lapangan, pelatih M Basri juga menjadi legenda. Basri telah mampu melahirkan super tim dengan permainan yang menarik untuk disaksikan. Gaya permainan Basri adalah semua pemain harus disiplin menguasai bidang lapangan.

Di saat kehilangan bola, pemain yang paling dekat dengan bola harus dengan cepat mempersempit gerak lawan dan segera merebut bola. Setelah itu, bola harus cepat digulirkan cepat untuk menyerang. Para torsedor NIAC Mitra menyebutnya dengan strategi 'Buser' alias buru sergap.

Setelah Warna Agung menjadi juara pada edisi perdana kompetisi tersebut, dua musim berikutnya klub asal Surabaya itu tak terbendung. Mereka menyabet gelar juara berturut-turut.

Pada musim 1980-1982, NIAC Mitra bahkan menjadi klub yang teramat subur dengan total melesakkan 102 gol (3 gol di antaranya bunuh diri). Penyerang mereka, Syamsul Arifin, mencetak 30 gol sepanjang musim sebuah pencapaian yang sulit tertandingi saat ini.

Akhir kisah klub legendaris

Setelah memenangi kompetisi Galatama musim 1982/1983, Fandi Ahmad menerima pinangan klub Liga Utama Belanda, FC Groningen. David Lee juga ikut meninggalkan Indonesia. Hengkangnya dua pemain asing ini setelah PSSI membuat aturan baru yang melarang adanya pemain asing.

Hal ini ditambah para pemain lainnya juga keluar dengan berbagai alasan. Pemain bintang Djoko Malis, Rudy William Keltjes, dan Yudi Suryata, merapat ke Yanita Utama (Bogor). NIAC Mitra sepertinya tak menduga jika para pemain seniornya akan berbondong-bondong keluar.

Selain itu kurangnya regenerasi dalam tim membuat kerjasama antara pemain senior dan yunior juga terhambat. Akibatnya, permainan NIAC Mitra menurun drastis. Kekalahan demi kekalahan diderita hingga para torsedor (suporter NIAC Mitra) perlahan meninggalkan arena.

Baca juga (14 Juni 1987) - Ruud Gullit Kesal PSV Ditahan Imbang Timnas Indonesia

NIAC Mitra segera bebenah. Perubahan total dilakukan dengan menyiapkan susunan pemain inti baru. Dan hasilnya, NIAC Mitra bisa kembali ke puncak dan meraih kampiun juara kompetisi Galatama 1987/1988.

Namun dua tahun pasca juara, Agustinus Wenas, pemilik NIAC Mitra kecewa dengan peraturan baru PSSI yang melebur kompetisi Perserikatan dengan Galatama. Wenas juga mulai lelah dengan aturan yang menurutnya telah mengganggu eksistensi klub.

NIAC Mitra kemudian resmi mundur dan dibubarkan. Perpisahan disampaikan lewat pertandingan melawan Johor Malaysia, 24 September 1990.

NIAC Mitra sebenarnya pernah kembali berdiri dengan nama baru Mitra Surabaya yang didania pemilik Jawa Pos, Dahlan Iskan. Namun dalam perjalanannya, lagi-lagi berganti nama dan kepemilikan, hingga kini akhirnya akrab dikenal sebagai Mitra Kukar yang bermarkas di Kalimantan.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Rizky Kusumo lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Rizky Kusumo.

RK
MI
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini