Mimpi Noor Titan untuk Kembangkan Panel Surya bagi Kemandirian Energi Indonesia

Mimpi Noor Titan untuk Kembangkan Panel Surya bagi Kemandirian Energi Indonesia
info gambar utama

Penulis: Nur Annisa Kusumawardani

Gabung ke Telegram Kawan GNFI, follow Instagram @kawangnfi dan Twitter @kawangnfi untuk dapat update terbaru seputar Kawan GNFI.

Sebagai komitmen dalam menekan emisi karbon di masa mendatang, hampir tiap negara di seluruh dunia tengah berusaha beralih dari energi fosil ke energi baru terbarukan (EBT). Tak terkecuali Indonesia.

Sebagai negara tropis, Indonesia mendapatkan cahaya matahari hampir sepanjang tahun. Hal ini menjadi peluang bagi pengembangan energi terbarukan khususnya dari energi surya.

Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) telah cukup lama hadir di Indonesia untuk mengakselerasi penyebaran panel surya secara lebih merata, khususnya di daerah-daerah yang jauh dari pusat kota sehingga mengalami keterbatasan listrik.

Sayangnya, panel surya di Indonesia belum diproduksi dalam skala besar dengan harga terjangkau. Kendati telah mendapatkan dukungan dari pemerintah, Indonesia masih mengandalkan hasil impor sel surya yang kemudian akan dirakit dan didistribusikan di wilayah-wilayah Indonesia.

Hal tersebut tentunya menjadi PR tersendiri bagi generasi muda. Bagaimana kita dapat menciptakan inovasi sel surya yang lebih terjangkau, dan tentunya dapat diproduksi secara mandiri di Indonesia.

Mimpi inilah yang tengah berusaha diwujudkan oleh Noor Titan Putri Hartono, seorang peneliti di Massachusetts Technology Institute (MIT) asal Indonesia. Mimpi besar perempuan yang akrab disapa Titan ini adalah untuk membantu pemerataan akses listrik di tanah air.

Melihat Potensi Energi Baru Terbarukan di Indonesia

Fokus meneliti Photovoltaic sejak 2016

Photovoltaic | Foto: Veronaman/Shutterstock
info gambar

Ketertarikan Titan terhadap dunia EBT telah lama ia miliki. Sejak 2016, Titan telah bergabung sebagai peneliti di Laboratorium Riset Photovoltaic (PV) MIT. Di sini, WNI asal Cimahi tersebut fokus untuk mengembangkan material panel surya yang lebih murah dan efisien.

Titan terdorong untuk menekuni penelitiannya karena menyadari betapa mahal dan susah pemasangan panel surya di Indonesia. Ia berharap pemerataan akses listrik melalui teknologi panel surya dapat membantu masyarakat, untuk mendapatkan akses informasi tanpa mengalami hambatan batasan geografis.

Hal ini berkaitan dengan pentingnya demokratisasi energi bagi kemandirian energi Indonesia di masa depan. Memiliki panel surya, artinya tidak membutuhkan transmisi dari pulau Jawa, menjadikan tiap daerah mampu mandiri energi sesuai dengan natural resources yang ada di wilayah masing-masing.

Soal Energi Terbarukan, Munawar Chalil: Pemerintah Harus Keluar dari Zona Nyaman

Temukan formula tepat setelah teliti ribuan sampel

Ketertarikan Titan dalam pencarian material panel surya yang lebih terjangkau telah dia mulai sejak mengambil studi pascasarjana di MIT lima tahun lalu. Hingga kini, ia masih bergelut dalam dunia material panel surya dalam studi doktoralnya, yang juga ia ambil di MIT.

Yang menjadi masalah dari panel surya saat ini ialah persentase materialnya. Dilansir dari Kompas, Titan menyampaikan keresahannya mengenai panel surya di pasaran yang menggunakan silikon sebagai bahan utama, bahkan hingga 80 persen. Pasalnya, silikon masih dinilai mahal, baik dalam membuat infrastruktur yang mendukung, hingga tahap processing-nya.

Noor Titan bersama sang mentor, Shinjing Sun | Foto: Kompas
info gambar

Inovasi Titan, berupa perovskite sebagai bahan pengganti silikon ia prediksikan menjadi lebih murah dengan efisiensi yang tidak kalah dengan silikon. Meskipun, sayangnya, material ini bersifat kurang stabil. Inilah yang menjadi fokus utama penelitian Titan, ia ingin menemukan formula perovskite yang lebih stabil dan siap digunakan sebagai material panel surya di Indonesia.

Tidak tanggung-tanggung, Titan telah membuat lebih dari 1000 sampel untuk menemukan formula paling efektif dari perovskite “racikan”nya. Terbayar sudah, kini ia telah berhasil menciptakan formula perovskite yang lebih stabil delapan kali lipat dari sebelumnya.

Shijing Sun, mentor Titan di MIT, turut kagum dengan etos kerja Titan dalam proses penelitian di laboratorium. Ia yakin penemuan Titan dapat diproduksi dalam skala besar menjadi teknologi panel surya baru.

Shijing Sun juga menambahkan bahwa jenis sel surya yang diteliti Titan bersifat terjangkau, ringan, dan fleksibel. Hal ini menjadikannya mungkin untuk dipasang di berbagai tempat, mulai dari atap mobil, hingga perangkat elektronik portabel.

Memaksimalkan Potensi Pemanfaatan Energi Surya Melalui PLTS Atap

Perjalanan masih panjang

Noor Titan dalam Upacara Kelulusan | Foto: Kompas
info gambar

Kendati telah menemukan formula yang tepat, perjalanan untuk sampai pada tahap produksi massal sebagai bahan utama panel surya masih sangat panjang. Selain kurangnya ahli yang meneliti di bidang yang sama, belum terberdayakan rumah produksi panel surya di Indonesia juga menjadi penghambat.

Bulan Juni lalu, Titan telah meraih gelar PhD Mechanical Engineering di kampus yang sama tempatnya meraih gelar sarjana dan master. Kini, Titan melanjutkan studinya untuk mencari solusi energi terbarukan yang murah dan mudah diakses masyarakat.

Titan berharap visible products dari temuannya akan diproduksi 10 tahun ke depan. Sel surya yang ia ciptakan menjadi arah baru dalam upaya demokratisasi teknologi terbarukan. Tak hanya itu, memberikan pula harapan komersialisasi teknologi baru yang jauh lebih terjangkau dan dapat menjangkau tiap masyarakat Indonesia.*

Referensi: Kompas | The Conversation

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Kawan GNFI Official lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Kawan GNFI Official.

Terima kasih telah membaca sampai di sini