Base Genep, Rahasia Kenikmatan di Balik Masakan Tradisional Bali

Base Genep, Rahasia Kenikmatan di Balik Masakan Tradisional Bali
info gambar utama

Bali dengan segala pesonanya memang selalu mampu menarik perhatian wisatawan. Dari wisata alam, seni-budaya, adat-istiadat masyarat, hiburan modern, hingga produk ekonomi kreatifnya selalu punya tempat di hati para pelancong. Namun, tak lupa bahwa Pulau Dewata juga diberkahi dengan berbagai masakan tradisional nan lezat.

Masakan Bali dikenal menggunakan bahan-bahan segar dan memakai bumbu rempah sehingga rasanya kompleks serta memiliki ciri khas tersendiri. Berbagai hidangan khas Bali memang punya keunikan tersendiri yang tidak ditemukan pada masakan di daerah lain.

Menurut penuturan Iyung Masruroh, Direktur Wisata Pertemuan, Insentif, Konvensi, & Pameran (MICE) Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, masakan Bali memiliki pengaruh dari agama Hindu sehingga menyebabkan perbedaan dengan ragam kuliner lain.

Seperti dilansir Suara.com, pengaruh tersebut ada hubungannya dengan upacara keagamaan. Dibutuhkan hidangan khusus yang biasa menjadi persembahan untuk pada dewa dan makanan itu dikonsumsi bersama-sama dalam sebuah perayaan.

Pada umumnya, masakan Indonesia dimasak dengan tiga bumbu dasar, yaitu putih, merah, atau kuning. Namun, Bali punya bumbu dasarnya sendiri. Dalam bahasa Bali, bumbu disebut dengan base dan masyarakatnya memiliki beberapa base andalan untuk memasak. Satu yang paling terkenal adalah base genep. Anda akan menemukan bumbu masak ini pada hidangan seperti ayam betutu, sate lilit, dan lawar.

Selain membuat masakan menjadi lebih nikmati, base genep juga menyimpan sejarah dari masa lampau dan memiliki filosofi di baliknya. Apa saja keistimewaan bumbu dasar Bali tersebut?

Mengenal Ragam Jenis Kelaq, Santapan Sayur Khas Pulau Lombok

Mengenal base genep, bumbu kunci masakan tradisional Bali

Pada dasarnya base genep terbuat dari campuran bawang merah, bawang putih, lengkuas, kencur, kunyit, jahe, serai, kemiri, ketumbar, cabai, terasi, daun salam, dan jeruk limau. Semua bahan dihaluskan dan ditumis dengan sedikit minyak, kemudian ditambahkan garam, gula, dan merica. Bumbu dimasak sampai mengeluarkan aroma harum dan bisa langsung diangkat. Base genep yang telah matang bisa disimpan di wadah kedap udara dan siap digunakan untuk memasak.

Base genep telah menjadi bagian dari warisan leluhur dan budaya kuliner Bali yang telah ada sejak dua ribuan tahun lalu. Catatan mengenai penggunaan dalam masakan Bali tercantum dalam kitab lontar peninggalan kerajaan terdahulu.

Mengutip Kompas.com, Guru Besar Sejarah Universitas Udayana AA Bagus Wirawan pada tahun 2013 memperkirakan bahwa base genep memang sudah ada sejak zaman Bali kuno.

“Di lontar bumbu genep tercatat dengan istilah usabe. Kalau merujuk periodisasi Bali, tradisi menulis (lontar) telah ada sejak orang Bali mengenal (sistem pertanian) subak 2.000 tahun yang lalu. Sebelumnya, (usabe) mungkin sudah ada tetapi tidak tercatat,” ujar Bagus.

Dalam catatan lontar, base genep dikenal sebagai usabe yang digunakan untuk membumbui bebek betutu dan sate lilit. Bebek betutu adalah hidangan wajib dalam upacara para raja Bali. Selain menambah kenikmatan, base genep juga mampu menghilangkan bau amis pada bebek.

Pernyataan tersebut ditambahkan oleh oleh Guru Besar Antropologi Universitas Udayana I Wayan Geriya. Bahwasanya bumbu seperti bawang merah, bawang putih, cabai, lengkuas, kencur, kunyit, jahe, kemiri, ketumbar, kapulaga, jeruk, dan kelapa memang sudah ada di Bali sejak lama. Sedangkan rempah seperti lada, pala, dan cengkeh tidak ada di Bali.

Rempah-rempah tersebut kemungkinan besar masuk ke Pulau Dewata lewat perdagangan antarpulau atau perdagangan internasional. Ada pula yang mengatakan kalau base genep sudah menjadi rahasia kelezatan masakan Bali sejak abad ke-9 dan merupakan hasil akulturasi budaya Bali dengan pegadang dari India.

Bagi masyarakat Bali, base genep bukan hanya sekadar bumbu, tapi ada filosofi yang melekat, yaitu kunyit berada di arah barat dan menjadi wakil dari Dewa Mahadewa. Isen dalam budaya Bali merupakan perwakilan dari arah selatan dan menjadi simbol Dewa Brahma. Kemudian, cekuh atau kencur yang berwarna putih adalah representasi dari Dewa Iswara. Selanjutnya jahe berwarna hitam di utara adalah simbol Dewa Wisnu.

Uniknya, dalam pembuatan base genep, masyarakat Bali tidak memakai perhitungan dengan timbangan. Mereka memanfaatkan jari untuk membuat takaran bumbu, misalnya jari tengah untuk ukuran lengkuas, jari telunjuk untuk kunyit, jari manis untuk takaran jahe, dan kencur seukuran jari kelingking.

Kue Apang, Penganan Tradisional Penting dalam Ritual Suku Bugis

Varian base khas Bali

Selain base genep, sebenarnya ada varian base lain yang biasa ditemukan dalam masakan Bali. Misalnya adalah base gede yang terdiri dari bawang merah, bawang putih, cabai merah besar, kencur, kunyit, jahe, pala, cengkeh, tabiya bun, daun jinten, jangu, merica, wewangen, dan bangle. Base gede biasa ditemukan dalam masakan lawar untuk mematangkan bahan-bahan mentah.

Kemudian ada base suna cekuh yang dibuat dari bawang putih dan kencur sebagai bahan utama, dan ditambahkan kunyit, bawang merah, serta garam. Selanjutnya ada base selem, perpaduan antara bawang putih, kencur, kemiri, merica, ketumbar, cabai, serai, terasi, daun jinten, daun jangan ulam, dan daging kelapa bakar.

Untuk base genep sendiri ada cara pengolahannya yang disebut base rajang. Jika biasanya base genep dihaluskan dan ditumis sampai matang, base rajang hanya dirajang atau dipotong kasar sehingga bumbunya lebih bertekstur.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Dian Afrillia lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Dian Afrillia.

Terima kasih telah membaca sampai di sini