Penulis: Ega Krisnawati
#WritingChallenge#InspirasidariKawan#NegeriKolaborasi
Wayang merupakan salah satu seni pertunjukan tradisional dan warisan Indonesia. Tidak hanya dipengaruhi oleh budaya Jawa dan Hindu, rupanya ada juga seni wayang yang berasal dari masyarakat Tionghoa.
Wayang yang berasal dari masyarakat Tionghoa adalah Wayang Potehi. Wayang potehi lahir di Cina bagian selatan. Pegiat Rumah Cinta Wayang, Dwi Woro Retno, menyatakan bahwa Wayang Potehi dianggap sebagai salah satu warisan budaya bangsa yang sudah hampir punah.
Kedatangan Wayang Potehi di Indonesia diawali dari suatu perjalanan panjang di abad ke-5 dan punah ketika Presiden Soeharto melarang kebudayaan Tionghoa di Indonesia. Kendati demikian, Presiden Gus Dur menghapus larangan itu dan Wayang Potehi kembali hadir meski para penggiatnya sudah mulai sepuh.
Dwi menjelaskan, bahwa Wayang Potehi berasal dari kata 'Pou' yang artinya kain, 'Te' atau kantong, dan 'Hi' yang berarti wayang. Sebagaimana yang dilansir dari Kumparan, seperti namanya, Wayang Potehi adalah wayang boneka dengan terbuat dari kain.
Dalam praktiknya, sang dalang akan memasukkan tangan mereka ke dalam kain tersebut dan memainkan layaknya wayang pada umumnya. Hingga kini, Wayang Potehi sudah berumur sekitar 3.000 tahun.
Baca juga Menilik Sejarah Wayang Kulit Jawa Tengah
Dibuat oleh lima terpidana mati
Dari hasil penelitian Dwi dalam “Wayang Potehi: Chinese-Peranakan Performing Arts in Indonesia”, menyebut bahwa Wayang Potehi dikenal oleh masyarakat Tiongkok pada abad ke-7 hingga abad ke-9 semasa Dinasti Tang. Berdasarkan literatur tersebut, Wayang Potehi dibuat oleh lima terpidana mati yang sedang menunggu hari eksekusi.
Agar dapat menghilangkan kesedihan, mereka pun membuat boneka dari potongan kain dan memainkannya dengan musik pengiring dari barang-barang seadanya. Rupanya, pertunjukan itu tidak hanya menghibur mereka, tapi juga para tahanan dan sipir penjara lainnya.
Hingga akhirnya keberadaan pertunjukan itu sampai ke telinga raja dan meminta mereka bermain di istana. Melalui Wayang Potehi, mereka pun dibebaskan dari hukuman mati, karena berhasil menghibur raja.
Kemudian, Wayang Potehi dibawa imigran asal Tiongkok ke Nusantara sekitar abad ke-16 dan menyebar ke beberapa kota di Pulau Jawa. Dalam Indonesia Kaya ditulis, Wayang Potehi bukan hanya sarana hiburan tapi juga memiliki fungsi ritual.
Fungsi ritual tersebut, yaitu untuk sarana untuk menyampaikan terima kasih, pujian, doa kepada para dewa, dan leluhur. Tidak heran jika kesenian ini berkembang di sekitar kelenteng, terutama di beberapa kota di pantai utara Jawa.
Baca juga Kisah Hubungan Leluhur Indonesia-Filipina di Kepulauan Sangihe
Cara memainkan Wayang Potehi
Wayang Potehi dimainkan dengan lima jari. Tiga jari tengah mengendalikan kepala, sementara ibu jari dan kelingking mengendalikan tangan wayang. Dalam laporan penelitiannya berjudul “Dari Wayang Potehi ke Wayang Thithi”, Ngesti Lestari menyebut setiap wayang dapat dimainkan untuk berbagai karakter, kecuali Bankong, Udi King, dan Sia Kao Kim, yang warna wajahnya tak dapat berubah.
Pementasan dilakukan di sebuah panggung yang disebut pay low dan berwarna merah. Panggung berbentuk miniatur rumah yang dibuat permanen atau bongkar-pasang. Untuk memainkan Wayang Potehi dibutuhkan dua orang, yaitu dalang dan asisten dalang.
Dalang bertugas menyampaikan cerita, sedangkan asisten membantu menyiapkan dan menata peralatan pentas seperti wayang, busana, dan senjata, serta menampilkan tokoh-tokoh sesuai cerita. Masing-masing dapat memainkan dua wayang. Sebanyak 20-25 wayang bisa digunakan dalam satu kali pementasan.
Musik pengiring dimainkan oleh tiga musisi dengan alat musik seperti gembreng besar (toa loo), rebab (hian na), kayu (piak ko), suling (bien siauw), gembreng kecil (siauw loo), gendang (tong ko), dan selompret (thua jwee). Satu musisi dapat memainkan dua atau tiga alat musik.
Baca juga Cerita Kota Bekasi yang Pernah jadi Wilayah Kerajaan
Pertunjukan Wayang Potehi tidak dilakukan semalam suntuk seperti wayang kulit, tapi hanya berdurasi setengah atau dua jam. Pertunjukan pun dibawakan secara serial. Bahkan ada kisah yang memerlukan waktu pementasan selama tiga bulan sampai cerita selesai secara keseluruhan.
Beberapa lakon yang biasa dibawakan, antara lain: Cun Hun Cauw Kok, Hong Kian Cun Ciu, Poe Sie Giok, dan Sie Jin Kwie. Lakon-lakon itu adalah kisah legenda dan mitos klasik dari daratan Tiongkok dan biasanya dimainkan di kelenteng.
Bila Wayang Potehi pentas di luar kelenteng, diambil cerita-cerita yang populer seperti Sun Go Kong (Kera Sakti), Sam Pek Eng Tay, Si Jin Kui, atau Pendekar Gunung Liang Siang.
Nah itulah asal-usul Wayang Potehi di Indonesia. Meski sempat dilarang, tapi ternyata Wayang Potehi masih ada hingga saat ini, lho, Kawan!
Untuk Kawan yang tertarik dengan Wayang Potehi sudah tahu belum kalau Kawan GNFI sedang menyelenggarakan Writing Challenge Batch 3? Kawan bisa menuliskan tentang potensi Wayang Potehi ini. Simak syarat dan ketentuannya melalui tautan berikut, ya!
Referensi: Kumparan | Indonesia Kaya
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News