Membumikan Budaya Guyup dan Menghilangkan Budaya "Gak Pateken"

Membumikan Budaya Guyup dan Menghilangkan Budaya "Gak Pateken"
info gambar utama

Ikatan Alumni sebuah kampus di Surabaya yang di dalam hymne-nya disebut terletak di timur Jawa Dwipa yaitu Universitas Airlangga (Unair) akan menyelenggarakan Kongres untuk memilih Ketua Umum barunya pada tanggal 3 Juli 2021.

Sebenarnya kongres semacam itu adalah hal yang rutin dan biasa bagi sebuah organisasi. Namun–saya sebagai alumni Unair masuk tahun 1973 yang tergolong kaum kolonial ini merasa “surprise” dengan geliat para alumni kaum milenial dalam menghadapi kongres, cara mengkampanyekan calon dan ide-ide sudah menggunakan IT terkesan lebih menarik dan bergairah, dibandingkan dengan acara yang sama pada zaman saya di mana kemajuan IT belum ada.

Hal itu juga menunjukkan negara dan masyarakat kita mengalami transformasi jaman lama menuju jaman digital dan Artificial Intelligent.

Tapi apapun zamannya, perhelatan sebuah kongres yang ditunjukkan dengan perubahan-perubahan sosial dan teknologi itu, value atau nilainya tidaklah boleh berubah secara drastis. Beberapa nilai itu adalah antara lain ketua umum dan pengurus ikatan alumni (beserta jajaran pengurusnya) tidak boleh membawa gerbong paguyuban alumni ini ke arah kepentingan politik jangka pendek, dan tidak boleh meneruskan nilai-nilai lama yang contra productive dengan perubahan zaman, yaitu pengelompokan “Kita” dan “Mereka” di antara alumni.

Perasaan“We”Vs“Them” itu biasanya muncul karena persoalan SARA. Perasaan seperti ini sedang terjadi di negara-negara maju seperti Amerika Serikat (sejak dan pasca pemerintahan Donald Trump), dan negara-negara Eropa yang berakibat pada perpecahan diantara anak bangsanya. Melanggengkan nilai yang tidak patut itu bisa berimbas pada perkembangan kemajuan kampus dimana para alumni pernah menimba ilmunya.

Ketua umum yang baru yang terpilih nanti harus memiliki moto yang sama dengan yang pernah diucapkan Presiden Pilipina Manuel L Quezon (1936-1944) dan Presiden Amerika Serikat John F. Kennedy (1961-1963): “My loyalty to my party ends when my loyalty to my country begins”.

Kongres alumni Unair harus melepaskan kesetiaan (loyalty) baju aspirasi ideologi dan politiknya begitu terpilih menjadi ketua umum yang baru karena kesetiaannya nanti harus satu yaitu IKAUA dan Almamaternya.

Nilai luhur lainnya adalah budaya yang berakar dari bangsa sendiri yaitu Guyub, yang mencerminkan ikatan persaudaraan yang kuat. Karena itu para peserta kongres nanti harus sepakat untuk membuang budaya “Gak Pateken”, yaitu bahasa Jawa/Surabaya yang menunjukkan sikap tidak perduli terhadap paguyuban alumni, yang dalam bahasa kerennya “I do not Care”.

Alumni yang memiliki sikap ini umumnya berpendapat bahwa dia menjadi terkenal dan maju dalam kehidupannya tidak pernah ada kontribusi dari Ikatan Alumni. Tentu ketua umum yang baru tidak boleh menafikan sikap seperti itu, karena hal ini akan memunculkan adanya pertanyaan kritis tentang “apa manfaatnya bergabung dalam sebuah ikatan alumni?”.

Pihak Universitas Airlangga sebagai kawah candradimuka memberikan berbagai ilmu bagi para mahasiswanya, tentu akan bersikap netral, tidak berpihak pada calon tertentu, karena universitaslah yang juga mengajari nilai-nilai demokrasi yang baik yang jauh dari nepotisme.

Sepertinya pihak Universitas Airlangga hanya titip kepada kongres untuk menjadikan moto UA “Excellence with Morality” sebagai referensi pembicaraan di kongres dalam memilih ketua umum dan merumuskan program-program kerjanya.

Ini berarti bahwa seorang calon ketua umum (dan jajaran pengurusnya) haruslah orang yang menjunjung tinggi nilai-nilai moral yang agung. Selain itu program kerjanya nanti juga harus nyantol atau In Linedengan berbagai program UA sebagi bentuk kontribusi alumni kepada kemajuan Almamaternya baik di level nasional maupun global.

Akhirnya kepada para alumni Unair, saya mengucapkan Selamat Berkongres.

Oleh: Ahmad Cholis Hamzah

Penulis aktif menulis di Koran Jawa Pos, Surya, dan rutin menulis di GNFI. Beberapa tulisannya acapkali dimuat/dikutip Koran Malaysia dan Thailand. Penulis juga tersohor sebagai akademisi sekaligus professional di kota kelahirannya, Surabaya.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Ahmad Cholis Hamzah lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Ahmad Cholis Hamzah.

AH
AH
MI
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini