Identik dengan Bau yang Khas, Produksi dan Konsumsi Jengkol Kian Meningkat

Identik dengan Bau yang Khas, Produksi dan Konsumsi Jengkol Kian Meningkat
info gambar utama

Bukan rahasia jika Indonesia memiliki keanekaragaman berbagai berbagai nilai, mulai dari budaya hingga hasil olahan lahan pertanian. Jengkol menjadi salah satunya. Makanan yang masuk dalam kategori tanaman sayuran ini identik dengan bau khas yang menguar pasca dikonsumsi.

Selain memiliki bau yang khas, jengkol pun menjadi salah satu makanan yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia dengan berbagai macam olahan. Jengkol dapat diolah menjadi makanan basah dan kering contohnya semur jengkol, balado jengkol, jengkol goreng kering hingga kerupuk dan keripik jengkol.

Kebutuhan konsumsi jengkol ternyata tidak hanya berlaku di Nusantara. Jengkol sudah merambah pasar mancanegara melalui ekspor dari petani jengkol di beberapa daerah. Salah satunya adalah jengkol yang diekspor dari petani di wilayah Sumatera Utara sebanyak 100 kilogram pada bulan Februari 2021, dan 140 kilogram pada bulan berikutnya menuju Tokyo, Jepang.

Diolah menjadi berbagai macam sajian baik di dalam dan di luar negeri, kebutuhan jengkol pun kian menjadi pasar untuk rumah tangga hingga penggiat Usaha Mikro, Kecil, Menengah (UMKM) olahan jengkol. Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia telah mencatat riwayat prouksi dan konsumsi jengkol di Indonesia dalam kurun waktu beberapa tahun terakhir.

Diekspor ke Jepang Sebanyak 4 Ton, Petai dan Jengkol Indonesia Makin Moncer

Produksi dan konsumsi jengkol dalam beberapa tahun belakang

Jumlah konsumsi jengkol di Indonesi. | Infografik : GoodStats
info gambar

Jengkol masuk dalam kategori tanaman sayuran berdasarkan data BPS Indonesia yang berjejer bersama bayam, kangkung, kacang panjang dan sebangsanya. BPS mencatat hasil produksi jengkol di Indonesia berdasarkan provinsi serta rincian kabupaten/kota di dalamnya.

Berdasarkan data tersebut, produksi jengkol selama 7 tahun belakangan mengalami peningkatan sebanyak 75.481 ton jengkol dengan total produksi jengkol pada tahun 2020 sebanyak 129.143 ton.

Produksi jengkol pertama kali tercatat dalam data BPS ada pada tahun 2014 dengan total produksi 53.662 ton jengkol. Dapat disimpulkan bahwa data terakhir produksi jengkol Indonesia berdasarkan BPS sudah dua kali lipat dari data awal produksi jengkol.

Puncak tertinggi produksi jengkol dalam rentang waktu tersebut yakni terjadi pada tahun 2020 atau data terbaru dari BPS, dengan jumlah produksi sebanyak 129.143 ton jengkol. Sementara itu, titik terendah produksi jengkol berdasarkan data yang sama terjadi pada tahun 2014 dengan total produksi 53.662 ton jengkol.

Meski demikian, hal tersebut tidak menutup kemungkinan ada periode waktu terdahulu di mana produksi jengkol berada di titik terendah namun tidak tercatat secara resmi di BPS maupun lembaga relevan lainnya.

Jika dilihat berdasarkan wilayah produsen jengkol, maka provinsi Jawa Tengah menjadi wilayah dengan total produksi jengkol terbanyak di Indonesia untuk tahun 2020 dengan total produksi 22.649 ton jengkol.

Memiliki jumlah produsen dan hasil produksi jengkol 129.143 ton, dapat untuk memenuhi konsumsi jengkol masyarakat Indonesia. BPS melalui SUSENAS 2020 mencatat bahwa konsumsi jengkol rata-rata perkapita per minggu adalah 0,0130 kilo gram (kg) atau per tahunnya 0,6779 kg.

Data lengkap konsumsi jengkol oleh masyarakat Indonesia ada di halaman Kementerian Pertanian. Dari halaman tersebut terlihat bahwa dalam rentang waktu 10 tahun terakhir (2010 s/d 2020) konsumsi jengkol per kapita/minggu maupun per kapita/tahun mengalami kenaikan.

Selama tahun 2010, masyarakat Indonesia mengonsumsi jengkol sebanyak 0,4693 kg atau setara dengan Rp2.085,71 per kapita/tahun. Sementara itu, di tahun 2020 masyarakat Indonesia mengonsumsi jengkol dengan total 0,6779 kg yang setara dengan Rp12.879,29 per kapita/tahun.

Porang, Komoditas Ekspor yang Sedang Populer dan Menjanjikan Bagi Petani Indonesia

Kandungan dalam jengkol serta dampak buruk berlebihan mengonsumsi jengkol

Mengonsumsi jengkol perlu diimbangi dengan makanan lainnya sehingga asupan gizi dalam tubuh tercukupi. | Foto : Shutterstock/bakecycle
info gambar

Banyak sedikitnya konsumsi jengkol oleh masyarakat Indonesia kembali pada preferensi masing-masing individu. Para penikmat jengkol umumnya tidak mempermasalahkan akan timbulnya bau khas jengkol yang menguar pasca dikonsumsi, namun di sisi lain hal tersebut justru menjadi alasan utama bagi sebagian orang menghindar dari konsumsi jengkol maupun makanan berbahan dasar jengkol.

Terlepas dari banyak sedikitnya konsumsi dan produksi jengkol di Indonesia, jengkol pun sama seperti jenis sayuran lainnya yang memiliki kandungan dan bahaya. Dikutip dari halodoc, salah satu aplikasi dan halaman internet yang menyediakan informasi serta akses kesehatan, di dalam jengkol terkandung beberapa vitamin dan manfaatnya bagi kesehatan tubuh.

Nutrisi yang terkandung di dalam jengkol antara lain karbohidrat, 23,3 gram protein per 100 gram jengkol, fosfor sebanyak 166,7 miligram per 100 gram jengkol, vitamin A, vitamin B1, vitamin B2, 80 miligram vitamin C per 100 gram jengkol, serta kandungan lainnya baik di kulit maupun dalam buah jengkol yang bermanfaat bagi tubuh.

Namun, berlebihan dalam mengonsumsi jengkol pun dapat menimbulkan bahaya bagi tubuh. Pasalnya, jengkol pun mengandung zat yang berbahaya bagi kesehatan, yaitu nitrogen. Zat ini bisa menyebabkan gangguan fungsi ginjal dan masalah pada saluran kemih. Mengonsumsi jengkol secara berlebihan bisa menyebabkan mengalami keracunan jengkol, yakni hyperaemia ginjal dan perdarahan ginjal.

Oleh sebab itu, rasa cinta dan benci akan sesuatu janganlan terlalu berlebihan, pun dalam konteks konsumsi jengkol. Makanlah secukupnya dan selalu diimbangi dengan olah raga serta makanan dengan gizi seimbang untuk menjaga kebugaran tubuh, karena kesehatan tubuh adalah aset yang berharga.

Wow! Inilah Olahan Olahan Berbahan Dasar Jengkol

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Widhi Luthfi lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Widhi Luthfi.

WL
IA
MI
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini