Birute Marija Galdikas, Sosok Kawan Sekaligus Pahlawan Bagi Orang Utan di Indonesia

Birute Marija Galdikas, Sosok Kawan Sekaligus Pahlawan Bagi Orang Utan di Indonesia
info gambar utama

Menghentikan laju deforestasi menjadi salah satu topik yang dibahas dalam agenda COP ke-26 yang diselenggarakan di Glasgow, Skotlandia. Deforestasi adalah pengalihfungsian lahan hutan dengan cara penebangan tegakan pohon di hutan menjadi fungsi non hutan, seperti fungsi untuk perkebunan, pertanian, hingga pemukiman hunian tetap.

Laju deforestasi di berbagai negara, terutama negara yang terdata memiliki luasan lahan hutan yang besar seperti Indonesia, turut menyumbang dan memperburuk keadaan iklim saat ini. Forest Watch Indonesia memaparkan bahwa deforestasi diperkirakan menyumbang sekitar 20 persen emisi gas rumah kaca di atmosfer.

Dengan persentase tersebut, maka deforestasi menjadi penyebab terbesar kedua (setelah emisi dari penggunaan bahan bakar fosil) terhadap perubahan iklim saat ini. Selain menjadi kontributor perubahan iklim, laju deforestasi turut mempengaruhi ekosistem di dalamnya. Berbagai jenis satwa liar dan variasi tanaman di hutan turut menjadi korban deforestasi.

Salah satu jenis satwa penghuni hutan di Indonesia kini terancam punah akibat habitat yang kian sempit didorong pula dengan perburuan ilegal. Satwa itu adalah orang utan. Satwa yang terancam punah dan hanya dapat ditemukan di dua negara di dunia yakni Malaysia dan Indonesia.

Upaya Penyelamatan Bekantan, Satwa Hidung Besar Endemik Pulau Kalimantan

Sosok Birute Marija Filomena Galdikas

Birute di Camp Leakey | Foto : OFI
info gambar

Orangutan Foundation International (OFI) menjelaskan bahwa 90 persen orang utan di dunia memiliki habitat di Indonesia, dan sisanya sebesar 10 persen mendiami hutan hujan di Malaysia khususnya Serawak.

Berbicara mengenai orang utan, maka hal tersebut akan mengaitkan pada sosok perempuan kelahiran Jerman yang telah menjadi peneliti sekaligus pendiri Orangutan Foundation International. Dia adalah Birute Marija Filomena Galdikas, seorang peneliti yang memiliki kecintaan tersendiri terhadap orang utan, khususnya di Indonesia.

Dikutip dari orangutan.org, pada tahun 1964, perempuan yang kerap disapa Birute ini telah menyelesaikan satu tahun studi di University of British Columbia (UBC) di Vancouver, Kanada. Dia melanjutkan studinya tentang ilmu alam di University of California at Los Angeles (UCLA), dengan cepat dan mendapatkan gelar sarjana dalam bidang Psikologi dan Zoologi pada tahun 1966.

Selain itu, Birute juga menyandang gelar master dalam bidang Antropologi pada tahun 1969. Pada saat itulah Birute pertama kali bertemu dengan Dr. Louis Leakey dan berbicara dengannya tentang keinginannya untuk mempelajari orang utan.

Meskipun Dr. Leakey tampak tidak tertarik pada awalnya, Birute meyakinkannya tentang hasratnya. Setelah tiga tahun, Dr. Leakey akhirnya menemukan dana untuk studi orang utan Birute yang akhirnya kini berdiri dengan kokoh sebuah organisasi nirlaba yang berfokus pada perlindungan orang utan di dunia, termasuk di Indonesia.

Hiu Paus, Salah Satu Satwa yang Dikeramatkan oleh Masyarakat Indonesia

Birute dan OFI

Perawatan terhadap orang utan yang terluka | Foto : ShutterStock/michel arnault
info gambar

Wanita yang kini telah berusia 75 tahun ini merupakan pendiri Orangutan Foundation International. Namun, Orangutan Research and Conservation Project (ORCP) adalah nama awal dari program yang dimulai pada tahun 1971 oleh Biruté dan mantan suaminya, Rod Brindamour, di Taman Nasional Tanjung Puting di provinsi Kalimantan Tengah.

Biruté dengan jaringan staf dan sukarelawan lokal, mulai bekerja untuk memperluas proyek ORCP untuk membuat program yang ditujukan khusus untuk konservasi, rehabilitasi, penelitian, dan pendidikan. Seorang pengacara dari Departemen Kehakiman Amerika Serikat di Washington, DC, John Beal, mengunjungi Camp Leakey yakni tempat tinggal Birute selama di penelitian orang utan di Kalimantan pada akhir 1979.

Setelah kembali ke Amerika Serikat, John Beal membantu Biruté dan beberapa rekannya mendirikan Orangutan Foundation di Los Angeles, California. Nama tersebut kemudian diubah menjadi Orangutan Foundation International (OFI). OFI didedikasikan untuk penelitian, pendidikan, konservasi, dan perlindungan hutan untuk memastikan kelangsungan hidup hayati populasi orang utan yang layak di alam liar dan kesejahteraan semua orang utan.

Sejauh ini telah banyak aksi yang dilakukan oleh Birute bersama OFI yang berkaitan dengan konservasi dan pelestarian orang utan. Beberapa aksi yang memiliki impact besar di antaranya penyelamatan, rehabilitasi, dan pelepasan orang utan, kemudian membangun pusat perawatan dan karantina orang utan. Tak lupa, Birute dan OFI juga rutin berpatroli di Hutan Tanjung Puting guna memastikan keamanan dan keberlangsungan hidup orang utan.

Menjaga Kelestarian Lutung Budeng, Satwa Endemik Indonesia yang Terancam Punah

Deforestasi menjadi ancaman terbesar keberadaan satwa liar

Alih fungsi lahan menjadi perkebunan kelapa sawit | Foto : ShutterStock/Mix Tape
info gambar

Kecintaan Biruté terhadap orang utan membawanya pada realitas bahwa keadaan manusia dan alam saat ini cukup membahayakan keberadaan orang utan. Dalam sebuah wawancara yang dilakukan oleh Liputan6, Birute mengatakan bahwa tidak ada hutan yang aman untuk menjadi habitat orang utan secara liar.

“Bila kita mau lepas orang utan kembali ke hutan, masalahnya orang utan sudah siap tapi tidak bisa lepas karena tidak ada hutan yang aman. Setengah mati cari hutan yang aman, yang dilindungi dan tidak ada konsesi kelapa sawit, memang masalahnya hutan mau habis” papar Birute (16/05/2016).

Alih fungsi lahan hutan menjadi perkebunan kelapa sawit menjadi lawan yang nyata bagi Birute dan penggiat konservasi orang utan di Indonesia. Hal tersebut dikarenakan Indonesia menjadi salah satu produsen minyak kelapa sawit terbesar di dunia, dengan permintaan ekspor yang cukup tinggi.

Akibatnya, luas wilayah hutan hujan sebagai habitat satwa liar secara alamiah, termasuk orang utan kian sempit. Bahkan, Birute turut menjelaskan bahwa ia harus berkompromi dengan perusahaan pengelola perkebunan kelapa sawit demi menjaga keberlangsungan hidup orang utan di habitat liarnya.

Dikutip dari Antaranews, OFI menjalin kerja sama dengan produsen minyak kelapa sawit PT Smart Tbk dan pabrik kertas Asia Pulp and Paper (APP). Dua perusahaan yang berada di dalam kelompok usaha Sinar Mas itu membantu OFI menjaga kawasan penyangga Taman Nasional Tanjung Puting di Seruyan sejak 2011. Kawasan tersebut tidak dikonversi sebagai lahan perkebunan kelapa sawit supaya dapat digunakan sebagai kawasan untuk melepas liarkan orang utan.

“Syaratnya, kami mau Sinar Mas terapkan zero tolerance policy untuk margasatwa yang dilindungi, tanpa itu kami tidak akan ada hubungan. Kalau ada yang ganggu, bunuh, atau pelihara binatang yang dilindungi mereka harus langsung pecat dan kasih kasus itu ke polisi. Sekarang mereka (Sinar Mas) bikin policy itu, pertama mereka tidak mau karena tidak sesuai dengan kondisi karyawan di lapangan, terlalu keras”, tutur Birute secara jelas kepada tim Antaranews (26/06/2013).

Ketika Mitos Berpengaruh pada Pelestarian Satwa dan Lingkungan

Apresiasi yang diraih Birute

Birute di Taman Nasional Tanjung Puting | Foto : LRT
info gambar

Hingga kini di usianya yang tidak lagi muda, Birute masih aktif memantau perkembangan konservasi orang utan di Indonesia. Aksinya dalam mendedikasikan hidup untuk melindungi orang utan turut membuat banyak orang tergugah dan berkontribusi dalam hal serupa. Ratusan orang utan sudah Birute dan OFI lepasliarkan ke Tanjung Puting sebagai agenda tindak lanjut konservasi orang utan di Indonesia.

Oleh aksinya tersebut, Birute dianugerahi berbagai macam apresiasi hingga penghargaan di tingkat internasional. Beberapa penghargaan yang dianugerahkan kepada Birute yakni:

  • Penghargaan Pahlawan Indonesia untuk Bumi (Kalpataru),
  • Tyler Prize for Environmental Achievement,
  • Institute of Human Origins Science Award,
  • Officer, Order of Canada,
  • PETA Humanitarian Award,
  • United Nations Global 500 Award,
  • Sierra Club Chico Mendes Award,
  • Eddie Bauer Hero for the Earth,
  • Queen Elizabeth II Commemorative Medal (Canada),
  • Chevron Conservation Award,
  • Pride of Lithuania Award,
  • Gold Medal for Conservation, Chester Zoological Society (UK),
  • Explorer and Leadership Award, Royal Geographic Society of Spain,
  • Queen Elizabeth II Jubilee Medal (Canada) dan
  • Medali Satya Lencana Pembangunan (Indonesia).

Kini, Birute adalah Profesor Luar Biasa di Universitas Nasional Jakarta dan Profesor Penuh di Universitas Simon Fraser di British Columbia, Kanada. Dia telah mengawasi penelitian lapangan dari hampir 100 mahasiswa biologi Indonesia dan lainnya.

Indonesia yang menjadi rumah bagi orang utan, nyatanya tidak seramah yang diharapkan. Deforestasi menjadi ancaman utama dan manusia pemegang kuasa yang tidak bertanggung jawab menjadi pelaku utama terancamnya keberadaan satwa liar, termasuk orang utan.

Birute dan rekan-rekan lainnya terus melakukan aksinya dalam menjaga alam dan ekosistem di dalamnya. Di bulan November ini, tepat 50 tahun Birute mengabdikan dirinya untuk orang utan di Indonesia. Atas pengabdian tersebut, maka Birute layak disebut sebagai kawan sekaligus pahlawan bagi keberlangsungan orang utan di Indonesia.

Para delegasi COP26 seharusnya berkaca terhadap mereka yang mendedikasikan dirinya untuk melindungi lingkungan tanpa harus menunggu konferensi tahunan. Birute adalah pahlawan dan kawan bagi orang utan di Indonesia.

Wisata Edukasi Sambil Menyapa Satwa di Taman Safari Prigen

Catatan:

Artikel di atas merupakan persembahan GNFI untuk memperingati Hari Pahlawan, 10 November 2021.

Mereka adalah segelintir dari banyak pahlawan lingkungan yang mampu membangkitkan asa, mendobrak pesimistis, dan bermanfaat bagi sekitarnya.

Selamat Hari Pahlawan, angkat topi untuk ''Para Penabur Lingkungan''.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Widhi Luthfi lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Widhi Luthfi.

WL
IA
MI
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini