Pesantren Tegalsari, Tempat Penggemblengan Diponegoro hingga Tjokroaminoto

Pesantren Tegalsari, Tempat Penggemblengan Diponegoro hingga Tjokroaminoto
info gambar utama

Perkembangan peradaban Islam di Indonesia tidak bisa lepas dari peran pesantren. Pusat pendidikan Islam ini tidak hanya menjadi tempat mengajarkan ilmu-ilmu oral dan literal. Lebih dari itu, pesantren memberikan pembelajaran hidup dan kehidupan.

Berbicara dunia pesantren, tentunya kurang afdal bila tidak menelisik lebih jauh keberadaan Pesantren Gebang Tinatar, atau yang sekarang lebih dikenal dengan sebutan Pesantren Tegalsari. Pesantren ini terletak di desa Tegalsari, Kecamatan Jetis, Kabupaten Ponorogo.

Seorang peneliti Belanda, Martin Van Bruinessen menyebut pesantren ini merupakan cikal bakal seluruh pesantren yang ada di Indonesia. Pasalnya sebelum adanya Pesantren Tegalsari, belum ditemukan satu bukti pun yang menunjukkan adanya sistem pesantren di Indonesia.

Dikabarkan dari IPNU, pandangan ini berangkat dari gambaran pendidikan pesantren yang kita lihat sekarang, yaitu: punya sistem kurikulum, punya masjid beserta pondokannya, dan pastinya, ada seorang Kyai yang mengasuh para santrinya.

Memang tidak ada yang tahu pasti kapan tahun pendirian pesantren tersebut. Namun Menurut F. Fokkens dalam De Priesterschool te Tegalsari yang diterbitkan 1877, Pesantren Gebang Tinatar-Tegalsari sudah berdiri pada tahun 1742.

Awal Mula Pesantren dan Perjalanannya Hingga Kini

Menurut Fokkens, Kyai Ageng Muhammad Besari, pendiri sekaligus pengasuh pertama pesantren ini dikenal sebagai seorang pertapa yang mengasingkan diri. Hidupnya hanya diabdikan untuk beribadah kepada Tuhan.

"Tiap harinya ia hanya makan dari akar-akaran. Banyak orang yang berdatangan kesana untuk belajar Al-qur’an. Lambat laun pengikutnya semakin banyak dan kemudian menetap di desa yang dikenal dengan nama Tegalsari ini," jelasnya.

Para santri yang ingin belajar pun tidak dikenakan biaya. Para santri dari keluarga kaya mencukupi kebutuhan mereka dengan bekal dari keluarganya. Sedangkan santri dari keluarga miskin membantu kyai bekerja di sawah untuk mencukupi kebutuhan hidup mereka.

Pada masa Kyai Hasan Besari (1800-1862 M) Pesantren Tegalsari mengalami masa keemasannya. Tercatat 3000-an santri menimba ilmu di pesantren tersebut.

"Saking besarnya jumlah santri, seluruh desa menjadi pondok. Bahkan pondokan para santri juga didirikan di desa-desa sekitar, seperti: desa Nglawu, Bantengan, Malo, Joresan dan lain-lain," ucapnya.

Pada catatannya saat mengunjungi Tegalsari, Fokkens menyebut wilayah pesantren ini termasuk cukup modern pada masanya. Selain pasar dan rumah penduduk yang megah, arsitektur masjid pun sudah terlihat mewah dan besar.

"Beratap dua sirap dan memiliki satu serambi. Lantainya setinggi empat kaki dan diberi tangga. Dibelakang masjid terdapat sebuah makam keluarga," bebernya.

Menurutnya, pondok pesantren saat itu terbuat dari bambu dan lantainya dibikin lebih tinggi dari permukaan tanah. Didepannya terdapat teras yang bisa dipakai untuk istirahat. Sementara itu disetiap kamar terdapat rak dari bambu tempat menyimpan buku dan kertas.

"Para santri memiliki lumbung-lumbung padi sebagai tempat menampung kebutuhan makan mereka selama di pondok. Satu lumbung digunakan oleh empat sampai lima orang santri. Mereka menjaganya secara bergantian, " jelasnya.

Candradimuka pejuang Indonesia

Sejak awal didirikannya masjid dan pondokan-pondokan, Bahasa Arab sudah mulai diajarkan di Pesantren Gebang Tinatar-Tegalsari. Dan pada perkembangannya, kitab-kitab agama Islam juga banyak dikaji dipesantren ini.

Hal yang menarik, menurut J.F.C Gerishe, seorang ahli Literatur Jawa, selain mengajarkan Al-qur’an dan ilmu-ilmu agama Islam, Pesantren Gebang Tinatar-Tegalsari juga mengajarkan berbagai macam ilmu Kejawen dan ilmu Kesaktian. Dalam laporan yang disampaikannya di Nederlands Bijbelgenootschap di Amsterdam, Gerishe mengatakan:

“Walaupun Tegalsari telah mengajarkan kepada 3000 santrinya bagaimana membaca Al-quran, tetapi disisi lain, disana juga mengajarkan rahasia-rahasia Buddha dan kepercayaan Kejawen yang masih dipertahankan oleh kyai-kyai setelah masa transisi Islam di Jawa”.

Karena itulah, tidak heran, pesantren ini menjadi tempat penggemblengan para pejuang kemerdekaan. Baik dari kalangan Islam ataupun nasionalisme pada masa depan.

Angkat Kehidupan Pesantren di Pasuruan, Film Ini Tuai Pujian di Italia

Misalnya saja, pesantren ini pernah "menampung" Pakubuwono II, raja Kasunanan Kartasurya. Dia mengenyam pendidikan di Pesantren Gebang Tinatar-Tegalsari ketika Kerajaan Kartasura sedang menghadapi ‘Geger Pecinan’.

Karena kualahan, Pakubuwono II terpaksa menyingkir kearah timur dan kemudian berlindung di pesantren yang diasuh oleh Kyai Ageng Mohammad Besari ini. Setelah ‘nyantri’ disana beberapa lama, Pakubuwono II akhirnya dapat menduduki tahta kembali pada tahun 1743 M.

Selanjutnya, pesantren ini juga melahirkan sastrawan besar yang karyanya tetap melegenda lintas zaman. Bagus Burhan yang dikemudian hari bergelar Raden Ngabehi Ronggowarsito telah mondok dipesantren ini sejak usia 12 tahun.

Ada juga sosok pejuang yang berjiwa santri bernama Abdul Hamid. Diketahui, Abdul Hamid pertama kali nyantri di Tegalsari, Jetis, Ponorogo kepada KH Hasan Besari.

Abdul Hamid adalah putra Sultan Hamengkubuwono ke-III dari istri Pacitan, Jawa Timur. Kelak, Abdul Hamid menjadi seorang pejuang yang populer disebut Pangeran Diponegoro.

Tak ketinggalan, Haji Oemar Said Tjokroaminoto atau yang dikenal dengan HOS. Cokroaminoto adalah santri sekaligus keluarga dari Pesantren Gebang Tinatar-Tegalsari.

Pahlawan Nasional yang lahir di Madiun 16 Agustus 1883 ini adalah ketua Syarekat Islam, sebuah organisasi pergerakan pertama di Indonesia.

Kelak pada masa depan, Tjokroaminoto berhasil melahirkan beberapa tokoh pergerakan politik di Indonesia. Misalnya saja: Soekarno yang kemudian menjadi presiden pertama Indonesia sekaligus pendiri Partai Nasional Indonesia (PNI); Bung Tomo, pengobar perlawanan arek-arek Surabaya terhadap agresi Belanda, yang sekaligus juga pendiri partai Gerakan Indonesia (Gerindo).

Semaoen dan Marco Kartodikromo yang kemudian menjadi tokoh awal Partai Komunis Indonesia (PKI), Kartosuwiryo, penggagas Negara Islam Indonesia (NII), dan banyak lagi tokoh pendiri organisasi pergerakan lainnya yang juga ‘nyantri’ kepada cicit Kyai Hasan Besari ini.

Sepeninggal Kyai Ageng Muhammad Besari tampuk kepemimpinan Pesantren ini secara berturut-turut dipegang oleh: Kyai Hasan Ilyas (1773-1800), Kyai Hasan Yahya (1800), kyai Hasan Besari (1800-1862), dan Kyai Hasan Anom.

Demikianlah Pesantren Tegalsari hidup dan berkembang dari generasi ke generasi. Tetapi, pada pertengahan abad ke-19 atau setelah generasi keempat keluarga Kyai Besari, Pesantren Tegalsari mulai surut.

Menjaga tradisi Pesantren Tegalsari

Sejak berdiri pada 1742 Masehi yang lalu, Pondok Pesantren Tegalsari, Ponorogo, Jawa Timur, terus mengalami kemajuan. Seiring bergantinya generasi pendiri pesantren, santri yang tersisa hanya beberapa saja.

Kiai Syamsudin, seorang santri yang kini menjadi salah satu pengasuh dan pengajar pesantren itu mengaku, saat ini ia hanya mengajar kurang dari 15 santri.

"Yang santri tinggal sekitar 10 lebih. Tapi kalau yang iktikaf banyak, orang-orang tua. Mereka dari orang-orang jauh pada nginep di sini," ujarnya yang dikabarkan dari Liputan6 pada 2011 lalu.

Menurutnya ada beberapa warisan ajaran pondok pesantren yang dibesarkan Kiai Muhammad Besari ini, pada masa kini hampir memasuki ambang kepunahan.

"Sebetulnya ada banyak ajaran beliau yang sampai sekarang perlu diwariskan ke generasi, karena hampir hilang ajaran itu seperti Wujud-wujudan, Utawen, Munajatan, Kitab, termasuk Salawatan yang diiringi Terbangan," ujar Kuntopramono, salah satu generasi kesembilan Kiai Muhammad Besari.

Sepak Bola Api, Permainan Ekstrem Indonesia yang Sarat Makna

Di Ponpes Tegalsari ini juga tersimpan kitab berusia 400 tahun yang ditulis oleh Ronggo Warsito santri Kyai Hasan Besari. Terdapat juga satu bendel kitab yang dimungkinkan paling tua usianya.

Sampulnya terbuat dari kulit dan kertasnya adalah kertas gedok dari Tegalsari. Pada halaman pertama bendelan kitab yang sudah sangat lusuh dan mulai hancur ini terdapat catatan proses terjadinya desa Tegalsari sebagai ‘tanah perdikan’.

Memang kebesaran pondok yang berdiri di Desa Tegal Sari, kecamatan Jetis, kini hanya menyisakan artefak-artefak dan bangunan heritage yang masih berdiri. Misalnya masjid kuno peninggalan Kyai Besari yang tampak megah de­ngan 36 tiangnya yang menggambar­kan jumlah wali songo (3 + 6 = 9).

Tata letak pintu dan jendela masjid juga tiang–tiang terbuat dari kayu jati tanpa menggunakan pasak me­nyerupai arsitektur Masjid Agung Demak. Kompleks Masjid Tegalsari terdiri dari tiga bagian: Dalem Gede dulunya merupakan pusat pemerintahan, masjid, Kom­plek makam Kyai Ageng Muhammad Besari beserta keturunanya.

“Dan kesederha­naan bisa dilihat dari simbol kubah diatas masjid yang hanya terbuat dari gentong tanah berukuran kecil. Yang pasti, seluruh bangunan khususnya tiang-tiang masjid, meski sudah berumur ratusan tahun, hingga saat ini masih utuh seperti ketika dulu dibangun oleh Kiai Ageng Besari,” kata Habib Suwarno, keturunan kesembilan dari Kyai Ageng Muhammad Be­sari.

Kini walau kejayaan Pesantren Tegalsari tinggal kenangan, anak, cucu dan santri Kiai Ageng Besari tetap melanjutkan perjuangan. Mereka menyebar ke berbagai penjuru Indonesia untuk mendirikan lembaga pendidikan agama.

Misalnya Bagus Darso atau lebih dikenal dengan sebutan KH Abdul Manan yang mendirikan Pondok Pesantren Termas, Pacitan pada 1830. Pondok ini masih berdiri di Ujung Selatan Ja­wa Timur dengan ribuan santrinya.

Selain itu masih banyak lagi kyai besar lain­nya yang juga memiliki ponpes be­sar dan semuanya telah melahirkan tokoh-tokoh nasional yang kelak me­warnai keberagamaan di negeri nu­santara ini. Sebut saja misalnya Kyai Ahmad Sahal pendiri ponpes Gontor Ponorogo yang juga turut menc­etak generasi Islam yang unggul di kancah internasional.

“Lahirnya kiai-kiai besar itu jika diu­rut bersumber dari Kyai Ageng Muhammad Besari pendiri Ponpes Tegalsari, Pono­rogo,” jelas Habib Suwarno.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Rizky Kusumo lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Rizky Kusumo.

Terima kasih telah membaca sampai di sini