Strategi Diplomasi Beras, Cara Sutan Sjahrir Membobol Blokade Belanda

Strategi Diplomasi Beras, Cara Sutan Sjahrir Membobol Blokade Belanda
info gambar utama

Walau bunyi proklamasi telah dilantangkan oleh Ir Soekarno pada 17 Agustus 1945, tetapi pihak Belanda tak mau juga menyerah, dengan membawa Netherlands Indies Civil Administration (NICA) dan sekutunya, mereka ingin kembali menguasai Indonesia melalui agresi militernya.

Melihat hal ini Sutan Sjahrir yang saat itu menjabat sebagai Menteri Luar Negeri melakukan perlawanan. Bukan melalui kekuatan fisik seperti militer, dirinya malah sibuk memberi bantuan setengah juta ton beras kepada India.

Dalam buku Sejarah Indonesia Modern: 1200-2004 (2005) karya M.C Ricklefs, pada sekitar tahun 1946 yang dimuat Intisari, India sedang mengalami krisis pangan dan bencana kelaparan berskala nasional. Karena itulah Sjahrir berinisiatif untuk memberikan bantuan beras kepada India.

Selain untuk alasan kemanusian, tujuan dari Sjahrir melakukan diplomasi beras dengan India tentunya demi kepentingan politik Indonesia. Dirinya menggunakan cara ini untuk menembus blokade ekonomi yang dilakukan oleh Belanda pasca proklamasi kemerdekaan.

Karena itulah, Sjahrir perlu menghimpun dukungan internasional terhadap kemerdekaan Indonesia. Pada 18 Mei 1946, Indonesia berhasil melakukan diplomasi dengan mengirimkan 500 ribu ton kepada K.L Punjabi yang merupakan perwakilan India di Indonesia.

Dinukil dari buku Tempo yang berjudul Seri Buku Tempo: Sjahrir, wartawan senior Rosihan Anwar ketika meliput pertempuran pasukan Republik dengan tentara NICA di Bekasi melihat truk truk besar milik tentara Inggris memenuhi jalan desa di wilayah Cikampek, Jawa Barat.

Sejarah Hari Ini (9 April 1966) - Wafatnya Sutan Sjahrir, Bung Kecil yang Berjiwa Besar

Ternyata saat itu dirinya melihat berkarung-karung beras diambil dari gudang penggilingan dan masuk truk. Ternyata truk-truk ini akan bergerak ke Pelabuhan Cirebon yang merupakan basis massa pendukung kelompok lama Sjahrir dan Mohammad Hatta.

Di Cirebon telah bersandar kapal-kapal kargo asal India yang sebelumnya mengantar kain. Ribuan karung beras itu kemudian mengisi lambung kapal dan berangkat ke India dalam perlindungan angkatan laut Inggris.

Sjahrir ketika itu tidak semata-mata mengirimkan ribuan beras itu, ada penawaran sensasional yang dirinya minta. Indonesia mengirimkan mengirimkan setengah juta ton beras kepada India tetapi harus bertukar dengan tekstil dan obat-obatan.

Cerita heroik ini lalu diterbitkan pertama kali oleh Free Press of Journal di Bombay, India dengan judul Indonesia’s Goodwill Gesture Towards India, Premier Sjahrir ‘s offer of 500.000 tons of Rice. Berita itu lalu disiarkan di Jakarta beberapa hari dan diimbuhi pesan Perdana Menteri Jawaharlal Nehru kepada Sjahrir.

“Yang sedang berjuang dengan gagah berani untuk kemerdekaan,”

Strategi si Kancil melawan blokade Belanda

Beberapa petinggi Republik ketika itu terenyak dengan tindakan si Kancil – julukan Sjahrir -, apalagi pasca-Jepang pergi dengan kondisi Indonesia masih papa. Tetapi Sjahrir sendiri kemudian mengulangi pesannya kepada Free Press.

“Itu gambaran benar tentang situasi pangan dan kebutuhan kami akan barang-barang impor. Perkiraan paling rendah tentang panen tahun ini ialah lima juta ton, sedangkan perkiraan tertinggi tujuh juta ton,” ungkapnya.

Dirinya menjelaskan bahwa konsumsi rakyat Indonesia tidak lebih dari empat juta ton. Jikapun tidak ada surplus beras, dirinya berpikir bahwa rakyat tetap bersedia memberikan 500 ribu ton beras yang akan ditukar dengan tekstil.

Dirinya berpikir sangat wajar Indonesia berbuat sesuatu untuk meringankan situasi pangan di India. Apalagi dengan cara ini, akan bisa mewujudkan hubungan ekonomi dan rohani antara Indonesia dan India sebagai negara-negara yang baru merdeka.

Ketika itu Belanda marah bukan kepalang. Walau ketika itu, Belanda telah sepakat untuk mengakui wilayah Republik meliputi Jawa, Sumatra, dan Madura dalam Perjanjian Linggarjati. Tetapi blokade ekonomi tetap berlaku.

Sementara wilayah udara dan laut Republik juga dijaga ketat oleh militer Belanda. Hal ini ditambah dengan larangan impor dan ekspor. Tetapi jelas Rosihan, dalam hal ini Belanda tidak bisa melakukan apa pun karena India telah merdeka waktu itu.

H Agus Salim, Diplomat Poliglot yang Memilih Melarat Sepanjang Hidup

India ketika itu termasuk negara pertama yang mengakui kemerdekaan Indonesia. Pada 2 September 1946, Negara Anak Benua ini memberikan pengakuan resmi. Pada masa itu, pengakuan oleh negara-negara lain begitu penting bagi Indonesia yang baru merdeka.

Selain menjadi negara yang pertama mengakui kemerdekaan Indonesia. India juga mendukung kemerdekaan Indonesia dengan memperkarsai Konferensi Asia di New Delhi tahun 1946. Ketika itu Nehru sangat terpukau dengan uluran tangan Sjahrir sehingga mengundangnya ke India.

Belanda mulai melakukan manuver untuk “menggembosi” gerakan Sjahrir. Kabinet di Den Haag menawari Sjahrir untuk mampir ke Belanda, Letnan Jenderal Hubertus van Mook bahkan bersedia menawarkan tumpangan kepada Sjahrir.

Tetapi Sjahrir menolak. Dirinya lebih memilih untuk naik pesawat milik Biju Patnaik, pebisnis Bengali teman akrab Nehru. Nehru sendiri menyambutnya dengan hangat di bandara. Seusai konferensi, Sjahrir tak langsung pulang, dia melawat ke Kairo, Mesir, dan berlanjut ke Suriah, Iran, Burma, dan Singapura.

“Makin bobollah blokade Belanda atas Republik,” tulis Tempo.

Kesuksesan diplomasi beras

Sukses Sjahrir dalam diplomasi beras itu tidak lepas dari starteginya merengkuh “kawan” segera setelah perang berakhir. Hanya dua minggu setelah resmi menjadi perdana Menteri pada akhir November 1945, Sjahrir menandatangani perjanjian dengan pasukan sekutu.

Ketika itu Indonesia memulangkan serdadu Jepang dan tawanan perang. Perundingan dilakukan Wakil Menteri Luar Negeri Haji Agus Salim. Secara teknis, seluruh operasi pemulangan berada di tangan Tentara Keamanan Rakyat.

“Yang memimpin Mayor Jenderal Soedibjo, bekas perwira Koniklijk Nederlands Indische Leger, dan kemudian dilanjutkan Mayor Abdoel Kadir, eks perwira Pembela Tanah Air,” tulis Mayjen TNI R.H.A Saleh penyusun buku Sekitar Operasi Pemulangan Tentara Jepang dan Evakuasi APWI di Pulau Jawa.

Dalam catatan Tempo, panitia ketika itu merepatriasi lebih dari 35 ribu serdadu perang Jepang dan sekitar 25 ribu tawanan perang dari kamp-kamp konsentrasi di Pulau Jawa pada paruh pertama 1946. Lebih dari separuhnya adalah orang Eropa yang pernah tinggal di Indonesia.

Sebagian kecil lainnya merupakan serdadu Australia, Amerika, dan Inggris yang terjebak ketika Jepang masuk. Ini menjadi bukti kesuksesan Republik mengorganisasikan dan menghargai hukum internasional.

Sejarah Hari Ini (15 November 1946) - Perundingan Linggarjati

Buah dari repatriasi dan diplomasi ala Sjahrir itu, ketika dirinya berkukuh membuka blokade ekonomi Belanda dengan mengekspor komoditas seperti karet dan kopra ke Amerika Serikat dan Inggris, dua negara yang langsung mengakui kedaulatan Indonesia pasca Linggarjati.

Kapal-kapal dua negeri itu datang ke Pelabuhan di Indonesia. Belanda senewen karena ekspor itu bisa menggelontorkan uang segar. Saat itu Belanda mencoba menghentikan dengan membuntuti kapal-kapal itu, yang diprotes keras.

Sebelum menunjukan kecerdikannya dengan diplomasi beras ke India, dia memang telah menunjukan sepak terjangnya. Dalam melaksanakan perundingan, Sjahrir tetap konsisten untuk berpegang teguh pada nilai-nilai humanisme dan demokrasi.

Dia ditunjuk sebagai salah satu delegasi Indonesia pada Sidang Dewan Kemanan PBB di Lake Success, New York, pada bulan Agustus 1947. Dalam Sidang Dewan Kemanan PBB, Sjahrir memberikan pidato yang mampu membuat takjub hampir seluruh peserta sidang di Lake Succes.

“Tak heran, tokoh Indonesia yang satu ini dikenal sebagai ujung tombak diplomasi Indonesia pada masanya,” tulis Maymunah Nasution dalam artikel berjudul Kecerdasan Sutan Sjahrir, Lakukan Diplomasi Beras ke Negeri Bollywood Sampai Bisa Buat India Jadi Negeri Pertama yang Mengakui Kemerdekaan Indonesia.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Rizky Kusumo lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Rizky Kusumo.

Terima kasih telah membaca sampai di sini