Soal Lontar Kuno, Carma Citrawati: Kita Harus Melakukan Ritual untuk Minta Izin

Soal Lontar Kuno, Carma Citrawati: Kita Harus Melakukan Ritual untuk Minta Izin
info gambar utama

''...pernah kita datang untuk membaca lontar, tapi pemiliknya juga tidak berani untuk membuka. Misalnya karena ada ketakutan kalau dibuka nanti sakit, itu yang kami alami..''

---

Pegiat sastra Bali, Carma Citrawati meraih penghargaan NewComer of The Year dari Wikimedia Foundation. Penghargaan ini ia peroleh atas dedikasinya dalam pengembangan WikiPustaka atau Wikisource dalam bahasa Bali.

Citra--sapaan akrabnya--memang mempelajari tentang lontar kuno sejak masa perkuliahan. Di bangku kuliah Citra juga telah memulai penerjemahan lontar kuno.

Sejatinya, dunia tulis menulis memang bukanlah hal baru bagi Citra. Dirinya memang telah mengenal sastra, terkhusus bahasa Bali sejak dirinya mengenyam bangku sekolah.

"Kalau di Bali memang diajarkan bahasa Bali dan sastranya juga. Tapi tidak terlalu intensif. Zaman saya sekolah dulu sering ikut lomba tapi hanya menulis di kertas tapi tidak di lontar," ucap Citra saat dihubungi oleh GNFI, Selasa (24/8/2021).

Pada penulis GNFI, Rizky Kusumo, Citra banyak menjelaskan pengalamannya mengumpulkan lontar kuno. Juga bagaimana dirinya mulai memperkenalkan hal ini kepada anak-anak muda di Indonesia, khususnya Bali.

Berikut kutipannya bincang-bincang GNFI dengan Citra.

Sejak kapan tertarik dengan lontar kuno?

Saya memang tertarik dengan dunia penulisan seperti cerpen dan puisi berbahasa Bali. Sebenarnya ketertarikan saya itu pertama, awalnya karena menulis.

Saya suka menulis di atas daun lontar. Kemampuan saya sebenarnya itu menulis. Seiring waktu kemudian sering membantu teman-teman untuk merawat lontar-lontar yang belum terawat.

Jadi ada keinginan untuk belajar menerjemahkan. Belum terlalu expert untuk menerjemahkan. Tapi kalau untuk mengetik kembali atau menulis sudah terbiasa.

Tapi kalau menerjemahkan itu baru mulai jenis lontar berbahasa Bali. Beberapa berbahasa Jawa kuno/kawi itu baru belajar. Masih dua tahun lalu untuk belajar menerjemahkan, sempat ikut kursus Jawa kuno. Kemudian ikut belajar dengan komunitas.

Apa perbedaan lontar di Indonesia?

Setahu saya perbedaannya dari segi aksara saja. Walau pun secara tipe sama dengan aksara Jawa. Banyak pertanyaan kok mirip antara aksara Jawa dan Bali?

Karena memang kita masih di satu wilayah. Ditemukan lontar yang berbentuk manuskrip. Ada yang ditemukan berupa nipah atau gebang. Tetapi secara isi juga mencerminkan budaya masing-masing.

Ada beberapa naskah yang bisa kita pelajari bersama karena menggunakan bahasa Jawa kuno. Atau bahasa kawi. Bisa menjadikan benang merah untuk mempelajari manuskrip lain di Nusantara.

Karena beberapa peneliti dari Jawa juga mengambil beberapa kajian dari manuskrip Bali. Begitu juga peneliti Bali mempelajari manuskrip di Jawa.

Bahasa yang digunakan masih menggunakan bahasa Jawa kuno atau Kawi. Ada juga yang menggunakan bahasa Sunda atau Jawa pertengahan. Bali ada yang khusus menggunakan bahasa Bali atau campuran dengan Jawa kuno atau Kawi.

Rawat Lontar Kuno Bali, Carma Citrawati Raih Penghargaan Wikimedia 2021

Apa tantangan digitalisasi lontar kuno?

Kalau saya paling kepada pemiliknya. Disini banyak yang punya lontar atau manuskrip yang tidak hanya di perpustakaan atau resmi. Tapi juga tersebar di masyarakat.

Jadi tantangannya memang selain harus minta izin secara pribadi kepada pemiliknya. Kita juga harus melakukan ritual untuk memohon izin untuk bisa membuka lontar kuno tersebut.

Tantangannya pernah kita datang untuk membaca lontar, tapi pemiliknya juga tidak berani untuk membuka. Misalnya karena ada ketakutan kalau dibuka nanti sakit, itu yang kami alami.

Seperti project kemarin yang kita kerjakan di wikimedia. Masyarakat yang memiliki koleksi lontar untuk mengintegrasikan ke wikidata dari 12 list yang mendapatkan izin hanya 6 nama.

Mengapa izinnya begitu rumit?

Karena kalau bicara tentang naskah milik penduduk, tidak semua milik pribadi tapi juga milik keluarga besar. Kadang ada satu keluarga, saya minta izin ke kakaknya misalnya boleh enggak dibuka. Dia mengizinkan tapi harus rapat dengan keluarganya. Kemudian rapat keluarga besar itu harus nunggu hari baik. Apalagi pandemi seperti ini.

Jadi mungkin harus sabar untuk mendapatkan lontar. Kalau pantangan lain, karena ini dianggap suci. Untuk perempuan saat menstruasi tidak dizinkan untuk mengambil itu. Selain itu kita tempatkan di tempat yang suci juga. Tidak disembarang tempat.

Indonesia Miliki Koleksi Lontar Terlengkap di Dunia

Bagaimana pengalaman project wikimedia?

Itu memang project yang cukup gila yang saya lakukan bersama teman. Pertama kita melist, lalu menghubungi orang minta izin.

Setelah di kasih, kita bersihkan dulu, kita lihat kondisinya. Di konservasi dulu. Baru di digital, photo depan belakang. Tidak diizinkan foto dengan full karena di wikimedia kan free. Kalau memang ingin meneliti harus menghubungi pemiliknya.

Jadi proses nya itu sekitar 3 bulan saja. 602 lembar yang harus kita retype lagi di wikisource kemudian di validasi. Dibantu beberapa teman karena harus mengetik ulang, tidak bisa memvalidasi sendiri.

Harus banyak menguji data lontarnya benar tidak ketikannya. Selama 3 bulan kita kumpulkan lagi kemudian kita cetak katalog.

Saya sempat sakit waktu itu. Nih kenapa tidak selesai-selesai? Tapi karena kerjanya tim. Saya yang retype suami yang validasi.

Mengapa tidak sekalian dengan menerjemahkan?

Kalau menerjemahkan tidak bisa mengejar 3 bulan. Jadi tujuan kami hanya mengindetifikasi saja dan pembacaan secara filologi. Agar bisa digunakan sebagai acuan oleh peneliti. Itu cukup waktu 3 bulan.

Kalau menerjemahkan butuh waktu 3-6 bulan lagi. Karena kalau bahasa Bali saya belum tentu mengerti semua.

Harus tanya, tidak ada di kamus juga. Bertanya kepada orang tua, apa bahasa ini masih bisa digunakan atau berhubungan dengan konteks agama dan budaya.

Pandangan Anda atas potensi komunitas wikimedia di Indonesia?

Kalau saya melihat, karena selain ikut dengan wikimedia di bali juga melihat kegiatan teman-teman. Sebenarnya potensi kita untuk berkembang sangat besar di mana pun di Indonesia kita punya resources.

Tidak hanya wikipedia sebagai ensiklopedia saja tapi juga wikimedia sebagai project sister, seperti wikisource, wikipustaka, kamus. Kalau bicara kamus itu kan bicara pekerjaan seumur hidup.

Peluangnya sangat besar kalau didukung oleh semua pihak. Kalau kami di Bali masih semangat-semangatnya. Sekarang yang aktif ada 13 orang.

Kami memiliki kesukaan sendiri. Wikipedia memberikan ruang, ada yang suka foto, saya suka manuskrip, jadi bener-benar tempat yang nyaman untuk berkontribusi.

Kalau kita terus mengembangkan tanpa melakukan kerja sama. Gaungnya mungkin tidak besar, di Bali khususnya sedang melakukan kerja sama dengan sekolah dan komunitas.

Intinya jangan merasa takut untuk berkontribusi. Karena kadang sering takut, bahasa Jawanya nanti salah bahasa Balinya nanti salah. Mungkin itu tantangan masing-masing komunitas.

Memang harus kita lalui bersama. Karena potensinya sangat besar di Indonesia. Dengan beragam budaya yang bisa kita kembangkan. Bahkan dilirik sama orang asing juga.

Digitalisasi Lontar Bali Sebagai Upaya Menjaga Warisan Leluhur

Ada inisiatif memperkenalkan lontar kepada anak muda?

Sebelum pandemi saya bersama komunitas sempat bikin road show di beberapa daerah di Jawa. Untuk memperkenalkan lontar dari Jawa yang membawa banyak kebudayaan ini ke Bali.

Jadi kami ingin memperkenalkan kembali. Jadi beberapa wilayah sempat di datangi untuk melakukan workshop. Berdiskusi dengan komunitas di Jawa dan Sunda.

Saat itu di Bogor, Jakarta, dan Yogya, sempat diskusi di berbagai komunitas. Dan tidak pernah sepi. Selalu full jadi selain mereka tertarik itu sangat bagus dikembangkan. Acara kecil untuk workshop lontar. Selalu antusias.

Memang kampanyenya harus sedikit demi sedikit. Dan jangan membuat hal kuno jadi kuno terus. Pertanyaannya yang sering misal bisa enggak saya menulis, kan itu pakai pisau berdarah enggak. Jadi memang kita harus mengemas itu supaya tidak jadi beban.

Di Bali ada banyak komunitas untuk belajar lontar. Memang bahasanya susah, bahasa kawi, bahasa Bali saja tidak semua bisa. Di Bali banyak orang lebih fasih berbahasa Indonesia. Tapi kita harus mendekatkan dengan cara mereka.

Di sini sebenarnya lebih beruntung karena masih diajarkan bahasa Bali. Selain itu juga diajarkan menulis lontar. Jadi itu sangat membantu, ada lomba menulis lontar, menggambar di daun lontar, menulis aksara Bali masih ada. Sampai di tingkat provinsi masih ada.

Bagimana cara belajar lontar?

Teman kami itu dari Yunani. Dia yang pertama membangun Wikimedia Bali, menulis artikel, dia belajar bahasa kawi dari nol. Dia cuma bawa kamus kecil, dia setiap hari interaksi dengan kata-kata sederhana.

Belajar apa pun tipnya itu niat kemauan. Kalau tidak, itu pasti tidak bisa. Kalau tidak praktek tidak bisa. Kalau suka, belajar, sederhananya seperti belajar bahasa Inggris.

Teman saya itu paling aktif nanya, dia belajarnya secara praktik. Tidak ada cara khusus hanya harus praktik saja.

Sedikit masalahnya bahasa Bali itu ada tingkatannya. Jadi membuat bingung. Jadi ketika belajar bahasa Bali itu yang ditengah-tengah saja. Jadi bisa dipraktikan secara sehari-hari.

Terakhir, siapa yang paling berjasa dengan pencapaian Anda saat ini?

Kalau saya merasa beruntung ada di lingkungan keluarga, komunitas, dan suami, yang saling mendukung. Pasangan mendukung sangat penuh. Penghargaan ini saya dedikasikan kepada keluarga dan komunitas Wikimedia Denpasar, juga Indonesia.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Rizky Kusumo lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Rizky Kusumo.

RK
MI
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini