Mengenal RCEP, Blok Perdagangan Terbesar di Dunia yang Baru Lahir

Mengenal RCEP, Blok Perdagangan Terbesar di Dunia yang Baru Lahir
info gambar utama

Perdagangan dan perniagaan adalah urat nadi ekonomi global. Secara alamiah, kesepakatan di antara negara-negara di wilayah geografis tertentu membantu memfasilitasi hubungan dengan cara-cara yang diharapkan memberi bermanfaat bagi semua pihak yang terlibat.

Pada akhir 2020, Kemitraan Ekonomi Komprehensif Regional (Regional Comprehensive Economic Partnership/RCEP) resmi ditandatangani, dan secara resmi menciptakan sebuah blok perdagangan terbesar dalam sejarah. RCEP adalah perjanjian perdagangan bebas antara 15 negara di kawasan Asia-Pasifik, dan telah diresmikan setelah 28 putaran diskusi selama delapan tahun terakhir.

Negara-negara anggota yang merupakan bagian dari RCEP akan mendapatkan manfaat dari penurunan atau penghapusan tarif barang dan jasa impor di antara anggota-anggotanya dalam 20 tahun ke depan. Inilah 15 negara anggota, berikut ukuran ekonomi (GDP/PDB) masing-masing.

Tetapi masih ada beberapa pekerjaan yang harus dilakukan untuk mewujudkan perjanjian perdagangan tersebut agar benar-benar berjalan secara optimal.

Penandatanganan perjanjian, langkah yang diambil pada akhir 2020, baru menunjukkan dukungan awal untuk perjanjian perdagangan, dan masih perlu diratifikasi. Itu berarti negara-negara ini masih harus memberikan persetujuan mereka untuk terikat secara hukum dengan persyaratan-persyaratan dalam RCEP.

Setelah RCEP diratifikasi oleh tiga perlima penandatangannya—minimal enam negara ASEAN dan tiga negara non-ASEAN—ini akan dilanjutkan dalam 60 hari.

Sejauh ini, RCEP telah diratifikasi oleh China, Jepang, Thailand, dan Singapura, per 30 April 2021. Pada kecepatan saat ini, RCEP akan mulai berlaku pada awal 2022 karena semua negara anggota telah sepakat untuk menyelesaikan proses ratifikasi dalam waktu tahun.

Menariknya, di tengah negosiasi pada 2019, India menarik diri dari kesepakatan. Ini terjadi setelah kekhawatiran potensial tentang dampak blok perdagangan pada sektor industri dan pertaniannya yang dikhawatirkan memengaruhi mata pencaharian semua orang India. India tetap memiliki opsi untuk bergabung kembali dengan RCEP di masa mendatang, jika ada perubahan kebijakan negara tersebut.

Seberapa besar RCEP sebenarnya?

RCEP tidak hanya akan lebih besar dari perjanjian perdagangan Asia-Pasifik yang ada seperti Perjanjian Komprehensif dan Progresif untuk Kemitraan Trans-Pasifik (CPTPP) dalam ukuran dan cakupan, tetapi juga kemitraan regional utama lainnya di negara-negara maju, termasuk Uni Eropa dan Perjanjian AS-Meksiko-Kanada (USMCA, sebelumnya dikenal sebagai NAFTA).

Dengan kekuatan gabungan dari 15 penandatangannya, RCEP menyumbang sekitar 30 persen dari GDP/PDB dan populasi global. Menariknya, total populasi yang tercakup dalam RCEP mendekati atau lebih dari lima kali lipat dari blok perdagangan lainnya.

Perjanjian regional lain yang tidak tercakup di sini adalah Kawasan Perdagangan Bebas Benua Afrika (AfCFTA), yang sekarang menjadi yang terbesar dalam hal negara peserta (total 55), tetapi dalam metrik lainnya, RCEP masih tampil lebih unggul.

Beberapa implikasi dari RCEP antara lain adalah kesepakatan tersebut akan menetapkan aturan untuk kawasan terkait:

  • Investasi
  • Kompetisi
  • Perdagangan elektronik
  • Hak milik intelektual
  • Telekomunikasi

Terakhir, tetapi yang paling penting, diperkirakan bahwa potensi keuntungan dari RCEP mencapai miliaran dollar: yakni 209 miliar dolar AS dapat ditambahkan setiap tahun ke pendapatan dunia, dan 500 miliar dolar AS dapat ditambahkan ke perdagangan dunia pada tahun 2030.

Bagaimana dengan Indonesia?

Indonesia punya peran sentral dalam pembentukan RCEP. RCEP pertama kali dicetuskan pada tahun 2011 ketika Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN di Bali, di mana kala itu Indonesia menjadi Ketua ASEAN dan dalam proses perundingan Indonesia ditunjuk menjadi negara koordinator juru runding ASEAN hingga penandatanganan.

RCEP diprediksi akan menguntungkan bagi Indonesia dari aspek penyerapan tenaga kerja. Sedangkan, bagi ASEAN, RCEP meningkatkan integrasi kawasan, terutama dalam hal integrasi ekonomi.

Secara umum, perjanjian dagang RCEP yang terdiri dari 14.367 halaman ini membawa berbagai keuntungan untuk Indonesia.

Pertama, adanya proyeksi kenaikkan jumlah ekspor Indonesia sebesar 7,2 persen melalui skema global supply chain atau rantai pasok global. Dalam skema ini perusahaan Indonesia menghasilkan sebuah produk yang bisa dipakai sebagai bahan baku di negara lain dengan bantuan bea masuk yang semakin minim. Misalnya, baterai mobil buatan Indonesia dipakai di perakitan mobil di negara lain.

Bahkan, Kementerian Perdagangan memperkirakan angka ekspor naik sebesar 8-11 persen dan investasi meningkat sampai 22 persen dalam 5 tahun setelah disahkan. Manfaat LAIN dari RCEP ialah sebagai alternatif untuk menyatukan ekonomi di tingkat kawasan Asia Tenggara.

Dari integrasi ekonomi, ASEAN melalui Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) diklaim menemui kegagalan. Sebuah riset menemukan rata-rata angka pertumbuhan ekonomi negara anggota ASEAN setelah MEA justru relatif sedikit menurun dibandingkan dengan sebelum MEA yang justru cenderung positif.

Disamping terkait pertumbuhan ekonomi, fakta lain yang menunjukan kegagalan integrasi ekonomi ASEAN ialah total ekspor-impor antar negara ASEAN hanya berjumlah 25 persen dari total aktivitas dagang negara anggota ASEAN. Hal ini sangat jauh dibandingkan dengan nilai perdagangan antar-negara Uni Eropa yang mencapai 67 persen dari total perdagangan negara anggota organisasi tersebut.

Hati-hati

RCEP tentu saja tak lepas dari kritik. Banyak yang menyatakan bahwa RCEP ini hanya akan membantu China mendapatkan lebih banyak amunisi dari dorongan dalam perlombaan ekonominya melawan AS untuk menjadi negara adidaya global.

China dianggap sebagai negara paling diuntungkan dalam RCEP. Pasalnya, RCEP memuluskan jalan China untuk mengimplementasikan Belt Road Initiative (BRI). BRI merupakan rencana jangka panjang China untuk membangun rute perdagangan dan investasi dari Asia-Pasifik hingga Eropa.

Caranya, China berinvestasi kepada calon negara mitra untuk membangun infrastruktur di sepanjang jalur perdagangan China dari Asia-Pasifik hingga daratan Eropa.

Bila China mampu mendominasi perannya di RCEP dan berhasil menciptakan BRI, negara anggota ASEAN dikhawatirkan semakin bergantung pada China. Investasi langsung asing China ke ASEAN pada 2017 sudah mencapai 719,5 juta dolar AS.

Ditambah, negara-negara sedang berkembang di ASEAN, termasuk Indonesia, berpotensi kebanjiran barang impor dari China. Dengan semakin bergantung pada suatu entitas, proses pengambilan kebijakan ASEAN bisa lebih mudah dipengaruhi oleh kepentingan entitas tersebut. Sementara, dalam bidang politik, ASEAN masih perlu menyelesaikan persoalan Laut China Selatan dengan China.

Padahal, Indonesia masih mengalami defisit perdagangan atau timpangnya impor dibandingkan ekspor terhadap China pada 2020 sebesar 6,6 miliar dolar AS atau setara dengan Rp93 triliun.

Poin kedua yang perlu diperhatikan adalah dampak kesepakatan tersebut pada usaha mikro kecil dan menengah (UMKM). Dengan adanya RCEP, pesaing UMKM semakin bertambah dimana kondisi ini berpotensi mengurangi pendapatan UMKM. Dikhawatirkan, UMKM kalah bersaing dengan produk impor yang semakin bertambah akibat efek RCEP.

Sumber:

Ghosh, Iman. “RCEP Explained: The World's Biggest Trading Bloc Will Soon Be in Asia-Pacific.” Visual Capitalist, 11 June 2021, www.visualcapitalist.com/rcep-explained-the-worlds-biggest-trading-bloc-will-soon-be-in-asia-pacific/

Yohanes Ivan Adi Kristianto Lecturer at the Department of International Relations. “Bagaimana RCEP Bisa Menguntungkan Dan Merugikan Indonesia.” The Conversation, 20 Nov. 2020, theconversation.com/bagaimana-rcep-bisa-menguntungkan-dan-merugikan-indonesia-150453.

张洁 . “RCEP: World's Largest Free-Trade Deal.” Chinadaily.com.cn, www.chinadaily.com.cn/a/202105/22/WS60a8f525a31024ad0bac0c65.html.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Akhyari Hananto lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Akhyari Hananto.

AH
MI
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini