Kisah Zwembad Manggarai, Tempat Liburan Sehat bagi Masyarakat Jakarta

Kisah Zwembad Manggarai, Tempat Liburan Sehat bagi Masyarakat Jakarta
info gambar utama

Kolam renang (Zwembad) Manggarai, Jakarta Selatan, sampai tahun 1960 an merupakan salah satu hiburan menyehatkan bagi warga Jakarta. Tempat ini terletak di ujung Jalan Sultan Agung yang sekarang sudah dibongkar dan menjadi Pasaraya Manggarai.

Menurut wartawan senior Alwi Shahab dalam artikel berjudul Pemandian Manggarai Jadi Supermarket yang dimuat di Republika menyebut pada masa kolonial banyak bule dan Indo Belanda berolahraga renang di pemandian ini, salah satu alasannya biayanya tak mahal.

“Dari uang saku sekolah kita bisa berenang selama berjam-jam,” tulisnya.

Bagi Alwi, keberadaan kolam renang Manggarai bisa dinikmati oleh masyarakat secara luas. Apalagi kolam renang ini merupakan yang terbaik dan modern saat itu. Pada kompleks pemandian atau kolam renang ini terdapat beragam fasilitas lengkap.

Penyerbuan Jatinegara, Kisah Pertempuran Prancis dan Inggris di Batavia

Kolam renang ini resmi dibuka pada bulan Maret 1934 yang memang diperuntukan penggunaanya untuk kalangan umum di Manggarai. Proses pengerjaan seluruh kompleks bangunan pemandingan atau kolam renang memakan waktu selama hampir tujuh bulan.

Sebagai tempat pemandian yang terbaik dan mewah, tampaknya membutuhkan dana yang tidak sedikit. Total biaya untuk membangun kolam renang beserta seluruh fasilitas lengkapnya menghabiskan dana yang jumlahnya ditaksir mencapai 100 ribu gulden.

Sementara itu terlihat dari tampak depan ada kantor pengelola kolam renang, tempat penyimpanan alat-alat dan pakaian renang serta fasilitas parkir sepeda buat pengunjung. Di bagian depan kompleks pemandingan juga disediakan kios-kios yang menjual aneka makanan dan minuman.

“Pada akhir pekan biasanya kios-kios makanan dan minuman ini tetap buka hingga malam hari. Di tempat ini biasanya dipergunakan orang-orang untuk mengadakan acara pesta dansa,” ujar Syahril Achmad dalam artikel berjudul Zwembad Manggarai Jakarta Selatan: Dahulu Tempat Berenang Kini Tempat Belanja.

Dijelaskan oleh Syahril, sebagai lokasi berenang untuk anak-anak, bak atau kolam renang memiliki kedalaman yang berbeda, yakni 40 cm untuk terdangkal serta 130 cm untuk terdalam. Adapun luas kolam sekitar 100 meter persegi.

Sedangkan untuk orang dewasa memiliki luas sekitar 1.000 meter persegi. Kedalaman kolam berbeda pula, yang paling dangkal 115 cm, sedangkan yang paling dalam 315 meter. Di kolam untuk orang dewasa ini biasanya dipergunakan pula untuk tempat perlombaan renang pada masa itu.

Untuk bisa memenuhi kegiatan perlombaan renang pada masa itu, di dasar kolam dibuat tanda-tanda lajur yang terbuat dari ubin hitam dan dapat dilihat dari dalam air. Sedangkan pada sisi kanan dan kiri dipasangi lampu-lampu penerangan yang masing-masing memiliki kekuatan 200 watt.

Saksi lahirnya para atlet renang

Kolam renang Zwembad memang menjadi pilihan bagi para atlet untuk menguji ketangguhannya. Dari tempat inilah lahir perenang-perenang yang membawa nama bangsa di Asia. Dari tempat ini juga lahir organisasi Persatuan Renang Seluruh Indonesia (PRSI).

Sejak 1950, di kolam renang ini memang telah ada sebuah perkumpulan yang memang cukup berkibar karena menghasilkan para perenang nasional seperti Ria Tobing, Dahlia Tobing, Alpo Suprayogi, Benyamin Idris, Erna Siregar, dan masih banyak lagi.

Ditulis oleh Firman Lubis dalam buku Jakarta 19501970, ketika itu pelatih renang di Zwembad adalah Otman Siregar. Beberapa kali juga diselenggarakan pertandingan renang antar perkumpulan renang.

Firman mencatat beberapa perkumpulan yang ikut bertanding adalah Chung Hwa, Mangga Besar, dan Tirta Merta, Bandung. Selain itu juga pada malam hari sering diadakan pertandingan polo air antar perkumpulan kolam renang.

Tak Bisa Bayar Utang, Dihukum Kurungan di Penjara Bawah Tanah Hindia Belanda

“Salah seorang pemain merangkap kapten regu polo air Tirta Merta dari Bandung ialah Kolonel Alex Kawilarang, Panglima Teritorium III atau Divisi Siliwangi waktu itu,” catatnya.

Firman juga beberapa kali mengikuti perlombaan renang dan meraih beberapa medali, seperti medali perunggu untuk lomba renang gaya dada sepanjang 25 meter untuk pemula yaitu untuk di bawah 12 tahun.

Menurutnya perkumpulan olahraga di Zwembad yang sepenuhnya berbasis inisiatif masyarakat sangat baik sekali untuk kemajuan olahraga tanah air. Tidak seperti yang terjadi kemudian saat peran pemerintah menjadi terlalu dominan dalam mengelola kegiatan olahraga.

“Sehingga, selain banyak memakan anggaran negara, prestasi olahraga juga tidak pernah menonjol karena dikelola secara birokratis,” bebernya.

Berubah menjadi bioskop hingga pusat perbelanjaan

Sejak tahun 1960 sudah tidak banyak lagi masyarakat yang berkunjung ke Zwembad, pasalnya sudah banyak kolam renang baru yang dibangun di pinggiran Jakarta. Karena itu kolam renang ini dialih fungsikan menjadi bioskop.

Dicatat oleh Firman, pada masa itu interior dan fasilitas gedung bioskop Zwembad masih sangat sederhana tetapi tergolong bagus pada masa itu. Ketika itu ada 3 kelas karcis bioskop yang berbeda-beda tergantung harganya.

“Kelas paling murah adalah yang terdepan dan sering disebut kelas kambing. Kalau sehabis nonton di kelas ini, biasanya otot leher akan sakit dan kepala menjadi pusing,” ucapnya.

Di bioskop ini juga menjadi saksi banyak film-film Amerika Serikat yang diboikot layaknya produk Barat yang dianggap tidak sesuai dengan kepribadian bangsa. Bahkan Ketika itu American Motion Picture Association of Importers (AMPAI) yang terletak di Jl. Veteran pernah didemo para pemuda komunis, yaitu Pemuda Rakyat.

Kematian Nyai Dasima, Tragedi Cinta dan Bujukan yang Berbalut Agama

Menjelang 1965, semua pemutaran film Amerika dihentikan, sebagai gantinya bioskop-bioskop memutar film-film Rusia, Eropa Timur, Tiongkok, Jepang, dan film nasional. Uniknya, banyak yang menyebut Presiden Soekarno setiap minggunya memutar film-film Amerika di istana.

Setelah itu, bioskop ini digunakan dari tahun 1960 an sampai 1980 an. Kemudian tempat ini dibongkar oleh, Abdul Latief yaitu pengusaha dan mantan Menteri Tenaga Kerja (1993–1998) dan Menteri Pariwisata, Seni, dan Budaya (1998) pada era Orde Baru (Orba).

Sejak tahun 1970 an, Latief merupakan pengusaha yang mengelola swalayan dan memasarkan produk-produk kecil. Pada tahun 1981, Latief memodernisasi swalayannya dengan membangun Pasaraya Departemen Store. Salah satunya adalah membebaskan lahan kolam renang zwembad di Manggarai.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Rizky Kusumo lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Rizky Kusumo.

RK
MI
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini