Makanan fermentasi bukanlah sesuatu yang asing bagi masyarakat Indonesia. Meski tidak banyak, ada beragam makanan yang diolah dengan cara ini. Pada dasarnya fermentasi merupakan proses alami saat seperti ragi dan bakteri mengubah karbohidrat menjadi asam atau alkohol. Alkohol atau asam itu sendiri yang akan berfungsi sebagai pengawet alami makanan dan membuat rasanya punya ciri khas.
Perlu diketahui bahwa proses memfermentasikan makanan umumnya akan mengembangkan bakteri baik yaitu probiotik. Bakteri tersebut memang dikenal punya khasiat yang baik untuk kesehatan, mulai dari pencernaan hingga daya tahan tubuh.
Ada beragam produk yang difermentasikan, misalnya kimchi, acar, kombucha, anggur, yoghurt, cuka, dan tempe. Di Indonesia, kita juga mengenal jenis makanan tradisional yang melewati proses fermentasi yaitu oncom dan taoco. Kedua makanan sampingan ini banyak ditemukan dalam masakan-masakan tradisional Nusantara.
Untuk mengenal oncom, taoco, dan bagaimana keduanya difermentasikan, berikut penjelasannya:
Oncom
Siapa yang tak tahu oncom? Makanan yang populer di Jawa Barat ini merupakan produk fermentasi yang pengolahannya mirip dengan tempe. Diketahui ada dua jenis oncom, yaitu merah dan hitam. Oncom merah didegradasi oleh kapang oncom Neurospora sitophila, sedangkan oncom hitam didegradasi oleh kapang tempe Rhizopus oligosporus.
Umumnya, oncom merah dibuat dari bungkil tahu atau kedelai yang diambil proteinnya dalam pembuatan tahu. Sedangkan oncom hitam terbuat dari bungkil kacang tahan yang kadang dicampur ampas singkong.
Setelah proses fermentasi selesai, oncom bisa diolah jadi berbagai jenis masakan. Namun, oncom sendiri jarang dimakan mentah-mentah. Bagi yang baru pertama kali mencoba, rasa oncom mungkin terasa kompleks. Bisa dibilang agak mirip dengan tempe, tapi ada aroma langu, dan teksturnya pun kasar dan berbulir. Setelah dimasak dan dibumbui, oncom yang bentuk dan penampilannya tak menarik ini pun bisa membuat makan semakin lahap lho.
Paling mudah mengolah oncom menjadi sambal, digoreng kering, ditumis dengan bumbu, jadi bumbu tambahan dalam masakan berkuah, isian camilan seperti comro, atau dicampur dengan nasi hangat yang biasa oleh masyarakat Sunda dikenal dengan nama nasi tutug oncom.
Makanan fermentasi ini ternyata punya sejarah yang cukup panjang. Menurut penuturan sejarawan kuliner Fadly Rahman, oncom diperkirakan sudah dikonsumsi masyarakat bersamaan dengan tempe, yaitu sekitar abad ke-17. Pada dasarnya oncom mirip seperti tempe, dan ini jadi bentuk kreativitas masyarakat Jawa Barat. Mereka melakukan fermentasi dari sisa bungkil kacang tanah, ampas tahu, ampas kedelai, hingga ampas kelapa.
Mencicipi Nikmatnya Sepiring Nasi Boranan Khas Lamongan
Taoco
Taoco atau sering disebut tauco juga merupakanan makanan fermentasi yang terkenal di Indonesia. Pasalnya, beberapa masakan tradisional dan rumahan pun banyak yang menggunakan taoco sebagai bumbu penyedap. Sebut saya tauto khas Pekalongan yang memakai taoco sebagai bahan tambahan dalam kuahnya, lalu ada tumis kangkung taoco, sayur taoco khas Medan, tempe masak taoco, udang taoco, nasi goreng taoco, dan masih banyak lagi.
Taoco terbuat dari biji kedelai yang direbus, dihaluskan, kemudian dicampur dengan tepung terigu. Setelah itu, adonan tersebut dibiarkan sampai tumbuh jamur. Fermentasi taoco dilakukan dengan merendamnya dengan air garam, lalu dijemur pada terik matahari sampai beberapa minggu.
Di tengah proses fermentasi, perendaman taoco seringkali mengeluarkan bau menyengat seperti terasi. Setelah aroma khasnya keluar dan warnanya berubah menjadi cokelat kemerahan, berarti taoco sudah selesai difermentasi. Taoco yang difermentasi dengan baik dapat disimpan hingga bertahun-tahun dan tidak mudah rusak bila disimpan dengan benar, tidak terkena air mentah atau terkontaminasi.
Kabupaten Cianjur di Jawa Barat selama ini dikenal sebagai sentra pembuatan taoco. Bahkan, pembuatan taoco sudah berlangsung sejak tahun 1880. Saat itu, sosok Tjoa Kim Nio menjadi pelopor usaha taoco di Cianjur dengan merek dagang Tauco No 1 Cap Meong Nyonya Tasma.
Usaha tersebut masih bersinar hingga kini karena mereka masih mempertahankan pembuatan taoco secara tradisional, tidak menggunakan bahan pengawet, dan para pekerjanya masih memilih kedelai secara manual untuk mendapatkan kualitas terbaik.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News