Keunikan Candi Dadi dan Kutukan "Jomlo" yang Menyelimuti Warga Sekitar

Keunikan Candi Dadi dan Kutukan "Jomlo" yang Menyelimuti Warga Sekitar
info gambar utama

Saat anda berkunjung ke Tulunggagung, Jawa Timur, tidak ada ruginya berkunjung ke Candi Dadi. Bangunan bersejarah yang terletak di Dusun Mojo, Desa Wajak Kidul, Kecamatan Boyolangu ini menyimpan kisah misteri yang tersebar dari mulut ke mulut.

Menurut Triyono, peneliti sejarah Tulungagung, kata “Dadi” berasal dari bahasa Jawa yang artinya “Jadi”. Nama Candi Dadi sendiri dilatarbelakangi dari bentuk candinya yang paling sempurna diantara candi lainnya.

Dalam laporan tahun 1920-an, selain Candi Dadi disebutkan masih ada beberapa bangunan candi lainnya, seperti candi buto, candi gemali, dan candi lain yang sudah tak karuan bentuknya. Hingga sekarang hanya tersisa Candi Dadi saja yang masih berbentuk.

Butuh waktu sekitar 40 menit untuk menuju candi ini karena letaknya yang berada di puncak bukit Walikukun. Namun rasa lelah bisa langsung terbayar ketika sampai di lokasi Candi Dadi. Karena kita bisa menikmati keindahan Kecamatan Boyolangu dan sekitarnya dari ketinggian.

Komplek Candi Dadi ini berada di ketinggian 360 mdpl, bangunannya terdapat di areal kehutanan di lingkungan RPH Kalidawir. Hanya memiliki candi tunggal yang tidak memiliki tangga masuk, hiasan, maupun arca.

Candi Panataran Masa Akhir Majapahit, Bertahan Tanpa Bantuan Penguasa

Candi tersebut berdiri tegak pada puncak sebuah bukit di lingkungan pegunungan Walikukun. Denah candi berbentuk bujursangkar dengan ukuran panjang 14 meter, lebar 14 meter, dan tingi 6,5 meter. Bangunan berbahan batuan andesit itu terdiri atas batur dan kaki candi. Berbatur tinggi dan berpenampilan setiap sisinya. Bagian atas batur merupakan kaki candi yang berdenah segi delapan.

Pada permukaan tampak bekas tembok berpenampang bulat yang kemungkinan berfungsi sebagai sumur. Diameter sumur adalah 3,35 meter dengan kedalaman sekitar 3 meter. Uniknya, sumuran itu ketika hujan turun sederas apa pun, di dalam sumuran tidak pernah menggenang air. Air yang turun langsung meresap ke dalam.

Candi Dadi adalah satu-satunya candi di Indonesia yang memiliki lubang sumur di atasnya. Selain itu sejak awal berdiri, candi ini belum pernah mengalami pemugaran, jadi Candi Dadi masih sama dengan zaman dulu.

Misteri "jomlo" dalam pembangunan Candi Dadi

Candi Dadi menyimpan misteri tentang asal muasal pembangunannya. Masyarakat sekitar percaya bahwa candi ini bermula ketika salah seorang pangeran melamar seorang putri Dusun Kedungjalin.

Kemudian putri tersebut mau menerima lamaran dengan syarat dibuatkan empat candi dalam satu malam. Pangeran pun menyetujui persyaratan tersebut dan dimulailah pembuatannya.

Maka ketika keempat candi hampir jadi, dan waktu masih cukup, maka putri yang sejatinya ingin menolak lamaran pangeran tersebut mencari akal untuk menggagalkan pembuatan candi yaitu dengan menyuruh beberapa ibu desa membunyikan suara lesung.

Maka candi yang keempat pun belum selesai dibuat karena pangeran mengira waktu sudah pagi. Candi yang keempat ini selanjutnya oleh masyarakat dinamakan Candi Urung, karena bentuknya yang tidak sempurna.

Kata “Urung” sendiri berasal dari bahasa Jawa yang artinya Belum. Setelah pangeran tahu tipu muslihat itu, maka ia marah dan mengutuk para perempuan di desa itu, mereka tidak akan mendapatkan jodoh melainkan setelah usianya menginjak tua.

Ternyata Suku Tertua Indonesia Ada di Jawa Timur!

Sedang penamaan Candi Buto, karena menurut masyarakat, dulu di atas candi tersebut terdapat sebuah arca besar yang sekarang tidak terlihat karena disembunyikan makhluk halus. Sedangkan nama Candi Gemali atau Lingga Gemali sendiri diambil karena di lokasi itu terdapat lingga yang mempunyai makna kesuburan lelaki.

“Hal itu memungkinkan karena perempuan-perempuan Dusun Kedungjalin menikah di usia tua,” imbuh Triyono.

Menurut Ketua Museum Tulungagung, Drs Haryadi, banyak pendapat mengenai fungsi Candi Dadi pada masanya. Ada yang mengatakan untuk pendermaan, ada yang mengatakan untuk pertapaan, ada juga yang mengatakan untuk pengabuan (pembakaran mayat,red).

“Hingga kini masih ada saja sebagian masyarakat tertentu yang datang ke candi ini melakukan pemujaan,” jelasnya.

Peninggalan Majapahit untuk arwah para leluhur

Candi Dadi diperkirakan peninggalan sejarah pada masa kerajaan Majapahit sekitar akhir abad XIV hingga akhir abad XV. Berakhirnya kekuasaan Hayam Wuruk juga merupakan masa suram bagi kehidupan agama Hindu-Budha.

Pertikaian politik yang terjadi di lingkungan keraton memunculkan kekacauan, seiring dengan munculnya agama Islam. Dalam kondisi yang demikian, penganut Hindu-Budha melakukan pengasingan agar tetap dapat menjalankan kepercayaan/tradisi yang dimilikinya.

Sebagian besar memilih bukit-bukit atau setidaknya kawasan yang tinggi dan sulit dijangkau. Biasanya tempat baru yang mereka pilih merupakan tempat yang jauh dari pusat keramaian maupun pusat pemerintahan.

Candi Dadi adalah salah satu dari karya arsitektural masa itu, sekitar akhir abad XIV hingga akhir abad XV. “Namun sampai sekarang saya belum menemukan pada era raja siapa yang membangun candi itu,” jelas Haryadi.

Awal Mula Pendirian Kerajaan Majapahit Ternyata Berasal dari Daerah Ini

Letaknya yang berada di puncak bukit dihubungkan dengan anggapan masyarakat Indonesia kuno bahwa puncak gunung adalah tanah suci. Anggapan ini merupakan sebuah tradisi yang berlangsung sejak zaman prasejarah yang percaya bahwa arwah para leluhur berada di puncak gunung.

Berkenaan dengan paham tersebut, lingkungan alam di sekitar Candi Dadi memang sangat mendukung. Candi Dadi yang berada di puncak bukit dan langsung menghadap lembah Boyolangu di sebelah utara yang merupakan karya arsitektur dengan menggambarkan sebuah kemegahan.

Penelitian terhadap Candi Dadi pernah dilakukan oleh beberapa ahli purbakala, yaitu PJ Veth (1878), Hoepermans (1913), NJ Krom (1915, 1923), dan Haase (1901). Dalam laporan Belanda pada abad ke-19, disebutkan adanya kelompok bangunan candi (jumlahnya lima) di lereng utama Pegunungan Wajak atau juga disebut Pegunungan Walikukun di Tulungagung.

"Pohon langka yang mengelilingi candi itu disebut sebagai pohon walikukun. Itu sangat langka dan tidak boleh ditebang," kata warga yang mengaku aktif mengamankan lingkungan di sekitar candi dan Argo Pathuk.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Rizky Kusumo lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Rizky Kusumo.

RK
MI
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini