PON I, Penyelenggaraan Ajang Olahraga Nasional Bukti Tonggak Kemerdekaan

PON I, Penyelenggaraan Ajang Olahraga Nasional Bukti Tonggak Kemerdekaan
info gambar utama

Papua akan menjadi tuan rumah dalam penyelenggaraan Pekan Olahraga Nasional XX (PON ke-20). Gelaran olahraga empat tahun ini sebenarnya akan diselenggarakan pada tahun 2020, namun karena pandemi harus diundur pada tahun 2021.

Pertandingan olahraga PON XX nantinya akan mempertandingkan 37 cabang olahraga yang diikuti sekitar 10.000 atlet dan official dari 34 provinsi. Sebagai ajang tingkat nasional, PON memang menjadi salah satu barometer kemajuan pengembangan olahraga tiap daerah.

Memang dalam sejarahnya, pembukaan PON I yang dilangsungkan di Solo pada tahun 1948, tidak hanya dimaknai sebagai semangat mencari prestasi dan kesehatan, tetapi juga perjuangan dan pembangunan.

Pembukaan PON I dilakukan Presiden Soekarno sementara penutupannya oleh Sri Sultan Hamengkubuwono IX yang menjabat Komite Olimpiade Republik Indonesia (KORI). Awalnya PON diadakan sebagai bentuk protes Bangsa Indonesia lantaran ditolak mengikuti Olimpiade ke-14 di London, Inggris.

Kala itu, kemerdekaan dan kedaulatan Indonesia masih belum diakui penuh oleh masyarakat dunia serta paspor Indonesia masih tidak diakui oleh pemerintah Inggris. Jika para atlet Indonesia ingin mengikuti kompetisi, mereka hanya bisa diterima jika menggunakan paspor Belanda.

Sejarah Hari Ini (9 September 1948) - Pekan Olahraga Nasional Pertama Digelar di Tengah Perang Kemerdekaan

Lantaran hal tersebut, para atlet Tanah Air menolak dan bersikeras hanya akan hadir di Olimpiade jika mewakili Indonesia. Kemudian, Persatuan Olahraga Republik Indonesia (PORI) memutuskan untuk menyelenggarakan kompetisi serupa di dalam negeri yang kemudian dikenal sebagai PON.

Selain itu penyelenggaraan acara ini juga bertujuan sebagai ajang unjuk diri kepada Belanda bahwa Indonesia adalah negara berdaulat. Soal ini pun disinggung pula oleh Presiden Soekarno dalam pidato pembukaannya.

"Pertama-tama mengucap syukur kepada Allah Subhanahuwata’ala bahwa PON berlangsung di alam merdeka bebas. Kemudian menyatakan perasaan bangga atas ikut serta pahlawan-pahlawan dari daerah-daerah pendudukan. Pemuda-pemuda dan pemudi-pemudi datang di Solo ini tidak untuk berolahraga saja, tetapi terutama untuk menunjukkan semangat kemerdekaan yang menyala-nyala," ujar Soekarno sebagaimana dikutip Merdeka 10 September 1948.

Walau dalam suasana perang, tidak menyurutkan masyarakat Surakarta untuk menyaksikan pembukaannya di Stadion Sriwedari. Sejumlah tamu penting juga hadir, seperti Wakil Presiden Mohammad Hatta, Menteri Pertahanan Sri Sultan Hamengkubuwono IX, Sri Susuhunan Pakubuwono XI, dan Panglima Besar TNI Jenderal Sudirman.

Turut hadir pula anggota-anggota Komisi Tiga Negara (KTN)—komisi bentukan Dewan Keamanan PBB untuk menengahi konflik Indonesia-Belanda—yakni Merle Cochran (mewakili Amerika Serikat), Thomas Critchley (Australia), dan Paul van Zeeland (Belgia), Konsul Jenderal Inggris Shepherd, serta Konsul Jenderal India Raghavan, beserta wakilnya Mohammad Yunus.

Diselenggarakan dengan cara sederhana

PON I saat itu berlangsung pada 8-12 September dengan pembukaannya pada 9 September yang ditetapkan sebagai Hari Olahraga Nasional. Pada saat itu kegiatan olahraga ini diramaikan oleh 13 Karesidenan.

Namun saat itu degelasi yang hadir hanya berasal dari Jawa. Blokade Belanda membuat perwakilan dari daerah lain kesulitan untuk berpartisipasi.

Para peserta PON I berasal dari sejumlah karisidenan seperti Surakarta (Solo), Yogyakarta, Kediri, Madiun, Malang, Semarang, Pati, Jakarta, Kedu, Surabaya, dan ditambah Bandung, Magelang, serta Banyuwangi.

Sementara itu walau suasana Solo masih begitu panas karena konflik beberapa aliran laskar. Pihak penyelenggara tetap memilih Kota Budaya ini sebagai tuan rumah karena fasilitas-fasilitas olahraga yang paling mumpuni.

Stadion Raden Maladi (sekarang menjadi Stadion Sriwedari) yang berdiri gagah di tengah Kota Solo, menjadi awal mula diselenggarakannya PON 1948. Menurut Agung Nugroho, Stadium Maladi adalah stadion dengan kesiapan optimal untuk penyelenggaraan event besar.

Kabar Baik dari Dunia Olahraga Indonesia Sepanjang 2020

"Stadion yang berbentuk oval dan dilengkapi dengan trek untuk bermain atletik, serta adanya lampu sorot di setiap sudut ini, akhirnya selesai pada tahun 1933, atas inisiasi dari Sri Sultan Pakubuwana X" tulisnya dalam Dasar Program Perencanaan dan Perancangan Arsitektur (Dp3a) Solo Racquet Sport Center.

Stadion Sriwedari hingga Gedung Wayang Orang Sriwedari digunakan untuk venue pertandingan PON 1 1948. Ternyata ada beberapa venue lainnya yang juga ikut digunakan. Seperti pencak silat menggelar pertandingannya di Gedung Bioskop Sriwedari, yang saat ini sudah rata dengan tanah bangunannya.

“Pada tanggal (10/9) malam untuk pendekar muda, dan (11/9) malam untuk pendekar tua. Selain itu pada (12/9) malam akan diadakan demonstrasi sistem gerak badan pencak dan silat bagi anak sekolah,” jabaran cabor pencak silat yang dituliskan Nasional edisi, 2 September 1948.

Saat itu Presiden Soekarno memerintahkan PON I digelar sesuai jadwal, yang kemudian diikuti 600 atlet dari sembilan cabang olahraga (cabor). Cabor yang dipertandingkan antara lain atletik, bola kerangjang, bulutangkis, sepak bola, tenis, renang, panahan, bola basket, dan pencak silat.

Surakarta tampil sebagai juara umum PON I, diikuti Yogyakarta di tempat kedua dan Kediri di tempat ketiga. Namun para pemenang dari setiap cabor tidak mendapatkan medali berupa emas, perak dan perunggu atau piala. Pemenang hanya mendapatkan secarik kertas berbentuk piagam.

"Saat itu, usia saya 14 tahun dan ikut kontingen Kediri di cabang lompat tinggi. Saya keluar sebagai pemenang waktu itu dan hanya secarik kertas bertuliskan juara 1, juara 2 dan juara 3 bagi setiap pemenangnya," kata Titi S Sudibyo atlet atletik asal Kediri seperti dikutip dari situs kemenpora.go.id.

Beberapa delegasi yang hadir dalam ajang olahraga ini bukan hanya sekadar menunjukkan kebolehannya di bidang olahraga, tetapi juga adanya sikap persatuan. Pasalnya hal ini ditunjukan melalui keikutsertaannya dalam bayang-bayang ancaman Kolonial Belanda.

PON sebagai bagian perjuangan kemerdekaan

PON I dianggap sebagai tonggak sejarah persatuan dan perkembangan olahraga di Indonesia. Di sini juga terjadi peletakan dasar yang kokoh bagi perkembangan dunia olahraga nasional. Hal ini ditandai dengan munculnya beragam organisasi olahraga yang belum ada sebelumnya. Juga penggabungan dengan federasi olahraga internasional.

35 tahun kemudian, pada pemugaran Stadion Sriwedari, Solo (9/9/1983), Presiden Soeharto menyatakan penyelenggaraan PON I saat itu ditunjukan untuk menegakkan kemerdekaan di gelanggang internasional.

Pasalnya pada tahun 1948, baru segelintir negara yang mengakui kemerdekaan Republik Indonesia. Karena itulah PON diselenggarakan sebagai bukti, bahwa Indonesia telah berdiri dan berdaulat. Selain itu, PON I juga memiliki dimensi politik karena menunjukkan keberadaan pemerintah serta dukungan rakyat yang hadir saat itu.

"Tanpa adanya pemerintah dan dukungan rakyat, tidak mungkin ada kegiatan olahraga tingkat nasional," ucap Soeharto yang dikabarkan Kompas.

Minuman Nanas Bokondini Akan Dipromosikan di PON XX

Semangat ini pula yang digaungkan dalam penetapan Hari Olahraga Nasional, olahraga bisa dimaknai sebagai proses pembangunan. Tidak hanya dalam bentuk jasmani, tetapi juga rohani.

"Kita tidak mungkin mewujudkan masyarakat maju, adil, dan sejahtera lahir batin seperti yang kita cita-citakan jika masyarakat kita lemah jasmani dan rohani," tambah Soeharto.

Pada masa itu, prestasi olahraga yang tinggi menjadi dorongan bagi pembinaan bangsa serta menimbulkan kebanggaan nasional. Hal tersebut penting sebagai upaya meningkatkan kepercayaan diri untuk keberhasilan pembangunan selanjutnya.

"Mengolahragakan masyarakat dan memasyarakatkan olahraga!" tutup pidato Soeharto dalam acara Musyawarah Olahraga Nasional (Musornas) IV di Istana Negara, 19 Januari 1981.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Rizky Kusumo lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Rizky Kusumo.

RK
MI
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini