Sutanandika, Inisiator Relawan yang Konsisten Lindungi Lingkungan Meski Pandemi

Sutanandika, Inisiator Relawan yang Konsisten Lindungi Lingkungan Meski Pandemi
info gambar utama

Sutanandika telah memulai aktivitas sosialnya sejak berada di perguruan tinggi. Sebagai aktivis yang menjadi bagian dalam gerakan untuk menurunkan Presiden Soeharto pada era reformasi.

Setelah ingar bingar reformasi, Kang Sutan--panggilan akrabnya--mulai 'menyepi' dan lebih dekat dengan masyarakat. Di sinilah dirinya memulai aktivitasnya dalam dunia lingkungan.

Pria lulusan Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung ini, terjun ke masyarakat di daerah Waduk Cirata, Karawang, Jawa Barat. Pada masa-masa aktivitas sosial ini, ia melihat sudah banyak daerah di sekitar waduk yang hutannya sudah gundul dan gersang karena pembalakan liar.

"Marak penjarahan pada 98, hutannya habis semua gundul dan gersang," ucap Sutan yang ditemui GNFI di kedimanannya di Cijeruk, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Sabtu, (15/8/2021).

Ia bersama kawan-kawannya yang saat itu tinggal di pesantren pun berinisiatif untuk mengembalikan hutan ke fungsi aslinya. Sutan pun mengajak anak-anak pesantren dan juga pelajar untuk bergerak bersama menghijaukan hutan.

"Saat itu kita pikir ketimbang tak melalukan apa-apa dan lain sebagainya. Bagaimana kita ajak mereka jalan. Apa yang mereka rasakan? panas dan sebagainya."

Dirinya pun memulai inisiatif dengan melakukan pembibitan, setiap sore dirinya bersama warga sekitar menanam seratus tanaman. Tidak disangka dalam waktu sebentar, ia berhasil menanam 10 ribu batang pohon di SMPN Maniis Cirata.

Luthfi Kurnia, Motor Relawan yang Sediakan Makanan untuk Nakes dan Warga

"Setelah itu satu tahun setengah. Alhamdulilah tanaman itu tumbuh baik. Dilirik oleh perhutani dalam Gerakan Penanaman Hutan Bersama Masyarakat. Itu program pemerintah mereka melihat yang organik dan kita diajak kolaborasi," terang Sutan.

Selain berhasil menghijaukan hutan, Sutan juga memberi mamfaat ekonomi bagi masyarakat sekitar. Setelah perhutani membagi hasil penanaman bibit mereka selama ini.

aktivitas penanaman pohon komunitas penjuang waktu
info gambar

"Pihak pesantren dapat keuntungan, hutan yang kita tanami hasilnya 70 persen buat kita, lalu 30 persen buat perhutani. Tergantung tanahnya milik siapa. Kalau bibitnya dari mereka 70 persen buat perhutani 30 persen buat pesantren," jelas pria yang sekarang berprofesi sebagai guru ini.

Sutan memang sejak masa mahasiswa telah melihat kondisi hutan yang mulai mengalami kerusakan. Terutama hutan di Jawa Barat yang sering dianggap sebagai daerah hijau di Pulau Jawa.

Hal ini dirinya telah lihat saat berkeliling ke berbagi daerah sebagai aktivis mahasiswa dan radio. Beberapa kali bahkan dirinya melihat terjadinya bencana akibat perilaku masyarakat yang merusak alam.

"Salah satunya ke Cisauk Garut. Ada jalan kanan kiri tebing. Itu bekas longsor dan batu-batunya besar-besar. kalau enggak salah saat itu ramai berita 70 persen hutan Jabar rusak. Pada tahun 2000," urainya.

"Saat itu saya melihat ada jembatan yang dibeton hutannya habis, ada cerita di samping jembatan itu ibu sama anaknya tersapu banjir dan batu, hilang semua. Mobil kita nyangkut tidak bisa menyebrang. Saya melihat kerusakan yang parah di Garut."

Dirinya pun sudah mengalami kerusakan lingkungan di daerah tempat tinggalnya. Sutan melihat daerah Bogor telah berbeda dibandingkan masa-masa dirinya masih kecil.

"Misalkan pagi saya masih bisa menikmati halimun di Gunung Salak. Sekarang sudah jarang. Saya pernah merasakan air terjun yang besar tapi sekarang sudah tidak ada," terangnya sambil sesekali menghirup rokok ke mulutnya.

"Terasa sekarang di wilayah kita aja di Cijeruk yang katanya mengirim air ke wilayah Jakarta dengan kualitas cukup bagus dengan tanki-tanki. Sekarang ada waktu-waktu tertentu kita kesulitan air bersih, kondisi hutan, air, sungai belum pada posisi menjadi baik malah semakin memburuk," tegasnya.

Inisiator komunitas relawan Pejuang Waktu

bantuan sosial pejuang waktu
info gambar

Melihat kondisi lingkungan yang semakin memburuk, Sutan pun berinisiatif melakukan perubahan pada masyarakat sekitar. Dirinya pun melibatkan beberapa anak didiknya di sekolah agar terlibat dalam aksi-aksi lingkungan.

Menamakan diri sebagai Pejuang Waktu, puluhan anak sekolah ini menggagas perbaikan lingkungan dengan program Cisadane Resik. Bagi Sutan, mereka adalah bibit awal untuk generasi yang peduli dengan lingkungan pada masa depan.

"Kuncinya itu pendidikan lingkungan. Kita letakkan kepada generasi yang masih mau menerima dan bisa dibentuk karakternya. Ya di usia sekolah," tegasnya.

Sementara itu, Sungai Cisadane menjadi target mereka dalam beraktivitas. Selain dekat dengan tempat tinggalnya, Cisadene pun memiliki kebermamfaatan besar yang jarang terlihat oleh masyarakat.

"Tapi dari mana nih, yang paling deket ya Cisadane. Kalau enggak salah, 40 perusahaan air minum yang mengolah air Cisadane. Lebih banyak dari Ciliwung. Daerah Kabupaten dan Kota Bogor, Tangerang, Banten sangat banyak yang menggunakan Cisadane," jelasnya.

Saat itu Sutan, bersama murid-muridnya yang berjumlah 10 orang memulai membersihkan sampah di daerah Maseng. Ia membersihkan monumen Tugu Pertempuran Masyarakat Maseng di Kampung Maseng Desa Warungmenteng Kecamatan Cijeruk.

komunitas relawan pejuang waktu
info gambar
Indra Darmawan, Sejahterakan Masyarakat di Masa Pandemi Melalui Sampah dan Eceng Gondok

"Pertama kali kita bersihkan Cisadane itu di daerah Maseng, hanya izin RT. Awalnya 10 orang setelah itu kolaboratif banyak melibatkan seperti komunitas air jeram, bisnis makanan dan lain sebagainya. Sekarang mitra kita ada 20 an-lebih," paparnya.

Setelah itu Sutan mengaku kegiatannya selalu melibatkan ratusan peserta baik dari anak sekolah hingga lembaga sosial masyarakat. Bagi Sutan, mereka diharapkan bisa menjadi agen perubahan lingkungan pada masa depan.

"Saya harap yang dilakukan hari ini bisa kita lihat 5 sampai 10 tahun nanti. Kalau kita lakukan continue. Kita bisa melihat perubahan yang cukup signifikan. Kita bisa melihat orang yang punya habit membersihkan sampah, menanam pohon," katanya.

aktivitas bersih sungai cisadane
info gambar

Peranan penting selama pandemi

Selama pandemi, Sutan dan anak didiknya di Pejuang Waktu memang terkendala masalah waktu. Banyak kegiatan yang mereka rencanakan terhalang untuk mematuhi larangan berkumpul yang diimbau oleh pemerintah.

Walau begitu, kepeduliannya atas lingkungan membuatnya tetap terjun ke masyarakat untuk menanam pohon dan membersihkan lingkungan. Tentunya dengan mengutamakan protokol kesehatan yang dianjurkan oleh pemerintah.

"Pada Januari, kita pernah melakukan kegiatan di ujung genteng. Kita menanam di Pelabuhan Ratu. Menanam juga di Pantai Palangpang di Geoprak Ciletuh, Pantai Panenjoan, Pantai Cibuaya itu menanam dan membersihkan," cerita Sutan.

Ia pun melibatkan masyarakat sekitar untuk bersama-sama membersihkan lingkungan. Baginya Cisadane Resik memang bersikap kolaboratif dengan masyarakat, dan tidak bersifat elitis.

"Iya karena inti kegiatan itu melibatkan warga setempat, Kita tidak mungkin menggarami minyak. Tidak akan larut, kita kan harus menjadi katalis. Mendorong gerakan yang lebih besar," tegasnya.

"Tugas kita adalah menjahit. Yuk bebarengan kalau bicara lingkungan dan sosial lupakan bendera masing-masing."

Bagi Sutan, kegiatan mereka ini juga mengembalikan semangat gotong royong yang mulai hilang. Padahal semangat ini merupakan identitas kebangsaan yang membentuk karakter bangsa.

Kisah Gereja Katolik di Jakarta yang Berubah Menjadi Tempat Isoman Pasien Covid-19

"Kegiatan ini mengembalikan budaya gotong royong yang merupakan karakter bangsa kita. Jadi persoalan sampah, persoalan hutan, sungai. Kerjanya harus gotong royong," ucapnya.

Sifat gotong royong inilah yang membuat dirinya bersama para anggota Pejuang Waktu bergerak saat masa krisis pandemi. Hanya memiliki dana yang terbatas, Sutan bisa berkontribusi mengatasi pandemi.

Gerakan Pejuang Waktu (Dokumen Sultanandika)

Dirinya menggunan alat-alat sederhana berhasil membuat face shield. Bahkan hampir ribuan face shield telah dirinya kirimkan hingga Desember tahun lalu.

"Sejak awal pandemi itu Pejuang Waktu telah membuat face shield. Dari BNPB, Mabes, 3 puskesmas, 3 rumah sakit, disdik Jabar, kita stock terus," terangnya.

Selain memproduksi pelindung wajah itu, Pejuang Waktu juga terlibat dalam masa-masa PPKM Darurat lalu. Banyak masyarakat di daerahnya saat itu memang belum mendapat bantuan secara cepat dari masyarakat.

"Saat itu ada masyarakat kita yang isoman, tapi harus datang ke kelurahan untuk mendapat bantuan, kan kita miris. Makannya Pejuang Waktu datang saat itu membantu mereka mengambil bantuan itu lalu dibawa ke rumahnya," cerita Sutan.

Pejuang Waktu saat itu menangani hampir puluhan Kepala Keluarga (KK). Hingga akhirnya, Sutan meminta anggotanya untuk berhenti setelah melihat adanya gerakan dari Pemerintah Daerah (Pemda).

"Tapi setelah ada dari pemerintah, ya sudah kita mundur. Kecuali Kita diajak kolaborasi. Pemerintah sudah ada dana besar, lebih aman. Kita tidak berani juga memberikan risiko kepada anak-anak," paparnya.

Sutan sendiri mengaku sekarang masih menunggu perkembangan pandemi sehingga mengurangi kegiatan Pejuang Waktu. Namun ia masih meminta kadernya tetap berperan di lingkungan sekitar, terkhusus rumahnya.

"Mereka mampir ke rumah kalau ada waktu. Isi pollybag. Ada yang melihara ikan. Mereka punya mainan itu. Lalat prajurit, kolam ikan dan lain-lain. Kegiatan itu memberikan refreshing buat mereka," pungkasnya.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Rizky Kusumo lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Rizky Kusumo.

RK
MI
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini