Nasib Anak Indonesia Selama Pandemi Covid-19

Nasib Anak Indonesia Selama Pandemi Covid-19
info gambar utama

Dampak pandemi Covid-19 pada kesehatan fisik memang tak terbantahkan. Di sisi lain, ada banyak hal yang terkena imbas pandemi, misalnya anak-anak usia sekolah yang kini terpaksa belajar dari rumah.

Nyatanya, anak-anak belajar dari rumah secara daring tak selalu semudah yang dibayangkan. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Mendikbud Ristek) Nadiem Makarim mengatakan bahwa anak-anak rentan mengalami learning loss, tekanan psikologis, hingga kekerasan selama pandemi.

Dari data Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), kasus kekerasan domestik yang dialami anak mencapai 4.729 kasus terhitung sejak Maret hingga Juni 2020.

Sementara itu, menurut data Satuan Bhakti Pekerja Sosial Pendamping Rehabilitasi Sosial (Sakti Peksos)/Pendamping Rehabilitasi Sosial, sejak Januari hingga Juli 2021 ada 8.021 anak bermasalah sosial telah ditangani Kementerian Sosial.

Memahami Kondisi dan Dampak Perceraian Orang Tua pada Anak

Penanganan kekerasan pada anak

Berdasarkan informasi dari KemenPPPA, para korban kekerasan bisa melaporkan kasusnya melalui layanan call center Sahabat Perempuan dan Anak (SAPA) di nomor telepon 129 atau WhatsApp di 0811112912. Layanan ini juga merupakan bagian dari upaya penanganan kasus kekerasan terhadap anak secara utuh dan terintegrasi.

Deputi Perlindungan Khusus Anak KemenPPPA, Nahar, SH, MSi, menjelaskan pengelolaan kasus kekerasan terhadap anak masih menjadi catatan bagi pihaknya. Tak dapat dimungkiri bila masih ada penanganan kasus yang tidak selesai dan tidak mendapatkan tindak lanjut.

“Pengelolaan kasus kekerasan terhadap anak harus tuntas dengan menggunakan manajemen penanganan kasus, mulai dari penjangkauan hingga pemberian pendampingan yang dilakukan secara utuh,” ujar Nahar.

“Selain itu juga harus dilihat dampak dan manfaatnya, jadi tidak hanya aspek penegakan hukum dan kesehatan korban saja. Proses pemulihan juga menjadi kata kunci pada kasus kekerasan terhadap anak. Anak korban juga harus diperhatikan bagaimana kebutuhannya saat ia kembali ke sekolah dan masyarakat,” lanjutnya.

Nahar menambahkan bahwa untuk menghadapi permasalahan kekerasan terhadap anak bisa dengan memperbaiki sistem pelaporan, pelayanan, pengaduan, kemudian menjadikan data pelaporan agar lebih akurat dan real time.

Tentunya, yang tak kalah penting adalah bagaimana pengaduan tersebut mendapatkan respons dan bisa ditangani berbagai pihak yang bertugas melindungi anak dari segala sisi, baik itu penegakan hukum hingga pendampingan.

Seberapa Optimistis Anak Muda Soal Kemajuan Indonesia di Tahun Kedua Pandemi?

Perlindungan pada anak

Menurut penjelasan Rita Pranawati, Wakil Ketua KPAI, ada beberapa hal penting yang bisa dilakukan guna melindungi anak dari kekerasan. Mulai dari kedua orang tua memiliki kewajiban yang sama, saling melengkapi dan tidak saling menggantikan.

Kemudian, setiap orang memiliki sifat maskulin dan feminin yang dalam kepribadian individu disebut sebagai androgini. Anak akan belajar figur laki-laki dengan sifat maskulin dari ayah dan belajar figur perempuan dengan sifat feminin pada ibunya.

Rita mengatakan jika anak laki-laki tidak mendapatkan figur ayah, ia berpotensi mengalami problem menemukan identitas diri dan agresifitas. Ada potensi untuk menjadi pelaku juvenile delinquency atau kenakalan remaja.

Sedangkan anak perempuan menjadikan ayahnya sebagai figur laki-laki dalam hidup. Saat keluarga tidak lengkap, maka ada peran pengganti figur pengasuh.

Belajar Daring Selama Pandemi, Kesehatan Mata Anak Memburuk

Upaya pemerintah dalam melindungi anak dan perempuan

Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) I Gusti Ayu Bintang Darmawati mengatakan jika pemerintah terus berupaya mengatasi masalah kekerasan terhadap anak dan perempuan.

Bintang menjelaskan bahwa hal tersebut pun sesuai dengan arahan Presiden Joko Widodo untuk menyelesaikan lima isu prioritas, yang salah satunya yaitu kekerasan anak dan perempuan. Menurut penuturannya, upaya seperti advokasi, sosialisasi, edukasi serta literasi kepada perempuan agar melek teknologi, informasi, dan sadar hukum terus dilakukan.

Menurut Bintang, langkah-langkah tersebut cukup efektif untuk memutuskan mata rantai kasus kekerasan dan berbagai upaya tersebut juga diperkuat dengan penanganan yang terintegrasi.

Pihak KemenPPPA pun saat ini terus berkonsentrasi pada perbaikan kualitas sumber daya manusia. Terlebih di masa pandemi ini, para perempuan dituntut untuk memiliki sifat adaptif dan berani pada segala perubahan yang terjadi.

"Untuk mewujudkan SDM berkualitas, perempuan dituntut untuk berani berubah, berani bersuara dan berani berinovasi terhadap hal-hal baru untuk dapat keluar dari permasalahan yang dihadapi,” ujar Bintang.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Dian Afrillia lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Dian Afrillia.

DA
MI
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini