Jejak Peradaban Masa Lampau di Sekitar Wilayah Ibu Kota Negara Baru

Jejak Peradaban Masa Lampau di Sekitar Wilayah Ibu Kota Negara Baru
info gambar utama

Wilayah sekitar Ibu Kota Negara (IKN) Baru, di Kecamatan Sepaku, Penajam Paser Utara (PPU) rupanya menyimpan banyak peradaban masa silam yang belum terungkap. Peradaban ini bila ditelusuri diperkirakan usianya ribuan tahun.

Hal ini terungkap dalam riset lapangan yang dilakukan oleh Pusat Penelitian Arkeologi Nasional (Arkenas) sejak tahun 2020-2021. Beberapa situs seperti gua telah ditemukan oleh mereka tidak jauh dari kawasan inti pusat pemerintahan (KIPP) IKN.

Arkenas menyebut peneliti mereka telah mengamati hampir 165 situs yang ada di sekitar wilayah calon IKN. Pada proses ini mereka melibatkan banyak disipilin ilmu, terutama untuk melihat daya dukung lingkungan, potensi konflik, budaya geologi, ekonomi, dan lain-lain.

Ketua Tim Penelitian Arkenas Harry Truman Simanjuntak menyebut situs yang telah mereka amati tersebar di 56 lokasi di sekitar PPU dan Kutai Kartanegara. Salah satu yang menarik bagi tim penelitinya adalah saat menemukan Gua Panglima di salah satu sisi Gunung Parong (687 mdpl).

"Ada temuan-temuan di luar perkiraan sebelumnya. Salah satu temuan hunian gua, yaitu Gua Panglima di Kecamatan Sepaku," ucapnya saat webinar bertajuk Rona Awal Peradaban di Ibu Kota Negara, Senin (1/11).

Hal yang menarik adalah letak dari Gua Panglima ini hanya berjarak 20 kilometer dari calon titik nol pembangunan IKN. Selain Gua Panglima juga ditemukan gua hunian lain, yaitu dari Gua Sanggulan, Gua Tapak Batu Raja Buen Kesong, dan Gua Tembenus.

Tak Hanya Bangunan Fisik, Ibu Kota Negara Baru Perlu Bangun Peradaban

Sementara itu setelah melakukan ekskavasi berkisar 100-150 cm di Gua Panglima, timnya menemukan 12.538 temuan. Temuan ini berupa artefak hingga ekofak, seperti tembikar, alat tulang, litik, cangkang, batu pipisan, batu, arang, hingga hematit.

Pria yang berasal dari Pematang Siantar ini juga mengungkapkan timnya sedang melakukan penelitian tentang penanggalan penemuan ini. Terutama penemuan fragmen sisa tubuh manusia seperti gigi maupun tulang.

Walau begitu dia menyatakan dari pengalaman penelitian sebelumnya, temuan fragmen dari kedalaman tersebut, biasanya berasal dari manusia zaman holosen awal atau kurang lebih 11.700 tahun lalu.

"Kita belum tahu keterkaitan antara hunian di wilayah IKN ini dengan kompelks Gua Sangkulirang Mangkalihat dan Pegunungan Meratus, belum kita teliti, rencananya tahun depan," tutur pria berkacamata ini.

Namun dirinya sangat antusias bahwa peradaban di Gua Panglima telah berlangsung lebih lama. Apalagi melihat peradaban di Gua Sangkulirang Mangkalihat yang tercatat sudah berlangsung sejak 40 ribu tahun silam.

Tetapi yang lebih penting baginya, berbekal penemuan ini telah menunjukkan bahwa wilayah sekitar IKN memiliki sejarah panjang. Sebuah hal yang tidak diprediksi oleh siapa pun sejak awal.

"Kita awalnya berpikir wilayah IKN itu tanpa sejarah, karena melihat peta sebagian besar diliputi dengan hutan. Dengan perkampungan yang sangat jarang. Ternyata dugaan kita meleset 180 derajat," papar pria lulusan Universitas Gajah Mada (UGM) ini.

Jejak industri peleburan logam

Truman juga menerangkan penemuan lain yang menarik di sekitar wilayah IKN yaitu penemuan jejak industri peleburan logam, di Maridan, Kecamatan Sepaku, Kabupaten PPU. Wilayah ini juga jaraknya hanya berkisar 13 km dari pusat IKN.

Menurut pria yang memiliki dua anak ini, pusat peleburan logam Maridan terdapat di lokasi yang sangat strategis. Diketahui tempatnya berada di tepian sungai yang memudahkan untuk memasarkan hasil produksinya ke luar daerah.

“Kelihatannya di situ pusat industri karena sebarannya sangat luas, mulai dari tepi pantai. Kita temukan ada kerak-kerak besi, lelehan besi, dan alat untuk melebur seperti pembakaran,” sebut pria yang telah menjabat sebagai profesor riset di Arkenas sejak 2006 ini.

Namun melihat fakta ini saja telah membuatnya cukup senang, karena bisa menemukan hasil perkembangan budaya masyarakat setempat. Wilayah ini baginya telah berhasil melakukan lompatan teknologi yang cukup maju pada zamannya.

"Ini sebuah capaian dari leluhur di wilayah IKN dan sekitarnya untuk memamfaatkan sumber daya logam," tandasnya.

Patung Manusia Labuhanbatu, Jejak Ritual Leluhur dan Kerajaan Kuno di Tanah Batak

Hal yang lebih penting bagi Truman adalah wilayah Kalimantan telah banyak keanekaragaman budaya, termasuk pengaruh dari peradaban masa lampau. Seperti diketahui banyak tradisi Hindu-Buddha, Islam, hingga kolonialisme yang masih bertahan di Kalimantan.

Berbagai macam kearifan lokal yang masih bertahan, seperti peraturan lokal untuk menjaga hutan, adanya semangat toleransi yang tinggi, kekompakan melestarikan mangrove, ritual adat tahunan, membuat Kalimantan bagi Truman, sudah layaknya miniatur keindonesaan.

”IKN menjadi miniatur Indonesia. Kebinekaan tampak dalam kehadiran para pendatang dan keberadaan populasi asli yang menciptakan pluralisme dan multikulturalisme di wilayah ini serta sekitarnya," pungkasnya.

Pijakan untuk menghindari konflik saat pembangunan

Melihat panjangnya perabadan yang telah terbentuk di wilayah sekitar IKN. Menjadikan pembangunan kelak perlu pijakan agar menghindari konflik yang bisa terjadi.

Ketua Ikatan Ahli Arkeologi Indonesia Wiwin Djuwita Ramelan menyebut konflik ini bisa saja terjadi mengingat akan adanya perpindahan manusia secara besar-besaran ke kawasan IKN.

Tercatat IKN kelak akan mendatangkan 1,5 juta aparatur sipil negara ke daerah Kaltim. Melihat besarnya jumlah migrasi ini berpotensi menimbulkan konflik, hal ini ditambah kesenjangan secara ekonomi, sosial, hingga budaya.

”Konflik harus dianggap bentuk keragaman persepsi dan pemahaman masyarakat terhadap warisan budayanya yang perlu dicari solusinya. Konflik harus dikelola sehingga perbedaan kepentingan dan rasa keadilan dapat dikendalikan,” sebutnya.

Tiga Artefak Indonesia Senilai Rp1,2 Miliar Dikembalikan dari New York

Wanita berkacamata ini menyampaikan konflik juga bisa muncul saat ada kebijakan untuk memindahkan masyarakat dari lingkungannya. Padahal baginya masyarakat lokal telah memiliki keterikatan dengan budayanya.

Karena itulah Wiwin berharap saat proses pembangunan berlangsung, masyarakat lokal dijadikan pemeran utama dalam pengelolaan budaya setempat. Sehingga mengurangi terjadi konflik pada masa depan.

Dirinya juga melihat ada fenomena di mana masyarakat merasa bukan bagian dari situs budaya setempat. Hal ini umumnya terjadi pada situs budaya kolonial yang tidak mau diakui sebagai bagian dari budaya kolektif masyarakat.

"Mereka tidak ingin ada kesedihan, tidak ingin ada sejarah yang suram. Padahal mereka juga mengalami dan jadi bagian dalam sejarah," paparnya.

Karena itu, baginya dalam pengelolaan situs budaya yang ditemukan di kawasan IKN pun bisa memunculkan konflik. Terutama katanya, bila situs budaya yang ditemukan berada di kawasan besar, tetapi memiliki fungsi berbeda.

Misalnya saja pada satu kawasan terdapat situs arkeologi dan cagar budaya. Tentunya hal ini membutuhkan pertimbangan, karena salah satu dari situs budaya ini harus dikalahkan.

Tentunya kolaborasi antar lembaga sangat penting dalam pembangunan IKN. Kemudian pijakan dengan melihat masa lampau menjadi sangat penting agar menghindari konflik.

"Warisan budaya harus berguna selain untuk penelitian ilmiah tetapi bisa bermamfaat sebagai seni kreatif, pendidikan, rekreasi, monoter dan ekonomi, solidaritas dan integritas sosial," pungkasnya.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Rizky Kusumo lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Rizky Kusumo.

Terima kasih telah membaca sampai di sini