Desa Torosiaje, Kampung di Atas Laut Kediaman Suku Bajo

Desa Torosiaje, Kampung di Atas Laut Kediaman Suku Bajo
info gambar utama

Merencanakan liburan di dalam negeri memang tak akan pernah membosankan. Sebab ada banyak tempat yang bisa dijelajahi di Indonesia. Dari Sabang sampai Merauke, tersimpan tempat-tempat wisata yang menarik untuk dikunjungi, dari pantai, gunung, sungai, air terjun, bangunan bersejarah, hingga kawasan perkotaan dengan daya tarik masing-masing.

Namun, jika ingin bervakansi dengan nuansa berbeda, cobalah mengunjungi desa-desa unik di Indonesia. Misalnya, seperti Desa Torosiaje yang dibangun di atas laut.

Desa Torosiaje berada di Kecamatan Popayato, Kabupaten Pohuwato, Provinsi Gorontalo. Berkunjung ke desa ini akan memberikan pengalaman yang menarik karena di sana pengunjung bisa melihat hunian dan kehidupan orang-orang yang jauh berbeda dari kawasan perkotaan.

Melihat Rumah Adat dan Kuburan Batu di Desa Kete Kesu Tana Toraja

Desa di atas laut Teluk Tomini

Dikenal juga dengan sebutan Kampung Bajo, Desa Torosiaje berada di atas air laut Teluk Tomini. Jaraknya sekitar 600 meter dari daratan dan dihuni 389 keluarga. Jika dilihat dari atas, perkampungan ini membentuk pola huruf U.

Bila berkesempatan jalan-jalan ke sana, wisatawan dapat melihat rumah-rumah di desa tersebut pondasinya terbuat dari batang pohon dan masing-masing rumah terhubung dengan koridor dari kayu. Umumnya rumah-rumah di sana memiliki ketinggian tiga hingga lima meter di atas permukaan laut.

Meski dibangun di atas air, Desa Torosiaje memiliki fasilitas umum yang layak dan jangan bayangkan daerah kampung tak tersentuh peradaban. Di sana terdapat sekolah, masjid, lapangan bulu tangkis, warung-warung yang menjual kebutuhan sehari-hari, dan pastinya tersedia aliran listrik dari PLN dan genset jika listrik padam.

Jangan khawatir, di sana juga terdapat fasilitas penginapan lho. Ada satu yang merupakan milik pemerintah dan satunya adalah milik warga setempat. Namun, bila sedang ramai, wisatawan pun dapat menginap di rumah warga. Biaya menginap per malamnya pun tak akan menguras kantong, yaitu sekitar Rp100-150 ribu saja.

Menjelajahi 4 Desa Wisata di Nusa Tenggara Barat

Akses ke Desa Torosiaje

Bila ingin mengunjungi Desa Torosiaje, sebelumnya Anda bisa menempuh perjalanan hingga ke Gorontalo. Dari sana, masih butuh waktu sekitar tujuh jam untuk sampai ke Kecamatan Popayato. Dari Kota Gorontalo, jaraknya sekitar 240 km dan harus dilewati dengan jalur darat.

Setelah sampai di sana, banyak ojek laut atau perahu yang akan mengantarkan pengunjung menuju perkampungan. Tak butuh waktu lama lagi, hanya sekitar 10 menit dari darat, Anda akan segera sampai di Desa Torosiaje setelah melihat tulisan “Welcome to Bajo” dan mulai tampak deretan rumah panggung di atas laut.

Kegiatan di Desa Torosiaje

Selama berlibur di Desa Torosiaje, ada banyak kegiatan yang bisa dilakukan. Misalnya, memancing di dermaga, berkeliling Desa Torosiaje dengan menggunakan sampan, menjelajah Teluk Tomini, berenang, atau bersantai menikmati pemandangan lautan yang bersih.

Ya, meski jadi pemukiman ratusan warga, air laut di sekitarnya tetap jernih dan bersih. Ini menjadi bukti bahwa masyarakat di Desa Torosiaje memang sangat menjaga laut dengan sebaik-baiknya.

Kegiatan lain yang tak kalah seru untuk dilakukan adalah menyaksikan kehidupan sehari-hari masyarakat di Desa Torosiaje. Semua kegiatan tentunya dilakukan di atas permukaan laut dan kebanyakan aktivitas masyarakatnya adalah mengurus budidaya ikan.

Uniknya, masyarakat yang tinggal di Desa Torosiaje ini tidak hanya berasal dari satu etnis saja lho. Meski didominasi Suku Bajo, Anda juga bisa menemukan orang-orang dari Gorontalo, Bugis, Mandar, Buton, Minahasa, Jawa, dan Madura hidup berdamai di desa tersebut.

Berawal dari Tempat Jin Buang Anak, Denai Lama Kini Jadi Desa Wisata

Berkenalan dengan Suku Bajo

Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, Desa Torosiaje didiami oleh Suku Bajo. Apa istimewanya? Rupanya, orang Suku Bajo terkenal dengan kehebatannya dalam menjelajahi lautan. Orang Suku Bajo dikenal sebagai orang laut, mereka tidak tinggal di daratan. Kepada orang-orang selain Suku Bajo, mereka menyebutnya orang darat.

Mereka bahkan bisa menyelam hingga kedalaman 60 meter di bawah permukaan laut selama 13 menit dengan satu tarikan napas. Padahal umumnya manusia awam hanya bisa bertahan sekitar 30-60 detik saja bila menyelam tanpa bantuan alat pernapasan. Dengan kehebatannya, maka tak heran bila orang Suku Bajo disebut pengembara laut ulung.

Selama pengembaraan, mereka hanya bermodal perahu kuno tanpa peralatan penunjuk arah modern untuk memandu perjalanan. Bahkan mereka hanya mengandalkan posisi bintang saja. Untuk menyelam, mereka pun tidak menggunakan baju khusus dan alat bantu pernapasan, yang dipakai hanyalah kacamata renang dari kayu untuk mencegah air masuk ke mata.

Pada zaman dahulu, orang-orang Suku Bajo hidup di atas perahu dan nomaden, alias berpindah-pindah. Namun, saat ini banyak orang Bajo yang membangun rumah di atas laut dangkal untuk tempat tinggal.

Tak hanya di Gorontalo, Suku Bajo juga tersebar hingga ke daerah lain di Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, dan wilayah Indonesia bagian timur lain. Bahkan, ada pula di lautan Malaysia, Filipina, dan Thailand.




Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Dian Afrillia lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Dian Afrillia.

DA
MI
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini