Penulis: Nur Annisa Kusumawardani
Semarakkan semangat dan aksi kolaborasi Festival Negeri Kolaborasi live di seluruh kanal media sosial GNFI. Informasi lebih lanjut kunjungi FNK 2021. |
Indonesia ialah negara dengan keberagaman budaya yang melimpah. Kekayaan ini menjadi salah satu hal yang perlu dilestarikan. Salah satu caranya dengan meresmikan kebudayaan tersebut sebagai Warisan Budaya oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Republik Indonesia.
Setelah melalui proses yang panjang, masyarakat Sulawesi Tenggara (Sultra) berhak berbahagia dan bangga dengan ditetapkannya kain Tenun Kamohu sebagai Warisan Budaya Tak benda (WTBD) Indonesia.
Sebagai salah satu dari delapan WBTB yang diusulkan oleh Pemprov Sultra sejak 2019, kain tenun asal Desa Watarumbe, Kabupaten Buton Tengah ini akhirnya menjadi satu-satunya yang dipertimbangkan sebagai Warisan Budaya. Penetapan ini diumumkan setelah melalui berbagai pengkajian dan penelitian oleh pihak Kemendikbud RI.
Dilansir dari Antara News, peresmian ini ditandai dengan penyerahan sertifikat WBTB dalam acara Pertemuan Pemangku Kepentingan Penetapan WBTB Indonesia, di Jakarta, oleh Sekjen Kebudayaan Kemendikbud RI kepada Drs. Asrun Lio selaku Kadis Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Sultra.
Jenazah Berlilit Kain Berlapis dalam Upacara Pemakaman Marapu
Sebagai pakaian adat Desa Watarumbe
Pada perilisan WBTB Senin (15/3), Asrun Lio menyampaikan bahwa salah satu penilaian penting sehingga Kain Tenun Kamohu asal Desa Watarumbe, Kabupaten Buton Tengah ditetapkan menjadi WBTB adalah karena sebagian besar masyarakat dan para ibu-ibu merupakan perajin tenun tradisional.
Kemendikbud RI menilai bahwa Kamohu ini tidak hanya digunakan sebagai sarung tenun saja melainkan juga berfungsi sebagai pakaian adat Desa Watarumbe, Kabupaten Buton Tengah. Selain itu, Kamohu juga memiliki beragam-ragam warna yang terbuat dari kapas yang dibuat secara tradisional.
Seiring perkembangan zaman dan banyaknya kesibukan masyarakat, kini pembuatan tenun juga memanfaatkan bahan buatan pabrik, salah satunya pada bahan benangnya. Meskipun demikian, Kain Tenun Kamohu masih terus ada dan diproduksi masyarakat sekitar. Hal ini juga lah yang menjadi latar belakang ditetapkannya Kamohu menjadi WBTB.
Pesona Wastra Indonesia Lebih dari Sekadar Penutup Tubuh
Nilai dan makna yang terdapat pada kain tenun Kamohu terlihat dalam berbagai acara kegiatan adat. Misalnya pada pesta aqiqah, perayaan pernikahan, pingitan, hingga acara ritual adat lainnya.
Selain itu, warna Sarung Tenun Kamohu juga merefleksikan status sosial maupun jabatan pemakainya. Warna ini pada umumnya akan berbeda-beda tergantung penggunanya, yaitu sesuai struktural adat itu sendiri dan berbeda dengan sarung tenun pada umumnya.
Diproduksi sejak abad ke-19 Masehi
Alasan yang juga menjadi pertimbangan bagi Kemendikbud RI untuk menjadikan Kamohu sebagai WBTB ialah karena usianya yang telah cukup tua. Terlahir sejak lebih dari abad 19 lalu, kain tenun ini juga diperdagangkan oleh Belanda sebagai komoditas selain rempah-rempah.
Dengan ditetapkannya Kain Tenun Kamohu sebagai WBTB Indonesia, maka Provinsi Sultra telah memiliki 13 warisan budaya yang telah ditetapkan, yakni Tari Raigo, Kalosara, Kabanti, Lariangi, Kaghati, Mosehe, Lulo, Karia, Tari Linda, Kantola, Istana Malige Buton, Kaago-ago, dan Kamohu.
Mengenal Griya Kain Tuan Kentang dan Kain Tenun Palembang yang Mendunia
Dikbud Sultra juga bertekad untuk terus melestarikan warisan budaya tak benda nusantara. Caranya ialah dengan terus mengusulkan warisan budaya tak benda Sultra ke Kemendikbud RI.
"Melalui momentum ini, kita berharap agar setiap warisan budaya yang ada di setiap penjuru Provinsi Sultra tetap dijaga, dilestarikan, dan diwariskan demi anak cucu kita, agar tidak hilang maupun menjadi kebudayaan bangsa lain," harapnya.*
Referensi: Antara News | Merah Putih | Lentera Sultra | Kemdikbud RI
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News