Kisah Sukses Pria Asal Sumatra Utara, Rintis Usaha Budidaya Jamur Beromzet Ratusan Juta

Kisah Sukses Pria Asal Sumatra Utara, Rintis Usaha Budidaya Jamur Beromzet Ratusan Juta
info gambar utama

Bicara soal lapangan usaha atau peluang bisnis, di Indonesia sebenarnya ada banyak berbagai jenis usaha yang bisa digeluti dengan modal awal yang lebih terjangkau dibanding usaha skala besar lainnya.

Belum lagi, perjalanan dalam merintis setiap usaha yang dipilih sebenarnya bisa dilalui dengan lancar apabila berkaca kepada bisnis sejenis yang sudah ada sebelumnya, keseriusan dan ketekunan adalah salah satu modal yang diperlukan untuk membuat usaha yang digeluti dapat berjalan dengan baik.

Seperti halnya kegigihan yang dilakukan oleh seorang pria asal Sumatra Utara bernama Ahmad Rofi’i, yang sukses merintis usaha budidaya jamur tiram selama lebih dari 10 tahun, hingga mendirikan sebuah rumah makan yang memiliki ciri khas dengan hampir seluruh menu yang dijajakan berupa hasil olahan jamur.

Desa Jamur, Harapan Masyarakat Urut Sewu

Mantan TKI yang membawa inspirasi dari Malaysia

Ahmad Rofi'i
info gambar

Melansir cerita yang dibagikan oleh Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (PB2MI), diketahui bahwa sebelum merintis usaha budidaya jamur, Ahmad adalah seorang pekerja imigran atau Tenaga Kerja Indonesia (TKI), yang merantau ke Malaysia sebagai seorang teknisi.

"Saya pernah bekerja sebagai teknisi di pabrik Aluminium Pres Metal Berhad, saya bekerja sekitar 5 Tahun," ungkap Ahmad, kepada tim humas PB2MI.

Selama bekerja di Negeri Jiran, Ahmad rupanya mengamati bahwa jamur tiram terutama dalam bentuk olahan menjadi komoditas yang sangat diminati di Malaysia, mulai dari tempat kecil seperti warung hingga dipasarkan pada supermarket dalam skala besar.

Berangkat dari hal tersebut, Ahmad akhirnya pulang ke kampung halaman dan bertekad untuk memulai usaha budidaya jamur yang ia dirikan di Jalan Budi Utomo, Kelurahan Siumbut Baru, Kecamatan Kisaran Timur, Kabupaten Asahan, Sumatra Utara.

Mulai tahun 2008, Ahmad mengawali usahanya dengan bermodalkan uang senilai Rp15 juta. Tentu, usaha rintisannya tersebut tidak langsung memberikan penghasilan yang besar seperti saat ini, ada berbagai rintangan yang harus dilalui untuk membesarkan usahanya.

Berbagai kendala dan cobaan kerap didapatkan Ahmad saat pertama kali menjalankan usaha tersebut, mulai dari ditertawakan orang-orang di lingkungan sekitar sampai hasil panen jamurnya yang sudah ditolak bahkan sebelum turun dari sepeda motor untuk ditawarkan.

"Saya merintis usaha jamur tiram mulai 2008. Jadi awalnya bekerja dengan istri, mulai dari proses pembuatan sampai penjualan, ya saya managernya, ya saya kulinya, kerja borongan istilahnya. Awalnya kami produksi 200 baglog. Saya amati, saya pelajari, pada akhirnya sampai ribuan juga," kenang Ahmad.

Berbagai rintangan tentu tak menyurutkan kegigihannya, dimulai dari omzet penjualan jamur mentah yang masih mendatangkan penghasilan Rp10 juta per bulan, namun setelah berkembang hampir 13 tahun hingga saat ini, omzet yang diraih per bulannya bisa mencapai hingga Rp100 juta.

Namun tak dimungkiri, kondisi pandemi nyatanya juga memberikan dampak kepada usaha budidaya jamur yang Ahmad jalankan. Diketahui bahwa semenjak pandemi melanda, omzet bulanan yang diperoleh mengalami penurunan sebesar 30 hingga 40 persen.

Mengenal Milenial Shrimp Farming, Program Budidaya Udang Beromzet Menggiurkan

Mengembangkan agrowisata dan membina petani jamur di wilayah sekitar

Rumah Jamur Kisaran
info gambar

Raihan omzet mencapai ratusan juta dari usaha budidaya jamur Ahmad nyatanya juga diperoleh berkat keberadaan rumah makan yang ia dirikan. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, rumah makan yang mengolah jamur segar dari hasil budidayanya sendiri diberi nama Rumah Jamur 208.

Diceritakan pula bahwa rumah makan tersebut awalnya hanyalah warung sederhana yang terdiri dari empat meja saja, namun saat ini sudah bisa menampung penikmat kuliner hingga 100 orang.

Soal menu yang tersedia, ada berbagai pilihan olahan jamur mulai dari sop jamur ayam kampung, tumis jamur, nasi goreng jamur, dan masih banyak lagi. Harga dari masing-masing menu makanan yang dijajakan pun bisa dibilang cukup terjangkau, yaitu ada di kisaran Rp20-40 ribu.

Dengan keberadaan lahan budidaya dan rumah makan yang berdekatan, Ahmad akhirnya juga menerapkan sistem agrowisata, di mana pengunjung bisa melihat secara detail proses produksi jamur, panen, hingga pengolahan hasil masakan jadi. Pengunjung juga dapat membeli jamur mentah yang telah dipanen untuk dibawa pulang dan diolah sendiri.

Adapun pelanggan rumah makan atau pengunjung agrowisata budidaya jamur yang dimiliki Ahmad juga tidak hanya berasal dari Asahan, ada juga yang berasal dari wilayah Sumatra Utara lainnya seperti Batu Bara, Rantau Prapat, serta Medan.

Keberhasilan yang diraih Ahmad dalam mendirikan usaha budidaya jamur tentu tak membuat dirinya lupa diri. Tidak hanya memiliki 10 orang pegawai tetap, Ahmad juga mengungkap bahwa ia telah menjalin kemitraan dengan berbagai petani jamur yang ada di daerahnya.

“…kami bekerjasama dengan petani jamur sekitar untuk memasok jamurnya, supaya para petani juga tidak ada masalah di bagian pemasaran," tutur Ahmad.

Bukan hanya itu, Ahmad juga mengungkap bahwa ia kerap membagikan ilmu soal merintis usaha kepada rekan sesama purna pekerja migran.

“…saya juga ikut membagi ilmu, memotivasi para PMI Purna dan pekerja di tempat usahanya untuk belajar, supaya kelak mereka dapat sukses memulai usaha di negeri sendiri," pungkasnya.

Budidaya Jernang, Asa Bagi Orang Rimba Jambi

Sumber: BP2MI | IDX Channel

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Siti Nur Arifa lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Siti Nur Arifa.

SA
MI
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini