Kisah Sedekah 1.000 Ekor Sapi Raja Purnawarman untuk Cegah Banjir

Kisah Sedekah 1.000 Ekor Sapi Raja Purnawarman untuk Cegah Banjir
info gambar utama

Setiap musim hujan, Jakarta selalu kedatangan tamu yang tidak diinginkan yaitu banjir. Sudah menjadi kebiasaan rutin sehingga masalah ini selalu menjadi pekerjaan rumah bagi setiap pemimpin ibu kota.

Permasalahan banjir Jakarta memang tidak hanya dihadapi oleh para pemimpin pada zaman modern. Pada zaman kerajaan, banjir kerap menjadi masalah yang membuat pusing kepala.

Kerajaan Tarumanegara yang pernah berkuasa di wilayah Jakarta sejak abad ke-5 hingga abad ke-7 Masehi telah juga merasakan dampak banjir. Karena itu melalui Raja Purnawarman, pada 419 Masehi menginisiasi untuk membuat sebuah megaproyek di Sungai Citarum.

Merujuk dari Tirto, Citarum sebagai sungai terbesar dan terpanjang yang mengalir dari Bandung hingga Karawang ini lalu dikeruk. Selain untuk kepentingan irigasi, pengerukan Citarum juga untuk meminimalisir potensi banjir.

Citarum memang menjadi salah satu urat nadi dari Kerajaan Tarumanegara. Sementara itu pengerukan Sungai Citarum menjadi salah satu dari sekian program Purnawarman yang berkaitan dengan sungai.

Dengan Portal Ini, Banjir Jakarta Bisa Dipantau

Selama abad ke 5 Masehi, raja terbesar Kerajaan Tarumanegara ini telah menjalankan lima proyek besar untuk mengatasi persoalan banjir yang kerap melanda Tarumanegara, terutama di wilayah Jakarta daerah yang dikuasainya.

Proyek ini terungkap dalam Prasasti Tugu yang ditemukan di Cilincing, Kecamatan Koja, Jakarta Utara. Prasasti yang dibuat sekitar tahun 403 Masehi ini bertuliskan tentang penggalian kanal atau Sungai Candrabhaga dan Sungai Gomati yang diperintahkan Raja Purnawarman.

Dahulu sungai yang bernama Candrabhaga digali oleh maharaja yang mulia dan memiliki lengan kencang serta kuat, yaitu Purnawarman. Alirannya ditujukan ke laut. Itu setelah saluran sungainya sampai di istana kerajaan yang termasyhur.

Pada tahun ke-22 bertakhtanya Yang Mulia Raja Purnawarman yang berkilau-kilauan karena kepandaian dan kebijaksanaannya serta menjadi panji-panji segala raja, dia menitahkan pula menggali kali yang permai dan berair jernih. Gomati namanya. Itu setelah alirannya melintas di tengah-tengah tanah kediaman Yang Mulia Sang Pendeta Nenekda Sang Purnawarman.

Raja Purnawarman yang berkilau karena kepandaian dan kebijaksanaannya serta menjadi panji segala raja, maka baginda mentitahkan pula menggali kali yang indah serta jernih airnya. Kali ini Gomati namanya. Kali ini mengalir di tengah-tengah kediaman Sang Pendeta Nenekda (Raja Purnawarman).

Pekerjaan ini dimulai pada hari baik tanggal 8 paro-gelap bulan Phalguna. Lalu disudahi pada tanggal ke-13 paro-terang bulan Caitra. Jadi hanya berlangsung 21 hari lamanya. Saluran galian itu panjangnya 6.122 tumbak. Selamatan baginya dilakukan oleh para Brahmana disertai 1.000 ekor sapi yang dihadiahkan.

Dari kutipan di atas bisa simpulkan bahwa Jakarta telah mengalami banjir, lalu Raja Purnawarman mencari cara mengatasinya dengan menggali kali antara Bekasi dan Tangerang.

Dalam prasasti ini dijelaskan bahwa pekerjaan ini dimulai pada hari baik tanggal 8 paro-gelap bulan Phalguna sementara selesai pada tanggal ke-13 paro-terang bulan Caitra. Waktu ini diperkirakan bertepatan dengan bulan Februari sampai April menurut perhitungan tarikh Masehi.

Pasalnya di daerah Jawa Barat, sering terjadi hujan lebat saat memasuki bulan Januari hingga Februari. Diperkirakan pula Raja Purnawarman turun langsung dalam pelaksanaan proyek ini.

Hal ini terlukis dalam prasasti yang mengibaratkan sang raja memiliki lengan kencang serta kuat. Waktu penggalian dilakukan pada tahun ke-22 masa pemerintahannya, ketika Purnawarman telah berusia separuh baya.

Kurban 1.000 ekor sapi untuk tangkal banjir

Prasasti Tugu (Dok: Wikipedia)
info gambar

Disebutkan pula dalam prasasti itu, galian kali tersebut sepanjang 6.22 tumbak. Jika dihitung, satu tumbak kira-kira 12 kaki dan satu kaki kira-kira 0,304 meter. Jadi panjang kali tersebut kurang lebih 24 kilometer.

Lewat kali itulah debit air dialirkan sehingga banjir di Jakarta diharapkan segera surut. Bahkan selain untuk mengatasi banjir, galian atau kali tersebut juga diperuntukkan bagi pengairan sawah-sawah penduduk yang terhampar luas.

"Itu sangat membantu penduduk terutama di kala musim kemarau panjang. Rupanya, sistem irigasi yang kita kenal untuk persawahan dan perkebunan sekarang ternyata sudah ada sejak berabad-abad silam, meski dengan alat dan cara yang sederhana," tulis Zaenuddin HM dalam bukunya berjudul Kisah-Kisah Edan Seputar Djakarta Tempo Doeloe.

Hal yang menarik dari isi Prasasti Tugu tertulis bahwa Raja Purnawarman menyembelih 1.000 ekor sapi yang konon untuk tumbal. Dipercaya kepala-kepala sapi itu dikubur di dasar kali, agar proses pembuatan kali berjalan dengan lancar tanpa ada gangguan dari roh jahat.

"Itu dianggap sebuah proses ritual keagamaan, karena memang masyarakat yang hidup puluhan abad silam itu masih menganut sisa-sisa kepercayaan nenek moyang," jelas Zaenuddin.

Berkiblat ke Surabaya untuk Penanganan Banjir

Tetapi ada keterangan lain yang menyatakan pemotongan ribuan ekor sapi ini sebagai acara selamatan untuk penggalian kali di Bekasi dan Tangerang. Daging sapi ini selain sesembahan masyarakat Hindu, juga dinikmati oleh warga yang ikut serta menggali kali.

Selain itu ada pula yang percaya hal ini sebagai bukti kemakmuran dan kesejahteraan hidup rakyat di zaman Kerajaan Tarumanegara. Dari jumlah sapi yang dipotong juga bisa diperkirakan jumlah penduduk Kota Jakarta pada masa itu.

Menurut Zaenuddin bila satu ekor sapi dagingnya dimakan oleh 100 orang, maka jumlah penduduk di sekitar kawasan tersebut kala itu sudah mencapai ratusan ribu jiwa. Artinya penduduk Jakarta pada puluhan abad lalu belumlah sepadat sekarang.

Sehingga Raja Purnawarman selaku pemerintah sangat mudah untuk mengatur serta menggerakan partisipasi warganya dalam mengatasi banjir. Yakni dengan membuat kali antara Bekasi dan Tangerang.

Kondisi sungai itu kini

Dipaparkan oleh Historia, Kali Candrabhaga yang disebut dalam Prasasti Tugu kini berubah sebutan menjadi Kali Bekasi. Hal ini didasarkan akan tulisan dari Filolog, R.M.NG. Poerbatjaraka dalam Riwayat Indonesia I.

Menurut Prasasti Tugu pada masa itu Kali Candrabhaga atau yang kini menjadi Kali Bekasi, mengalir sampai istana Kerajaan Tarumanagara yang masyhur. Hal ini menunjukan bahwa Kerajaan Tarumanegara berada di Daerah Aliran Sungai Kali Bekasi sekarang.

Sementara Gomati diambil dari nama sungai di India. Nama ini berasal dari anak Sungai Gangga, yang dianggap sebagai sungai suci.

"Baik Sungai Gomati atau Candrabhaga merupakan nama dua sungai yang terkenal di Punjab,” kata Dwi Cahyono, dosen sejarah dan arkeolog Universitas Negeri Malang.

Sementara itu Sungai Gomati telah berubah menjadi Kali Cakung Lama, hal ini terlihat dari penyematan kata "lama" yang berarti bahwa kali ini berasal dari masa lalu. Kali Cakung kini menjadi tempat pembuangan banjir dari Kota Bekasi maupun Jakarta Timur dan Utara.

Bendung Katulampa, Beton Belanda Pengendali Banjir Jakarta

Nama-nama tempat ini di kawasan ini memiliki unsur "rawa" seperti Rawa Badak, Rawamangun, Rawasari, Rawa Lumbu. Selain itu ada juga yang memiliki unsur "pulo", yaitu yaitu daratan yang menyembul di perairan rawa, seperti Pulo Gadung dan Pulo Gebang.

Didasari oleh kesadarannya bahwa areal tempatnya tinggal berawa-rawa, yang rentan banjir di musim penghujan. Membuat Kerajaan Tarumanegara berinisiatif Menggali Kali Candrabhaga maupun Kali Gomati.

"Kesadaran adaptif-ekologis telah dimiliki oleh raja Purnawarman beserta rakyat Tarumanegara kala itu. Suatu teladan bijak dari masa lampau,” kata Dwi.

Dwi menyebut Candrabhaga dan Gomati menjadi sungai terpenting di wilayah kekuasaan Tarumanegara, tentu saja selain Sungai Citarum yang menjadi induk dan dijadikan sebagai unsur nama dari kerajaan Tarum(anagara).

Ketiga sungai ini adalah yang paling rentan dari bencana air bah pada wilayah yang menjadi DAS-nya. Tentunya miris melihat Kali Cakung yang menjadi buah karya Purnawarman sebagai solusi banjir justru menjadi salah satu biang banjir di kala penghujan.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Rizky Kusumo lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Rizky Kusumo.

RK
MI
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini