Komitmen Asosiasi Fintech untuk Berantas Pinjol Ilegal yang Meresahkan Masyarakat

Komitmen Asosiasi Fintech untuk Berantas Pinjol Ilegal yang Meresahkan Masyarakat
info gambar utama

Financial technology (fintech) merupakan inovasi layanan keuangan yang tengah naik daun beberapa tahun belakangan ini. Di Indonesia, industri fintech pun terus tumbuh dan dapat dilihat dari semakin banyaknya penyelenggara fintech berlisensi dan ragam solusi jasa keuangan yang ditawarkan.

Dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 19/12/PBI/2017 tentang Penyelenggaraan Teknologi Finansial, fintech diartikan sebagai penggunaan teknologi dalam sistem keuangan yang menghasilkan produk, jasa, teknologi dan/atau model bisnis baru, dan dapat berdampak pada stabilitas moneter, stabilitas sistem keuangan dan/atau efisiensi, kelancaran, keamanan serta keandalan sistem pembayaran.

Rudiantara selaku Ketua Dewan Pengawas Asosasi Fintech Indonesia (Aftech) mengiyakan bahwa industri fintech di Indonesia terus berkembang dalam beberapa tahun terakhir ini. Bila dilihat dari jumlah perusahaan fintech rintisan yang terdaftar sebagai anggota Aftech, jelas ada peningkatan signifikan dari 24 menjadi 275 pada akhir tahun 2019. Bahkan, pada akhir kuartal II tahun 2021 sudah mencapai 335.

Menurut penjelasan Rudiantara, industri fintech tumbuh secara pesat di Tanah Air karena dipengaruhi beberapa faktor, misalnya investasi di industri fintech terus mengalami peningkatan, jumlah penduduk usia kerja yang tinggi, penggunaan ponsel dan internet yang juga tumbuh dengan cepat, ditambah lagi dengan banyaknya kelompok masyarakat yang belum tersentuh layanan perbankan.

Namun, di sisi lain industri yang memanfaatkan teknologi tersebut juga masih mengalami berbagai tantangan. Salah satunya persoalan pinjaman online, atau yang kini lebih dikenal masyarakat dengan istilah pinjol, ilegal. Keberadaan pinjol ilegal tentunya bisa memudarkan kepercayaan masyarakat terhadap produk fintech dan dibutuhkan komitmen tingkat tinggi untuk mengatasi masalah tersebut.

Sebelum membahas lebih lanjut soal pinjol ilegal, mari kenali terlebih dahulu mengenai layanan apa saja yang masuk dalam kategori fintech.

Pembangunan Ekonomi Inklusif, Menuju dan Hadapi Era Society 5.0

Mengenal ragam fintech

Aftech menggunakan definisi World Bank tentang fintech, yaitu sebuah industri yang terdiri dari perusahaan-perusahaan yang menggunakan teknologi untuk menjadikan sistem keuangan dan penyampaian layanan keuangan lebih efisien.

Fintech pun terdiri dari beberapa jenis layanan seperti berikut ini:

  1. Pembayaran digital, termasuk e-Money, dompet digital (e-Wallet), pengiriman uang dalam bentuk valuta asing, payment gateway, solusi melalui point of sales (POS), jaringan agen pembayaran, pembayaran tagihan, dan payment issuer support.
  2. Pinjaman online, yang mencakup pinjaman off-balance sheet kepada konsumen dan pelaku bisnis serta pinjaman on-balance sheet kepada konsumen
  3. Inovasi Keuangan Digital (IKD), aktivitas pemutakhiran proses bisnis, model bisnis, dan instrumen keuangan yang memberikan nilai tambah baru di sektor jasa keuangan dengan melibatkan ekosistem digital. Adapun ruang lingkup IKD meliputi penyelesaian transaksi, pengumpulan modal, manajemen investasi, pengumpulan dan distribusi dana (termasuk pinjaman P2P), asuransi, market support, dukungan keuangan digital lainnya (termasuk pembiayaan digital syariah, e-Wakaf, e-Zakat, robo-advice), dan aktivitas layanan keuangan lainnya, termasuk perdagangan invoice, voucher, token, dan blockchain.
  4. Layanan Urun Dana, yang diartikan sebagai penyelenggaraan layanan penawaran saham oleh penerbit untuk menjual saham secara langsung kepada pemodal melalui jaringan sistem elektronik yang bersifat terbuka.
Ilustrasi fintech | @Wright Studio Shutterstock
info gambar
22 Bank Terapkan BI-Fast di Desember 2021, Bagaimana Dampaknya?

Upaya Aftech dalam menangani pinjol ilegal

Menurut survey yang dilakukan Aftech, sampai akhir kuartal kedua tahun 2020, di antara empat model bisnis fintech pinjaman online merupakan jenis paling dominan (44 persen), diikuti oleh kategori IKD (24 persen), pembayaran digital (17 persen), dan layanan urun dana (1 persen).

“Sebagai wadah bagi perusahaan fintech, Aftech memandang serius persoalan pinjol ilegal dan tidak tinggal diam. Aftech telah melakukan berbagai langkah dan berkomitmen untuk terus berupaya mengatasi pinjol ilegal, termasuk melalui langkah kolaboratif bersama regulator dan para pemangku kepentingan,” ujar Rudiantara dalam siaran pers yang diterima GNFI.

Baru-baru ini, Aftech meluncurkan situs www.cekfintech.id untuk membantu masyarakat mengenal dan mengidentifikasi pinjol ilegal. Situs tersebut juga bisa menjadi wadah untuk meningkatkan edukasi dan literasi mengenai fintech.

Selain itu, ada pula situs www.cekrekening.id yang diinisiasi oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika untuk memeriksa rekening bank yang diduga terindikasi tindak pidana melalui interkoneksi.

Pada 2019 lalu, Aftech bersama Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama (AFPI) dan Asosiasi Fintech Syariah Indonesia (AFSI) meluncurkan Joint Code of Conduct atau Pedoman Perilaku Penyelenggara Teknologi Finansial di Sektor Jasa Keuangan yang Bertanggung Jawab.

Dalam pedoman tersebut mewajibkan setiap penyelenggara fintech untuk mematuhi setiap ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perlindungan konsumen yang berlaku dan melarang setiap penyelenggara fintech menggunakan pihak ketiga pendukung ekosistem fintech yang tergolong dalam daftar hitam otoritas dan/atau asosiasi-asosiasi fintech, termasuk pinjol ilegal.

“Kami juga memiliki Badan Dewan Kehormatan/Etik yang tugasnya menegakan penerapan Kode Etik anggota Aftech. Jadi sudah ada prosesnya dan kami pun sudah pernah mencabut keanggotaan member yang memang terbukti menyalahi aturan. Ke depannya, kami akan terus meningkatkan kolaborasi dengan regulator dan para pemangku kepentingan guna memastikan terciptanya tata kelola industri fintech yang baik dan penerapan prinsip-prinsip perlindungan konsumen,” tandas Rudiantara.

Melihat Perkembangan Revolusi Industri di Indonesia

Bijak menggunakan layanan pinjaman online

Di Indonesia, layanan pinjol memang begitu diminati karena proses pengajuan yang mudah. Untuk menggunakan layanan tersebut, penting untuk tetap berhati-hati agar tidak terjerat oleh pinjol ilegal.

Ada beberapa hal yang wajib diperhatikan sebelum mengajukan pinjaman online. Paling pertama adalah memilih pinjaman online yang memang legal. Pastikan perusahaan tersebut memang terdaftar dan memiliki izin.

Untuk mengeceknya, bisa dilihat juga melalui situs www.cekfintech.id, mengakses situs Aftech, AFPI ataupun Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Di sana, Anda bisa melihat daftar perusahaan pinjol legal yang sudah terdaftar dan berizin oleh OJK. Masyarakat juga bisa langsung menghubungi contact center OJK di 157 atau WhatsApp OJK di 081-157-157-157.

Selain itu, pinjamlah uang sesuai kebutuhan dan kemampuan bayar. Meski prosesnya mudah dan menggiurkan karena bisa mendapat uang tunai dalam waktu cepat, tetaplah fokus pada kebutuhan dan kemampuan bayar. Jangan sampai meminjam uang melebihi kemampuan agar tidak terjadi gagal bayar.

Sebisa mungkin, pinjamlah uang untuk kegiatan produktif, misalnya menambah modal usaha, bukan untuk keperluan konsumtif seperti belanja atau berlibur. Sebelum mengajukan pinjaman, tentunya harus memahami risiko yang ada, termasuk soal bunga, batas waktu peminjaman, hingga penagihan bila Anda tak kunjung membayar pinjaman.



Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Dian Afrillia lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Dian Afrillia.

DA
MI
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini