Mengenal Tradisi Melukat, Ritual Penyucian Diri Khas Masyarakat Bali

Mengenal Tradisi Melukat, Ritual Penyucian Diri Khas Masyarakat Bali
info gambar utama

Selain wisata alam, seni-budaya, kuliner, dan hiburan modern, wisata spiritual di Bali juga diminati wisatawan domestik dan mancanegara. Salah satunya adalah melukat atau ritual penyucian.

Melukat bukanlah sesuatu yang baru dan tradisi ini sudah menjadi bagian dari paket wisata Bali bahkan sebelum digitalisasi berkembang pesat. Dikatakan Nyoman Nuarta sebagai Ketua Himpunan Pramuwisata Indonesia (HPI) Bali, ritual melukat ada kaitannya dengan konteks vertikal atau hubungan dengan Yang di Atas.

Menurut pengamatan Nuarta, menukil Kompas.com, minat wisata spiritual akan terus meningkat. Melukat biasanya masuk dalam paket tur setengah hari, kemudian dilanjutkan dengan aktivitas lain seperti mengunjungi pura dan menikmati panorama alam.

Untuk melukat sendiri, yang termasuk dalam tradisi turun-temurun, memang terus dijaga oleh masyarakat Bali guna membersihkan atau menyucikan diri. Umat Hindu di Bali percaya bahwa setiap manusia memiliki sifat diri yang kotor dan harus dibersihkan. Maka dilakukanlah tradisi melukat untuk membuang berbagai hal negatif dalam diri manusia.

Siapa yang bisa melakukan melukat dan seperti apa tata cara melakukannya? Berikut penjelasannya:

Barong Bali, Tarian Tradisional Sarat Makna dan Dianggap Paling Sakral

Apa itu tradisi melukat?

Melukat adalah upacara yang dilakukan untuk membersihkan jiwa dan pikiran dalam diri manusia. Tradisi ini dilakukan untuk membersihkan kekacauan simpul-simpul energi-energi negatif dari dalam diri manusia dengan bantuan dari alam semesta. Dengan penyucian, lapisan-lapisan di tubuh manusia dibersihkan agar lebih seimbang, pikiran pun akan lebih terang, penuh ketabahan, damai, jauh dari rasa marah, dan welas asih.

Ritual ini dipercaya bisa memberikan manfaat positif jika dilakukan dengan benar dan secara rutin juga tekun, misalnya setiap purnama, tilem, atau kajeng kliwon. Namun, perlu diingat bahwa melukat bukanlah cara untuk menebus dosa. Bagi umat Hindu, hukum karma hanya akan berhenti bila seseorang sudah mengalami moksha atau pembebasan sempurna.

Ada tujuh jenis upacara melukat, yaitu melukat astapungku untuk membersihkan dan menyucikan malapetaka akibat pengaruh hari kelahiran dan Tri Guna (Satwam, Rajas, Tamas) yang tidak seimbang.

Kemudian ada melukat surya yomana untuk melepas noda dan kotoran pada bayi, melukat gini ngelayang untuk pengobatan penyakit, melukat prabu untuk memohon agar para pemimpin mendapatkan kemakmuran, serta ada melukat gomana, melukat semarebada, dan melukat nawa ratna.

Melukat biasanya dilakukan di tempat bersejarah, pura, tempat pemandian, dan laut yang ada di Bali. Salah satu tempat melukat yang terkenal di Pulau Dewata adalah Pura Tirta Empul di Desa Manukaya, Kecamatan Tampak Siring, Kabupaten Gianyar.

Ketika mengunjungi Pura Tirta Empul Tampak Siring, wisatawan bisa melihat kawasan ini terbagi menjadi tiga bagian, ada aba Pura, Jaba Tengah, dan Jeroan. Di Jaba Tengah ada sebuah kolam dengan 33 pancuran air, di sini biasanya wisatawan mengantre untuk melukat.

Di Tirta Empul, pancuran-pancuran air tersebut memiliki nama masing-masing, 14 pancuran Pancuran Tirtha Pembersihan, 2 Pancuran Tirta Pelebur Kutukan dan Sumpah, kemudian 6 pancuran Tirtha Penyakit Berat dan Tirtha Upakara. Sesuai namanya, pancuran tersebut memiliki fungsi dan manfaat tersendiri.

Selain Pura Tirta Empul Tampak Siring, ada beberapa tempat melukat lain di Bali, misalnya Pesiraman Sebatu atau Pura Dalem Pingit Sebatu, Pura Campuhan Windhu Segara, Pura Gua Giri Putri di Nusa Penida, dan
Pura Taman Mumbul, Sangeh.

Genjek dan Gambuh, Seni Pertunjukan Tradisional Warisan Budaya Bali

Tata cara melukat

Guru Besar Pariwisata Universitas Udayana Profesor I Gde Pitana mengatakan bahwa siapa saja boleh melakukan ritual melukat dengan mengikuti aturan dan norma yang ada. Prosesi melukat sendiri memiliki beberapa variasi sehingga mungkin ada perbedaan antara satu tempat dan lainnya.

Urutan melukat di pancuran air biasanya berbeda sesuai tempat, ada yang berurutan dari kanan ke kiri, kiri ke kanan, bahkan dari tengah. Pitana menjelaskan bahwa urutan ini tergantung dari kebiasaan yang ada di tempat tersebut dan wisatawan tinggal mengikuti alurnya.

Proses melukat akan dipimpin oleh sulinggih atau pendeta hindu. Selain itu, ada sesajen berupa pejati, dupa, dan canang sari yang akan diberikan mantra-mantra oleh sulinggih. Ada pula air kelapa gading yang dianggap sebagai air suci. Orang yang akan melukat akan dimantrai oleh sulinggih, kemudian disiram dengan air suci. Ritual dilanjutkan dengan membasuh diri di mata air untuk membersihkan diri lahir dan batin.

Setelah menyucikan diri dengan air, wisatawan akan diperkenankan untuk membilas tubuh dan berganti pakaian seperti semula. Selanjutnya bisa melakukan sembahyang dan dipercikkan air suci oleh pendeta atau petugas setempat.

Adapun beberapa aturan yang wajib diikuti antara lain mengganti pakaian dengan kain Bali, bagi wanita tidak sedang haid, tidak mandi menggunakan sabun dan sampo, mengikuti prosesi dengan membawa sesajen, tidak boleh mengumpat dan berkata kasar, serta dilarang meludah dan kencing di tempat penyucian.

Tenganan Pegringsingan, Desa Bercorak Bali Kuno dan Perang Pandan

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Dian Afrillia lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Dian Afrillia.

Terima kasih telah membaca sampai di sini