Menaruh Asa sang Pujangga Melayu

Menaruh Asa sang Pujangga Melayu
info gambar utama

#InspirasidariKawan #NegeriKolaborasi

Di setiap malam setelah isya di Negeri Seribu Suluk, seorang pujangga melantunkan sebuah cerita diiringi dengan suara gendang bebano yang memecah keheningan malam para warga yang berkumpul bersama-sama bertegur sapa dan saling bertanya kabar, tidak lupa ditemani secangkir kopi dan satu bungkus rokok sampai menjelang sholat subuh. Begitu sederhananya kehidupan masyarakat melayu pada zaman dahulu.

Atuk Taslim adalah sapaan akrabnya, pujangga asal Pasir Pengaraian Kabupaten Rokan Hulu. Atuk Taslim kini berusia 64 tahun, anak sulung dari enam bersaudara dengan pendidikan terakhirnya hanya menginjak Sekolah Rakyat. Beliau merupakan seorang budayawan yang sampai pada titik ini masih mempertahankan kesenian Bukoba yang hampir 50 tahun beliau berprofesi menjadi tukang Koba.

Bagi Atuk Taslim, Bukoba ini adalah sebuah pencerminan jati diri sebagai masyarakat melayu. Menggunakan bahasa yang sangat halus untuk menyampaikan sesuatu dari mulut ke mulut hingga pesan tersebut dapat disampaikan. Berfungsi sebagai alat untuk berpikir yang diolah menjadi sebuah syair yang dihubungkan dengan keagamaan dan cerita-cerita yang mempertentangkan kebaikan dengan keburukan. Hal tersebutlah mengapa beliau sangat ingin melestarikan budaya ini. karena “sejarah akan lapuk di galian dan pusaka itu akan hilang di komosan” tuturnya.

Seni Hidup Bahagia untuk Mencapai Kehidupan yang Lebih Damai

Kini, pandemi datang tanpa tahu kapan akan pergi, menyebabkan para pejuang budaya lokal saat ini mengalami kesusahan dalam mempertahankan eksistensi kebudayaan. Ditambah arus globalisasi yang menyebabkan pemuda pemudi lupa akan adanya kebudayaan yang harus dilestarikan.

Seberapa penting sih kebudayaan itu dilestarikan?

“Jika kebudayaan diukur dengan angka maupun rumus seberapa penting kebudayaan tersebut, jawabannya adalah tak hingga” Ujarnya.

'Budaya lahir dan berkembang melalui manusia yang dibekali akal dan pikiran oleh tuhan serta kebiasaan yang berakar dari tradisi nenek moyang sehingga kita mempunyai jati diri". Jika kebudayaan itu hilang ditelan zaman, identitas kita sebagai manusia juga akan hilang. Karena sejatinya, kebudayaan adalah penanda eksistensi manusia hidup pada zamannya." Disaat bangsa lain kesulitan mencari entitas mereka pada zaman dahulu, Kita yang memiliki beragam Kebudayaan hanya melupakan begitu saja? Sungguh kita tidak punya jati diri" Ujarnya.

Kultur pragmatis masyarakat Melayu pada zaman sekarang telah berubah secara kasatmata.Hadirnya budaya-budaya asing di bumi Lancang Kuning ini menyebabkan hilangnya identitas, maupun marwah masyarakat Melayu Hal ini menjadi salah satu faktor kuat yang menyebabkan lunturnya kebudayaan yang telah dirawat dengan baik oleh nenek moyang kita.

Derasnya arus globalisasi menyebabkan para pemuda-pemudi Melayu tak lagi kenal akan tradisi dan budayanya. Salah satunya Bukoba, kesenian tradisi lisan yang merupakan warisan budaya daerah masyarakat Rokan Hulu. Seni Syair Bukoba pada tahun 2015 telah ditetapkan menjadi Warisan Budaya Tak Benda di Provinsi Riau oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI. "Namun gelar ini belum cukup untuk menguatkan kembali eksistensi Bukoba ini. Sungguh kawat di bentuk, ikan ditebat yang diadang" Ucapnya.

Seni Pertunjukan Koba oleh Datuk Taslim
info gambar

"Terlebih lagi dikala pandemi sekarang,Hidup tidak kerana kaul, mati tidak kerana sumpah"Ujarnya. Tentu dalam keadaan pandemi ini segala aspek terkena dampak buruk. Namun itu bukan suatu alasan untuk kita sebagai pemuda - pemudi untuk diam saja.

Alunan Angklung Buhun, Pengiring Setia Ritual Penanaman Padi Suku Baduy

Berkisah tentang nasihat sopan santun

Keseluruhan cerita dalam kisah-kisah ini berisi tentang sejarah untuk menyampaikan nasihat atau ajaran agama secara ungkapan. Menyampaikan bukoba dalam kehidupan masyarakat dapat menjadi alat interaksi sesama manusia maupun dengan Sang Pencipta. Serta sebagai alat untuk berpikir dan renunan akan pertentangan kebaikan dengan keburukan. “Bukoba ini mengandung nilai-nilai ajaran untuk hari esok, yang berarti dapat membantu orang untuk mengerti jati diri mereka sendiri atau sejarah mereka secara mendalam” Jelasnya dengan penuh semangat.

Sebagian cerita diiringi berupa gendang bebano yang dibawakan oleh tukang Bukoba sendiri. Alat musik berfungsi sebagai pengatur ritme lagu, dan setiap tukang Bukoba memliki irama lagu khas masing-masing. Pertunjukan Bukoba diselengarakan dalam perayaan sosial, seperti pernikahan, turun mandi, dan perayaan Islam.

Pertunjukan Bukoba ditampilkan pada malam hari hingga menjelang subuh. Apabila belum selesai, akan dilanjutkan pada malam berikutnya karena sebuah cerita memerlukan waktu sampai enam hari. Cerita yang terkenal dari tradisi lisan Bukoba ini antara lain Panglima Awang dan Anggun Cik Suri, Panglima Nayan dan Cik Inam, Bujang Jauh, Bunga Kuali, Siti Jailun, dan Tulindong Bulan.

Dijelaskan bahwa Bukoba mengandung nilai-nilai ajaran untuk hari esok, yang berarti dapat membantu orang untuk mengerti jati diri mereka sendiri atau sejarah mereka secara mendalam. Seperti kutipan Bukoba berikut.

Pak jopoun rang banyak
mombawo anak
Poilah mandi ke sungai kampa
Minta ampun ko orang banyak
Aku komai poi Bukoba

Kutipan teks di atas merupakan gugusan kalimat pembuka pada Bukoba yang artinya,

Pak lo Jopoun orang banyak
membawa anak
Pergi mandi ke sungai Kampar
Minta lo ampun ke orang banyak di
orang non banyak
Aku kemari pergi bukoba

Kalimat ini diucapkan sebagai makna sopan santun dalam menyapa pendengar atau tuan rumah. Hal ini, menunjukkan bahwa dalam teks Bukoba mengandung nilai hubungan interaksi manusia dengan sesama. Ketika ingin bertamu ke suatu kampung atau ke suatu rumah hendaknya bersikap sopan santun.

“Betapa indahnya kalimat pembuka ini kalimat ini ”Ujarnya. Suatu estetika kalimat yang bermakna sopan santun dalam menyapa pendengar atau tuan rumah. “Ketika ingin bertamu ke suatu kampung atau ke suatu rumah hendaknya bersikap sopan santun. Itulah bukti kuat betapa bernilainya tradisi lisan Bukoba ini” Ujarnya penuh harap.

“Namun, mengapa tradisi lisan ini terlupakan dan hampir punah?” Ujarnya

Globalisasi yang terus menyelami zaman sampai sekarang ini sukses menjadikan dunia tanpa tabir. Hal ini dapat dilihat munculnya western culture menyebabkan kurangnya penghargaan terhadap budaya di kandung badan.

Tehyan, Lalove, dan Alat Musik Tradisional Indonesia yang Belum Banyak Diketahui

Dalam rangka upaya mempertahankan dan mengembangkan kebudayaan bangsa perlu adanya umpan balik dari masyarakat Indonesia. Dengan terus menumbuhkan pemahaman dan kesadaran masyarakat Indonesia untuk terus mengangkat nilai-nilai kebudayaan.

Pemerintah sebenarnya telah meletakkan kebudayaan sebagai hal yang harus di cermati. Hal ini tertuang dalam Undang Undang Dasar 1945 pasal 32 yang berbunyi “Negara memajukan kebudayaan nasional Indonesia di tengah peradaban dunia dengan menjamin kebebasan masyarakat dalam memelihara dan mengembangkan nilai-nilai budayanya”. Maka dari itu perlu kebijakan kasatmata dari pemerintah untuk tetap eksis, seperti festival kesenian secara nasional. Dalam menyukseskan festival budaya ini harus melibatkan komponen lain, yaitu masyarakat.

Tradisi lisan bukoba merupakan warisan budaya tak benda yang wajib dilestarikan.
Ketika bangsa lain berusaha menjaga warisan budayanya dikarenakan sedikit demi sebuah esensi dan identitas bangsanya maka sungguh celaka jika kita yang memiliki keberagaman budaya tetapi, pelestariannya diabaikan. Karena sejatinya perbaikan keadaan budaya bangsa adalah tanggung jawab bersama sebagai masyarakat Indonesia, tidak memandang bulu pejabat atau pun rakyat biasa.

Dalam regenerasi globalisasi akan banyak menggilas seluruh identitas bangsa, tetapi Indonesia akan bisa bangkit dan memanfaatkan roda penggilas globalisasi. Maka dari itu, kita mulai bersatu dalam melestarikan warisan budaya tak benda Indonesia, seperti Bukoba.

Referensi:Riau Magazine | lamriau.id/koba

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

F-
KO
MI
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini