Catatan Sejarah Wayang Kulit, Lahir dan Tumbuh di Indonesia untuk Dunia

Catatan Sejarah Wayang Kulit, Lahir dan Tumbuh di Indonesia untuk Dunia
info gambar utama

Brand sepatu asal Jerman, Adidas baru-baru ini membuat ramai setelah unggahannya yang menyebut wayang kulit merupakan budaya Malaysia. Hal ini berkaitan dengan peluncuran produk sepatu baru mereka dengan bentuk wayang kulit.

Tidak ingin berpolemik, Adidas langsung meminta maaf kepada Indonesia lantaran unggahannya tersebut. Pada instagram story, Adidas mengakui telah terjadi kesalahan karena tidak menyebut wayang merupakan produk budaya Indonesia.

Perusahaan yang terkenal dengan tiga setrip paralel ini mengaku terinspirasi dengan warisan budaya di negara-negara Asia Tenggara. Tetapi toko perlengkapan olahraga ternama ini tidak bermaksud mengklaimnya sebagai budaya asli dari negara lain.

Wayang Tertua di Indonesia Bukan Wayang Kulit

"Saat bekerja dengan seniman untuk mengembangkan perwakilan desain warisan Malaysia dan Asia Tenggara, kami dengan rendah hati terinspirasi oleh warisan budaya yang kaya di negara-negara Asia Tenggara. Untuk menghindari keraguan, baik brand maupun artis, tidak bermaksud untuk mengklaim bukan seni budaya dari Indonesia," sebut Adidas.

"Kami berterima kasih sekali lagi atas dukungan Anda terhadap merek ini, dan pembuat konten yang berkolaborasi dengan kami untuk merayakan budaya unik kami serta identitas kami."

Asal mula wayang kulit?

Wayang Kulit (Shutterstock)

Wayang memang telah lama menjadi bagian dalam tradisi masyarakat Indonesia. Banyak cendekiawan yang mencatat wayang telah berkembang sejak zaman kuno yaitu 1.500 sebelum Masehi (SM).

Wayang secara harfiah berarti bayangan yang merupakan istilah untuk menunjukkan teater tradisional di Indonesia. Tetapi lebih dari pertunjukan, wayang kulit menjadi media perenungan menuju roh spiritual para leluhur.

Masyarakat saat itu percaya bahwa roh orang yang sudah meninggal masih tetap hidup dan bersemayam di kayu-kayu besar, batu, sungai, gunung dan lain-lain. Roh nenek moyang yang mereka puja ini disebut hyang atau dahyang.

Orang dapat berhubungan dengan para hyang untuk meminta perlindungan. Sementara orang yang dapat berhubungan dengan hyang melalui seorang medium yang disebut syaman.

"...Inilah awal pertunjukan wayang, hyang menjadi wayang, ritual kepercayaan ini menjadi jalannya pentas dan syaman menjadi dalang," jelas Bayu Wibisana dan Nanik Herawati, dalam buku berjudul Mengenal Wayang.

Ahli sejarah kebudayaan Belanda G.A.J Hazeau, dalam disertasinya berjudul Bijdrage tot de Kennis van het Javaansche Tooneel (1897) menyakini wayang merupakan pertunjukan asli Jawa. Hazeau dalam desertasinya menyebut wayang sebagai walulang inukir (kulit yang diukir) dan dilihat bayangannya pada kelir.

Kisah Ki Manteb, Dalang Penggemar Kung Fu hingga Pertemuan dengan Soekarno

Beberapa sarjana Barat lain juga melakukan penelitian dan menemukan bahwa wayang berasal dari Indonesia. Selain Hazeau, beberapa sarjana Barat seperti JLA Brandes, J Kats, Anker Rentse juga yakin wayang merupakan olah pikir masyarakat Nusantara.

Alasannya cukup kuat, karena wayang sangat erat kaitanya dengan keadaan sosiokultural dan religi bangsa Indonesia, terutama orang Jawa. Misalnya saja karakter panakawan, seperti Semar, Gareng, Petruk, Bagong, hanya ada dalam pewayangan Indonesia, dan tidak di negara lain.

Memang ada pendapat kedua yang menyatakan wayang berasal dari India, dibawa bersama dengan penyebaran agama Hindu. Namun sejak 1950 an, buku-buku pewayangan sudah sepakat bahwa wayang berasal dari Pulau Jawa.

Wayang dalam catatan sejarah

Wayang Kulit (Shutterstock)

Mengutip Indonesia Kaya, Rabu (17/11/2021), catatan tertua tentang wayang terekam dalam Prasasti Kuti bertarikh 840 Masehi dari Joho, Sidoarjo, Jawa Timur. Pada prasasti ini telah terkenal sebutan haringgit atau dalang.

"Haringgit adalah bentuk halus dari kata ringgit. Kata ini sampai sekarang masih ada dalam bahasa Jawa, yang berarti wayang,” catat Timbul Haryono, guru besar arkeologi Universitas Gadjah Mada.

Sementara itu banyak naskah wayang sudah ditulis oleh pujangga Indonesia sejak abad ke 10 Masehi. Seperti naskah sastra kitab Ramayana Kakawin berbahasa Jawa Kuno yang ditulis pada masa Dyah Balitung (899-911 Masehi).

Setelah itu para pujangga Jawa tidak hanya melakukan penerjemahan kepada Ramayana dan Mahabharata tetapi juga memasukan falsafah Jawa. Seperti karya Empu Kanwa, Arjunawiwaha Kakawin, yang merupakan gubahan yang berinduk pada Kitab Mahabharata.

Pertunjukan wayang juga diperkirakan telah ada sejak zaman pemerintahan Prabu Airlangga, Raja Kahirupan (1009 -1042 Masehi). Beberapa prasasti juga telah menyebut kata-kata mawayang dan aringgit yang memiliki makna pertunjukan wayang.

Tradisi wayang juga bisa kita lihat dalam relief candi-candi di Jawa Timur, seperti Candi Surawana, Candi Jago, Candi Tigawangi, dan Candi Panataran. Kehadiran wayang dalam relief candi yang tersebar di tempat berbeda menunjukkan kesenian ini telah menyebar luas.

Menilik Sejarah Wayang Kulit Jawa Tengah

Sementara itu, pada zaman Majapahit telah mulai diperkenalkan cerita baru yang tidak berinduk kepada Ramayana dan Mahabharata. Saat itu muncul cerita Panji yang merupakan kisah leluhur raja Majapahit.

Tradisi menjawakan cerita wayang terus terjadi setelah masuknya pendakwah Islam, seperti para Wali Sanga. Saat itu mereka mulai mewayangkan kisah para raja Majapahit, seperti cerita Damarwulan.

Pada masa Islam ini terjadi babak baru dalam perkembangan wayang kulit. Pertunjukan wayang tidak lagi eksklusif milik lingkungan istana, tetapi para pendakwah Islam mulai membawanya ke masyarakat akar rumput.

Para pendakwah ini juga mengubah bentuk-bentuk wayang menjadi sesuai dengan tradisi Islam. Salah satu pendakwah dan pendalang andal adalah Sunan Kalijaga.

Dr Suyanto, pengajar ISI Surakarta menyatakan wayang cukup berhasil menjadi media dakwah di Indonesia. Keberhasilan ini menurutnya terletak pada kekuatan pendekatan ke masyarakat.

"Dahulu, wayang dipertunjukkan di masjid, masyarakat bebas untuk menyaksikan, namun, dengan syarat, mereka harus berwudhu dan mengucap syahadat dahulu sebelum masuk masjid,” ungkap Suyanto yang dikutip dari Republika.

Dari Indonesia menuju dunia

Wayang (Shutterstock)

Panjangnya periode wayang di Indonesia bisa terlihat dari beragamnya model wayang, aneka lakon, maupun cara serta bahasa pementasan. Kisah wayang seperti sudah mendarah daging pada masyarakat.

Hal ini mungkin mendasari United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO) menetapkannya sebagai warisan budaya Indonesia, sejak 7 November 2003.

Indonesia go id menulis, UNESCO menyebut pertunjukan wayang telah berkembang sejak sepuluh abad di istana Kerajaan Jawa dan Bali, bahkan sekarang telah menyebar ke Lombok, Madura, Sumatra, dan Kalimantan.

Pesona Wayang Kulit Hipnotis Masyarakat Belanda

Bedasarkan tulisan Pandam Guritno dalam buku Wayang, Kebudayaan Indonesia dan Pancasila menyebut telah ada puluhan model atau jenis wayang yang menyebar di seluruh Indonesia.

Walau kini wayang kulit telah tampil dalam beragam wajah, tetapi pertunjukan ini tetap memikat dan lestari. Orang-orang dari luar negeri pun rela jauh-jauh datang ke Indonesia untuk menonton dan mempelajari sejarah wayang.

Kelak orang-orang ini juga akan menggulirkan bentuk baru dari wayang di negara mereka masing-masing. Wayang kulit yang memang lahir, tumbuh, hidup di Indonesia, kemudian menyebar ke seluruh dunia.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Rizky Kusumo lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Rizky Kusumo.

RK
MI
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini